Kelompok Kriminal Bersenjata alias KKB di Papua selalu mengklaim gerakannya sebagai perjuangan menuntut kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat di Bumi Cenderawasih. Sejak awal kemunculannya, mereka selalu menuding terjadi ketidakadilan pemerintah pusat terhadap papua.
Mereka berkeyakinan, pemerintah pusat mengeruk kekayaan Papua namun abai membangun infrastruktur dan memberdayakan masyarakatnya. Mereka mengklaim, kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan akan terwujud jika Papua memisahkan diri dari Indonesia.
Klaim-klaim bombastis itu tampaknya tidak sesuai dengan realita di lapangan. Sejak awal kemunculannya di era tahun 70-an sampai sekarang, gerakan separatisme di Papua justru lebih banyak menghadirkan momok ketakutan bagi sebagian besar masyarakat Papua. Gerombolan KKB ini bukannya jadi pahlawan, alih-alih justru menjadi persoalan baru bagi masyarakat Papua. Bagaimana tidak?
Gerombolan KKB ini tidak segan melakukan kekerasan, perampokan, bahkan pembunuhan pada masyarakat sipil. Terakhir, mereka membunuh anak seorang kepala suku karena menolak memberikan makanan. Kejadian serupa kerap terjadi. KKB masuk ke pemukiman warga, merampok bahan makanan, bahkan menculik perempuan dan anak-anak.
Mirisnya lagi, mereka kerap menjadikan anak-anak dan perempuan sebagai tameng hidup ketika menghadapi serbuan TNI atau Polri. Awal Februari ini, mereka bahkan berani membakar pesawat Susi Air dan menyandera pilotnya yang berasal dari Silandia Baru.
KKB Tidak Merepresentasikan Aspirasi Rakyat Papua
Belakangan, mereka mengajukan syarat pembebasan yakni pengakuan Papua merdeka dari pemerintah Indonesia dan keterlibatan PBB dalam mengurus pemisahan Papua dari NKRI. Sebuah tawaran yang tentu mustahil dikabulkan oleh pemerintah Indonesia dan PBB tentunya.
Sepak terjang KKB Papua selama ini menunjukkan bahwa klaim “memperjuangkan rakyat Papua” itu omong kosong belaka. Mereka justru lebih sering menjadi ancaman bagi masyarakat Papua. Catatan Kemenkopolhukkam misalnya menyebut bahwa dari tahun 2019-2022 jumlah korban kekerasan KKB Papua mencapai 110 orang. Dari jumlah tersebut 53 di antaranya ialah warga sipil Papua sendiri. Itu belum lagi ditambah kerusakan fisik yang mengakibatkan kerugiaan materiil tidak sedikit.
Selain itu, dilihat dari sisi geografis keberadaan KKB sebenarnya tidak merepresentasikan seluruh wilayah di pulau Papua. Seperti diketahui, saat ini setidaknya ada dua KKB di Papua yang paling berbahaya. Pertama, KKB pimpinan Egianus Kogoya yang menebar teror di kawasan Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Kedua, KKB pimpinan Lekagak Telenggen yang bermarkas di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua. Sementara wilayah lain nisbi aman dan tidak ada ditemukan keberadaan KKB. Ini artinya, keberadaan KKB sebenarnya tidak mewakili seluruh wilayah di Papua.
Kebijakan Pemerintah Pusat untuk Kemajuan Papua
Sebaliknya, upaya pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat Papua sebenarnya bisa dikatakan sudah maksimal. Dari sisi anggaran misalnya, adanya kebijakan dana otonomi khusus untuk provinsi Papua dan Papua Barat memungkinkan wilayah tersebut mendapatkan kucuran dana dari pusat dengan nominal sangat besar. Sejak tahun 2002-2023, tidak kurang dari satu triliun rupiah sudah digelontorkan melalui skema dana otonomi khusus ke Papua dan Papua Barat.
Dari sisi birokrasi dan pemerintahan, ada kebijakan untuk memberikan jalur khsusu bagi putra-putri Papua untuk masuk menjadi abdi negara (PNS atau ASN). Kebijakan ini merupakan bentuk apropriasi masyarakat asli Papua untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan strategis di pemerintahan. Diharapkan, dengan banyaknya masyarakat asli Papua duduk di pemerintahan, aspirasi masyarakat Papua akan terwakili.
Dari sisi ekonomi, pembangunan infrastruktur yang masif di era pemerintahan Joko Widodo ini kiranya juga berperan dalam mengakselerasikan roda ekonomi di Papua. Pembangunan jalan, pelabuhan, bandara, pasar, dan sebagainya selain menyerap tenaga kerja lokal Papua juga menjadi stimulus penting bagi aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
Terakhir, pemerintah berupaya memberdayakan masyarakat Papua, terutama dalam hal pendidikan, dan kesehatan. Ratusan sekolah baru dibangun mulai dari tingkat dasar, sampai menengah. Ribuan guru dikirim dari berbagai wilayah Indonesia sebagai pengajar di Papua. Senyampang itu, puluhan puskesmas dan rumah sakit dibangun sebagai layanan kesehatan bagi masyarakat Papua.
Ketika pemerintah Indonesia sibuk membangun Papua menjadi provinsi yang maju dan tidak kalah dengan provinsi lain, KKB Papua justru datang untuk menghancurkannya. Banyak kejadian, KKB membakar sekolah dan puskesmas bahkan menyerang guru atau petugas kesehatan karena dianggap sebagai mata-mata tentara atau polisi. Di titik ini lebih tepat kiranya menyebut KKB sebagai musuh masyarakat Papua ketimbang menganggap mereka sebagai pejuang rakyat Papua.
Membangun persepsi bahwa KKB ialah musuh bersama rakyat Papua dan masyarakat Indonesia umumnya itu sangat penting. Tujuannya agar tidak ada lagi masyarakat yang bersimpati pada gerakan separatis. Kritik terhadap birokrasi dan pemerintahan ialah hal yang wajib dalam sistem demokrasi. Namun, kritik dan ketidakpuasan terhadap kebijakan itu idealnya tidak diwujudkan ke dalam gerakan separatisme.
This post was last modified on 15 Maret 2023 12:57 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…