Narasi

Media Sosial dan Politik : Mengedukasi atau Memprovokasi?

Ramainya diskusi politik di berbagai platform media sosial hari ini mendorong masyarakat pada tingkat kealpaan dalam memakai etika. Komentar pedas dan menyudutkan sering kali dilontarkan meskipun bisa berpotensi melanggar UU ITE. Dalam konteks demokrasi, kebebasan berpendapat memang merupakan hak asasi yang patut dijunjung tinggi, namun perlu pemahaman bahwa kebebasan tersebut harus diiringi oleh etika dan tanggung jawab.

Pertumbuhan media sosial yang semakin pesat. Dalam lanskap kehidupan sosial, media sosial telah menjadi wadah baru dalam berinteraksi, tak terkecuali dalam merespon dan memakani politik. Media sosial mampu wadah bagi ekspresi politik bagi terwujudnya partisipasi publik yang lebih luas dan merata.

Namun sayangnya, kecerdasan masyarakat masih cukup rendah dalam menggunakan media sosial. Berbagai komentar negatif dan provokatif sering mengaburkan wacana yang seharusnya konstruktif. Lalu, efektifkah media sosial sebagai alat edukasi politik atau justru ia menjadi alat provokasi politik?

Kebebasan berpendapat merupakan dasar demokrasi, namun perlu diingat bahwa, sistem demokrasi harus diimbangi etika dan tanggung jawab. Menggunakan hak individu, seharusnya tidak merugikan hak dan martabat orang lain. Pentingnya etika demokrasi yang mencakup sikap saling menghormati, mendengar pandangan berbeda, dan membangun wacana yang sehat. Tanpa etika, demokrasi bisa menjadi alat yang merusak ketertiban sosial.

Pendidikan politik berperan penting dalam membentuk kesadaran politik masyarakat. Ini melibatkan pemahaman tentang sistem politik, hak dan kewajiban warga negara, serta etika berpolitik. Pendidikan politik harus mampu mempertajam pemahaman bahwa demokrasi tidak hanya sekadar memilih, tetapi juga melibatkan tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan politik yang sehat.

Masyarakat perlu dibekali dengan keterampilan berpendapat yang etis, seperti, penggunaan bahasa yang santun, menghindari retorika yang merusak, dan menghargai keberagaman pendapat. Kebebasan berpendapat juga harus disertai dengan sikap yang bertanggung jawab. Pendidikan politik harus mampu menekankan bahwa perbedaan pendapat adalah keniscayaan dalam demokrasi. Namun, itu tidak seharusnya menjadi alasan untuk merusak persatuan bangsa.

Dalam era digital ini, pendidikan politik seharusnya dikampanyekan secara efektif di media sosial. Media ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai alat kontestasi semata, tetapi harus menjadi ruang bagi pencerdasan politik masyarakat. Media sosial harus dimanfaatkan sebagai pilar demokrasi baru dalam mencerdaskan sekaligus menegaskan kedaulatan rakyat.

Masyarakat perlu memahami bahwa demokrasi bukanlah alat untuk memecah belah, tetapi untuk menciptakan keadilan, persamaan, dan kebersamaan. Dengan pendidikan politik yang baik, diharapkan masyarakat dapat menjadi agen perubahan positif dalam membangun demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Masyarakat dan media sosial adalah pilar penting yang tidak bisa dipisahkan dalam arena politik hari ini. Pendidikan politik melalui media sosial menjadi kunci untuk menjaga kualitas dan etika dari partisipasi masyarakat. Kampanye pendidikan politik di media sosial harus dikuatkan sebagai perimbangan dari kontestasi yang hanya merujuk pada kepentingan kekuasaan semata.

This post was last modified on 21 Januari 2024 10:34 AM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

5 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

5 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

5 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago