Narasi

Medsos, Ujaran Kebencian, dan Kebhinnekaan

Dewasa ini, pemanfaatan internet yang paling berkembang dewasa ini adalah penggunaan media sosial. Aktivitas-aktivitas internet lainnya seperti akses digital library jauh lebih sedikit dari aktivitas tersebut. Tak ayal, Nielsen, lembaga riset informasi dan media yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat, mengatakan, sekarang ini pengguna internet lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengakses situs media sosial ketimbang mengakses situs-situs internet lainnya. Dengan kata lain, di era ini, orang lebih sibuk mengakses media sosial seperti BBM, facebook, flickr, google+, instagram, linkedln, path, tumblr, twitter, dan youtube daripada aktivitas nyata lainnya.

Di sisi lain, kian banyaknya jenis media sosial (medsos), menjadikan banyak orang, termasuk di Indonesia, dewasa ini semakin lama tenggelam dalam aktivitas medsos di dunia maya. Tak ayal, bahkan banyak yang memiliki lebih dari satu akun media sosial. Sebagai ilustrasi, survei yang dilakukan oleh jobstreet.com belum lama ini menunjukkan bahwa 22 persen karyawan di Indonesia setidaknya memiliki tiga akun media sosial yang berbeda,  21 persen lainnya memiliki lebih dari lima akun media sosial, dan 18 persen mempunyai empat akun media sosial. Sedangkan karyawan yang hanya mempunyai dua akun medsos sebesar 16 persen, sementara yang memiliki satu akun media sosial sebesar 10 persen. Sebagian besar, dalam sehari, pengguna rata-rata mereka menghabiskan waktu sekitar 4 jam 42 menit untuk mengakses medsos.

Dari makraknya perkembangan media sosial, yang paling dirasakan sekarang adalah suburnya ujaran kebencian. Orang begitu mudah menebar kebencian kepada orang lain lewat akun media sosial. Tak jarang, muncul akun-akun baru tanpa identitas yang jelas menebarkan isu-isu negatif kepada sosok tertentu

Tak ayal, kalau kita membuka media sosial, maka selalu saja bisa kita temukan unggahan-unggahan yang bernada kebencian, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan menyebarkan berita bohong alias hoax — baik yang ditujukan kepada perseorangan, kelompok maupun lembaga.

Kita memahami, bahwa kebhinnekaan merupakan bagian mendasar yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Berbagai suku, etnis, bahasa, idelogi, dan kultur mendiami negara ini. Indonesia menjadi negara yang memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan kompleks. Clifford Geertz (1996) (Hardiman, 2002:4) mengakui sulit melukiskan anatomi kemajemukan Indonesia secara persis.

Akan tetapi, kalau keberagaman tersebut tidak dibarengi dengan sikap-sikap toleransi, niscaya akan menjadi sebuah bencana keberagaman. Isu pelecehan terkait suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang disebar di media sosial secara sembarangan akan memicu konflik yang berkepanjangan. Pihak yang merasa dilecehkan bisa tersulut amarahnya, sehingga bermain fisik untuk melampiaskan dendam. Sehingga, orang-orang bisa dengan mudah saling membunuh hanya disebabkan ujaran kebencian yang disebar secara sembarangan di medsos. Inilah efek medsos yang banyak menimbulkan kekerasan.

Bagaimanapun, hampir seluruh elemen masyarakat Indonesia telah melek teknologi dan menggunakan media sosial, tanpa terkecuali anak-anak. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang belum sadar tentang penggunaan teknologi media sosial tersebut secara bijak. Tak heran, medsos yang seharusnya berfungsi secara positif, justru banyak menimbulkan dampak negatif, seperti perpecahan, radikalisme, terorisme, tindak kekerasan, dan lain-lainya.

Sebab itu, kita perlu membangun masyarakat yang sadar media sejak dini. Sejak di dalam keluarga dan sekolah, anak-anak sudah diberikan pemahaman mengenai bagaimana penggunaan teknologi media sosial yang baik. Bukan untuk memicu konflik, tapi mempermudah komunikasi antarmanusia dan mengekspresikan hal-hal positif. Wallahu a’lam bish-shawaab.

Mohammad Sholihul Wafi

Alumni PP. Ishlahusy Syubban Kudus.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago