Dalam firman Allah menyebutkan bahwa “ Hanyalah yang memakmurkan Masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS At-Taubah 9:18). Dari firman ini, kemudian timbul bagaimana memakmurkan masjid?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menengok ke belakang sejarah perkembangan masjid pada masa Nabi Muhammad Saw. Singkat cerita, dalam pemahaman penulis masjid pada masa Nabi merupakan rumah bersama, rumah yang diperuntukkan kepada siapa saja. di mana masjid menjadi titik kumpul para umat Islam di suatu daerah untuk mengembangkan potensi pada dirinya.
Bagi umat Islam, Masjid merupakan tempat suci yang bisa dibangun setiap daerah untuk beribadah, baik yang wajib atau sunnah. Di sisi lain, masjid mempertemukan setiap muslim yang memiliki latar belakang yang berbeda, bahkan di masjid tidak membedakan si kaya atau miskin. Masjid menjadi wadah kesetaraan antara umat dalam ajaran Islam.
Baca juga : Khutbah yang Menyenangkan dan Mempersatukan, Bukan Menakutkan
Pada zaman Nabi, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadat magdhah, seperti shalat dan zikir, tetapi masjid juga sebagai tempat pendidikan, tempat pemberian santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan para korban perang, tempat mendamaikan dan menyelesaikan sengketa, tempat menerima utusan delegasi/tamu, sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama. Dari pembinaan yang dilakukan Rasulullah di masjid itu lahirlah tokoh-tokoh yang berjasa dalam pengembangan Islam ke seantero dunia, seperti Abu Bakar shiddiq, Umar bin al-Khatab, Usman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Tidak hanya itu, masjid pada masa Nabi Muhammad tidak mementingkan bentuk yang megah, tetapi beliau mengutamakan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar masjid. Seperti masjid Quba, masjid yang tertulis dalam sejarah bahwa setelah Nabi Muhammad Saw. hijrah dari Mekah ke Madinah, yang pertama dilakukan Nabi adalah membangun masjid Quba. Lalu tidak lama setelah itu dibangun pula masjid Nabawi. Bangunan fisik masjid di zaman itu masih sangat sederhana, lantainya tanah, dinding dan atapnya pelepah kurma. Namun demikian, masjid tersebut memainkan peranan yang sangat siknifikan dan menjalankan multi fungsi dalam pembinaan umat.
Melihat apa yang dilakukan Nabi Muhammad, masjid fungsi utama untuk beribadah dan makmurkan orang-orang sekitarnya. Tanpa ada pemakmuran masyarakat yang di sekitarnya, masjid itu hanya menjadi bangunan yang kosong atas ruhnya. Kini, orang-orang berbondong-bondong membangun masjid, tetapi yang sedikit yang bisa memakmurkan masjid.
Ironinya, riset yang telah dihasilkan pada tahun 2017 dengan variable isi khutbah, bulletin, brosur dan majalah dinding di masjid memperlihatkan masjid hanya membuat perpecahan dan tidak nyaman kemakmuran masyarakat sekitarnya. Bahkan masjid-masjid dalam penelitian memperlihatkan bahwa dominan dalam ukuran tersebut adalah isi khutbah yang disampaikan oleh penceramah yang mengandung konten intoleransi, takfiri, ujaran kebencian hingga ide-ide pendirian khilafah di Indonesia.
Tentunya tersebarnya masjid seluruh Indonesia sangat sulit untuk didampingi dan diawasi. Padahal serbuan konten khutbah terjadi setiap minggu. Karena itulah, organisasi keagamaan harus berinisiatif untuk mendorong pentingnya membuat kurikulum khutbah yang lebih mendidik, mencerdaskan dan penuh nuansa perdamaian dalam bingkai NKRI. Inilah urgensi memformulasikan materi khutbah agar bisa membentengi umat dari upaya radikalisasi yang dilakukan secara terselubung di lembaga keagamaan.
Namun yang paling dasar yang harus diterapkan adalah memberikan pemahaman secara mendasar, apa tujuan mendirikan masjid. Dengan begitu kita sebagai umat muslim akan melihat bagaimana masjid itu lahir. Dengan sederhana, melihat penjelasan di atas masjid harus menjadi pengayom semua masyarakat seperti cita-cita awal berdirinya Masjid.
This post was last modified on 28 November 2018 1:27 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments