Di era digital seperti sekarang, konflik regional bisa meluas menjadi isu global. Seperti halnya isu konflik Palestina-Israel yang telah menjadi trending topic global di kalangan netizen di seluruh antero dunia. Bermacam tanda pagar alias hastag pun bergema di linimasa media sosial. Salam satunya tagar FreePalestine yang kerap kali menjadi puncak trending topic media sosial, terutama X (Twitter).
Namun, jika diamati cuitan dengan tagar FreePalestine itu tidak semuanya murni membela Palestina. Justru, tagar FreePalestine itu banyak digunakan oleh para pengasong khilafah untuk mengampanyekan gagasannya. Tulisan ini berusaha membedah, bagaimana fenomena solidaritas terhadap Palestina di media sosial, yang kerap disusupi oleh kampanye khilafah.
Tulisan ini memakai pendekatan Netnografi, yakni studi tentang perilaku netizen di media sosial atau internet, terutama tentang bagaimana mereka merespons sebuah isu dengan opininayau argumen tertentu. Netnografi menjadi pendekatan yang populer untuk mengungkap bagaimana sebuah gagasan dikontestasikan di media sosial.
Jika dilihat secara obyektif, tagar FreePalestine yang bergema di medsos X itu tidak seluruhnya bersifat organik. Banyak akun-akun yang getol meramaikan tagar FreePalestine itu sebenarnya sudah sejak lama berafiliasi dengan gerakan khilafah. Hal itu bisa dilacak dari unggahan-unggahan sebelumnya.
Data dari drone emprit yang dirilis beberapa bulan lalu menggambarkan peta penyebaran tagar FreePalestine yang diketahui justru banyak berasal dari akun-akun penyokong gerakan khilafah. Tidak hanya itu, drone emprit juga mencatat bahwa akun-akun itu bukan akun organik, melainkan akun bot yang dikendalikan secara otomatis untuk men-tweet, me-retweet, atau menyukai unggahan yang mengampanyekan khilafah. Alhasil, tagar FreePalestine itu pun memuncaki trending topic di medsos X.
Di titik ini bisa dikatakan bahwa kaum pengasong khilafah telah membajak tagar FreePalestine demi kepentingan mereka. Perilaku pendukung khilafah dalam membajak tagar FreePalestine ini bisa dilihat dari sejumlah indikasi. Pertama, mereka berusaha mensimplifikasi konflik Israel-Palestina sebagai murni konflik agama.
Mereka berusaha menyembunyikan atau menafikan kompleksitas konflik Israel-Palestina yang sebenarnya sangat berkaitan erat dengan faktor politik, ekonomi, teritorial, budaya, dan lain sebagainya. Tujuan kaum pengasong khilafah melakukan simplifikasi konflik Israel-Palestina adalah untuk membangun keyakinan di kalangan umat bahwa perjuangan rakyat Palestina adalah murni perjuangan menegakkan Islam.
Kedua, para pengasong khilafah selalu berusaha membangun narasi bahwa solusi atas problem Palestina adalah dengan menegakkan khilafah Islamiyyah. Jika khilafah tegak, maka secara otomatis Palestina akan merdeka. Narasi ini didengungkan untuk memvalidasi klaim bahwa khilafah adalah sistem paling sempurna.
Ketiga, para penyokong khilafah selalu membangun narasi bahwa hanya merekalah yang benar-benar membela kedaulatan Palestina. Mereka selalu menganggap aksi soliditas terhadap Palestina yang dilakukan oleh kelompok di luar mereka sebagai aksi semu atau palsu. Narasi ini cenderung problematik, lantaran kenyataannya banyak pihak yang membela Palestina, termasuk negara-negara Eropa yang notabene bukan negara mayoritas muslim.
Pendekatan netnografi untuk memotret fenomena kampanye solidaritas Palestina ini penting. Mengingat, banyak distorsi yang terjadi atas isu Palestina melalui media sosial. Masyarakat, utamanya yang tidak punya pemahaman sahih atas konflik Palestina kerap terjebak pada narasi kaum pengasong khilafah yang cenderung simplifikatif.
Alhasil, kian banyak netizen yang mempercayai bahwa konflik Israel-Palestina adalah konflik antara Islam dan Yahudi. Lalu, tidak sedikit pula umat yang terjebak pada narasi bahwa khilafah adalah solusi atas problem Palestina.
Umat harus cerdas dan kritis dalam memahami isi Palestina. Bahwa kedaulatan Palestina adalah harga mati, itu kita sepakat. Namun, agenda memperjuangkan kemerdekaan Palestina harus steril dari infiltrasi gerakan khilafah.
Perjuangan Palestina, tidak boleh dikerdilkan semata ke dalam sentimen keaagamaan. Perjuangan menegakkan kedaulatan Palestina adalah isu kemanusiaan yang melampaui sekat keagamaan.
Dalam konteks Indonesia, solidaritas Palestina adalah amanat konstitusi. UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Namun, kita juga wajib memahami bahwa kepentingan menjaga kedaulatan bangsa sendiri juga menjadi agenda yang tidak bisa ditawar. Jangan sampai, isu Palestina justru membuat soliditas bangsa ini melemah.
Arkian, marilah kita membangun soliditas Palestina dengan tetap mengedepankan komitmen kebangsaan dan kemanusiaan. Aksi solidaritas Palestina sudah sepatutnya dilakukan tanpa ada sentimen provokasi kebencian apalagi kekerasan.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…