Meskipun tindak terorisme semakin menurun, tetapi tetap saja masih menghantui Indonesia. Tindakan terorisme, bermula dari pemahaman yang radikal. Mereka percaya, bahwa tindakanya sudah sejalan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Padahal, sejatinya mereka memahami ayat tanpa melihat konteksnya. Sehingga, ayat-ayat perang dipelintir untuk melegitimasi tindakan senonohnya.
Pada titik ini, ajaran Islam tentang wasathiyah atau moderasi beragama sangat penting dihidupakan di tengah masyarakat. Prinsip pandangan moderasi beragama di antaranya adalah tidak terlalu mengandalkan nalar akal, dan juga tidak terlalu ekstrem mengandalkan teks. Seperti yang dicontohkan oleh Imam Syafi’I, yakni memadukan antara teks dan nalar untuk menetepkan hukum.
Hal ini selaran dengan tindakan yang dicontohkan pendiri K.H. hasyim Asy’ari (pendiri NU), bahwa beliau mampu mengkomparasikan antara nasionlisme dengan agama. Sebab, pada saat itu terdapat dua golongan yang sangat ekstrem, yakni golongan yang mengandalkan nasionalisme saja, dan golongan yang berfanatisme buta terhadap agama.
Menurut Mohammad Nasih, nasionalisme dan agama tidak bisa dipisahkan, ibarat, dua sisi mata uang yang berbeda, jika salah satu tidak ada, maka sama dengan ketiadaan keduanya. Tanah air memerlukan siraman agama supaya tidak gersang, sedangkan agama memerlukan tanah air untuk lahan berdakwah. Jadi keduanya saling melengkapi.
Memoderatkan Umat
Secara tegas, Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 143, bahwa “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”. Sehingga, hakikatnya Islam sudah moderat, yang perlu dimoderatkan adalah umatnya atau pengikutnya.
Artinya, ajaran Islam sudah moderat, yang menjadi PR bersama adalah bagaimana menyadari dan mempraktikan kemoderatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap umat. Pasalnya, banyak orang yang yakin kehidupan moderat, tetapi dalam praktik tidak mencerminkan kemoderatan, dari mulai hoax tersebar bebas, saling memaki di medsos, dan lain sebaginya.
Meminjam pernyataan, Habib Ja’far, bahwa berbicara tentang moderasi beragama, bukan hanya untuk umat Islam saja, melainkan tuntunan pesan kemanusiaan. Sehingga menjadi penting untuk menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan, meskipun dengan berbagai latar belakang ras, budaya, dan agama yang berbeda.
Kesiap-siagaan tempat Ibadah
Peran tempat ibadah yang steril dari paham radikal dan menggemakan moderasi sangatlah penting. Sebab, bangsa Indonesia, terkenal sebagai masyarakat religius. Jadi, apapun dalam keseharian tidak bisa terlepas dari yang namanya ajaran agama dan tempat beribadah.
Maka dari itu, tempat ibadah harus menjadi basis penyebaran pesan moderasi beragama sekaligus menjadi alat pengontrol ketika ada paham radikal yang menyebar di tengah masyarakat, harus segera melaporkan ke pihak yang berwajib. Harapanya, kerjasama yang bagus tersebut, dapat meminimalasir tersebarnya paham radikal, lebih-lebih mematikan embrio tindak terorisme di bumi pertiwi.
This post was last modified on 13 September 2023 12:51 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…