Narasi

Melacak Paham Wahabi yang Menjadi Pintu Masuk Ekstremisme

Salah satu strategi memberangus terorisme ekstrimisme adalah memutus jaringan terorisme dari benihnya atau pintu masuk ajarannya, yakni ajaran Wahabi. Pernyataan ini pernah ditegaskan oleh KH. Said Aqil Siraj beberapa tahun lalu.

Bahkan banyak kajian yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara maraknya aksi terorisme dengan penyebaran ajaran dan paham Wahabi. Muhammad Asrie bin Sobri misalnya, menulis buku berjudul “Hubungan Terorisme dengan Wahabi”. Kajian-kajian senada juga telah banyak dilakukan.

Dengan demikian ada satu pemahaman bahwa ajaran Wahabi memang bukan terorisme, tetapi ajaran dan paham Wahabi yang kaku dan keras menjadi pintu masuk aksi terorisme. Hal ini bukan sekedar pernyataan, namun sudah dikonfirmasi oleh keadaan, salah satunya pelaku bom bunuh diri banyak yang menganut madzhab Wahabi.

Lalu, apa saja ajaran dan paham Wahabi yang bisa menjadi pintu masuk aksi terorisme ekstrimisme? Pertanyaan ini wajib dijawab agar masyarakat mengetahui sehingga dapat mendeteksi dini paham dan ajaran Wahabi tersebut.

Beberapa Ajaran dan Paham Wahabi

Pertama, pemaknaanmusyrik. Di Indonesia, kelompok yang gemar menuding dengan tudingan ekstrim adalah Wahabi. Kelompok ini tidak segan-segan memvonis musyrik kepada umat Islam, meskipun orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat dan mendirikan shalat.

Tuduhan dan label musyrik yang dilancarkan oleh Wahabi ini dialamatkan bagi orang Islam yang melakukan tawassul, seperti ziarah kubur.

Poin pertama ini sesuai dengan doktrin Wahabi, yakni tasyrik. Doktrin tasyrik ini maksudnya adalah menilai suatu amalan tertentu sebagai bagian dari syirik atau menyekutukan Allah. Contohnya adalah tidak meminta pertolongan atau tawassul kepada para wali begitu juga tidak boleh ziarah dan mesakralkan semua itu.

Jika sudah dicap sebagai musyrik, maka konsekuensinya adalah tidak dianggap sebagai saudara dalam keimanan. Alih-alih saudara dalam seiman, yang ada mereka menghalalkan darah orang musyrik ini.

Pada tataran berikutnya, orang yang menyekutukan Allah (musyrik) berarti dia telah keluar dari Islam sehingga statusnya kafir. Dari sini pula, ideologi takfsiri oleh Wahabi muncul. Padahal, dalam sebuah hadits disebutkan perilaku tersebut dilarang.

“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha illallah’ (yakni orang Muslim). Janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa”. Dalam riwayat lain dikatakan: “Janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam karena suatu amal (perbuatan)”. [HR. At-Thabrani].

Ajaran seperti ini sangat berpotensi melahirkan pemikiran dan tindakan radikal yang puncaknya menjadi aksi terorisme. Dari sini saja kita sudah bisa mengetahui bahwa ajaran pertama ini memang bisa menjadi pintu masuk terorisme.

Kedua, pemaknaanbid’ah. Ajaran kedua yang bisa menjadi pintu masuk terorisme adalah bid’ah. Menurut Wahabi, yang dinamakan bid’ah adalah semua amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan sahabatnya.

Di antara praktek keagamaan yang dinilai sebagai bid’ah oleh kelompok Wahabi adalah peringatan Maulid Nabi SAW. Tidak hanya itu, masih banyak amalan-amalan keagamaan lain yang divonis bid’ah atau sesat oleh Wahabi. Bukan hanya sekedar vonis bid’ah, Wahabi juga kerap mengolok-olok ulama yang tidak sesuai dengan pendapat mereka, termasuk dalam hal bid’ah.

Pandangan sempit semacam itu tentunya akan menjadikan orang yang menganut Wahabi mempunyai pandangan sempit dan keras. Dua pandangan tersebut satu step lagi bisa melahirkan tindakan ekstrimisme.

Padahal, sesungguhnya bid’ah (masalah baru) tersebut walaupun tidak pernah dilakukan pada masa Nabi saw. serta para pendahulu kita, selama masalah ini tidak menyalahi syari’at Islam, bukan berarti haram untuk dilakukan.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda: ‘Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala sama dengan yang mengerjakannya’. (HR.Muslim).

Ketiga, pemaknaanjihad. Menurut pendiri Wahabi, Muḥammad ibn‘Abd Al-Wahhab, jihad adalah perang ofensif bersama seorang pemimpin Muslim terhadap orang-orang Kafir asli (non Muslim), atau terhadap orang-orang Muslim yang dihukumi Munafik ataupun Kafir, berlaku hingga akhir zaman, sebagai Sunnah Nabi.

Dalam lintasan sejarah, Dalam perkembangannya, Abdul Wahab pernah mengatakan “untuk membuat suatu perubahan tidak hanya dengan perkataan saja, akan tetapi harus dibarengi dengan perbuatan”. Maka dilakukanlah jihad dengan perbuatan bertujuan untuk merealisasikan ajarannya. Aksi kekerasan pertama wahabi ketika itu menghancurkan makam Zaid Ibn al-Khaththab, sahabat Nabi dan saudara umar Ibn Khaththab.

This post was last modified on 3 Februari 2023 2:29 PM

Ahmad Ali Mashum

Peminat Kajian Keagamaan dan Kebangsaan, Tinggal di Jawa Tengah

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

7 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

7 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

7 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago