Di dalam kehidupan bernegara, makar pada dasarnya bersifat ingin merusak tatanan yang ada. Melakukan pemberontakan atas pemerintahan yang sah secara hukum. Ingin menghancurkan kehidupan masyarakat yang sudah tertata dan penuh kezhaliman.
Makar memiliki ragam tipu-daya muslihat. Mereka bersembunyi di balik dalih ketidakadilan dan perjuangan mengatasnamakan rakyat. Seperti layaknya komplotan Makar KKB di Papua itu.
Kalau kita mengacu terhadap perspektif teologis, larangan Makar pada dasarnya tidak hanya ada di dalam Islam. Sebab, Islam dan Kristen secara orientasi memiliki paradigma teologis yang sama-sama melarang gerakan Makar itu.
Misalnya, di dalam Kristen perihal ketaatan sejatinya termaktub dalam (Kejadian 9:6 1 Korintus 14:33; Roma 12:8) bahwasanya “Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai, rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”.
Taat kepada pemerintah yang sah adalah ketetapan yang dibenarkan dalam hukum teologis Kristen. Sebab, pemerintah masuk dalam pranata yang (berhak) untuk memerintah dan taat segala perintah. Memberontak merupakan satu pengkhianatan atas kebenaran ayat suci di atas dalam ajaran Kristen.
Begitu juga dalam Al-Kitab dalam Vide: Yeremia 7; 19:4; 22:3,17. Bahwa, segala bentuk kekerasan, kezhaliman, sikap buruk atas orang yang berdaya atau melakukan kejahatan atas mereka yang tak bersalah. Meskipun mereka bersalah salah, maka sangat dilarang melakukan perbuat keji dan tentu ini sangat dikecam dalam Al-Kitab.
Secara orientasi pada dasarnya memang tidak ada sebuah pembenar secara hukum agama yang membolehkan melakukan aksi kekerasan atau-pun kezhaliman. Pengecualian itu berada dalam konteks peperangan. Itu-pun, peperangan dalam agama sebetulnya ingin diminimalisir dan ini sebetulnya adalah problem politisasi agama demi kekuatan politik.
Begitu juga, kalau kita mengacu ke dalam perspektif teologi Islam, seperti yang dijelaskan dalam (Qs. Al-Maidah:32) bahwasanya, “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”.
Ayat ini setidaknya mengacu ke dalam dua clue-entitas. Larangan membunuh dan larangan berbuat kerusakan di muka bumi. Artinya apa? berbuat kerusakan juga bagian dari satu alasan penting larangan membunuh dan pengecualian atas hukum bagi mereka yang melakukan kerusakan. Juga, membunuh adalah dosa yang mengalir ibarat membunuh seluruh umat manusia.
Dua perspektif teologis ini, sebetulnya dapat kita jadikan satu argumentasi penting. Bahwa, antara Kristen atau-pun Islam sejatinya sama-sama melarang perilaku Makar itu. Seperti haknya Makar yang dilakukan kelompok KKB atau Makar yang dilakukan oleh kelompok penegak Negara Khilafah/Islam.
Sebab, kedua agama tersebut sejatinya sangat melarang yang namanya Makar. Tentu, dalam peranan-nya mengarah ke dalam wilayah etis untuk patuh terhadap pemerintahan yang sah dan tidak boleh memberontak. Sebab, ini adalah hukum otonom, terikat dan berbasis transenden-imanen dalam dua agama besar yaitu Kristen dan Islam.
Begitu juga di dalam perspektif teologi Islam, Al-Qur’an begitu sangat memerintahkan kepada umat Islam agar taat terhadap pemerintah. Sebagaimana dalam Qs. An-Nisa’:59: bahwasanya: “Wahai orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (Pemegang Kekuasaan) di antara Kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya). Jika kamu beriman kepada hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”.
Dari dua perspektif teologis di atas, kita sebetulnya dapat memahami. Bahwa, dalam konteks hukum Iman Kristen dan Islam, semua melarang yang namanya Makar. Ini juga masuk dalam satu kebenaran etis, mengapa kita perlu memerangi kelompok Makar KKB di Papua atau-pun Makar penegak negara Khilafah/Islam mengatasnamakan agama di negeri ini.
This post was last modified on 15 Maret 2023 12:53 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…