Narasi

Membaca Peluang dan Tantangan Penanggulangan Terorisme di Tahun 2025

Sepanjang tahun 2024, aksi terorisme di tanah air dapat dikatakan berada pada level yang relatif terkendali. Tidak ada serangan besar yang mengguncang keamanan nasional, yang menunjukkan adanya keberhasilan signifikan dalam pemberantasan terorisme. Setali dengan hal itu, Jamaah Islamiyah (JI), sebuah kelompok radikal yang sebelumnya dikenal sebagai aktor penting dalam jaringan terorisme di Indonesia, juga berhasil ditekan hingga membubarkan diri sebagai ormas. Kemenangan ini bukan hanya menjadi kemenangan besar bagi upaya pemberantasan terorisme di Indonesia, tetapi juga menandakan adanya peluang besar untuk memperkuat pendekatan persuasif dalam menanggulangi ancaman terorisme.

Namun, meskipun capaian ini patut dirayakan, ancaman terorisme di masa depan tidak boleh diabaikan. Di tengah keberhasilan melawan JI, dinamika global kembali memunculkan tantangan baru. Salah satunya adalah kemenangan kelompok Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah, yang pada awal Desember lalu berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Perkembangan ini tidak hanya mengubah peta geopolitik di Timur Tengah, tetapi juga berpotensi memengaruhi dan mengubah dinamika gerakan terorisme di Indonesia.

Menurut sejumlah pengamat Timur Tengah, keberhasilan HTS bisa jadi akan menjadi inspirasi sekaligus rujukan bagi kelompok radikal di Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir mulai melemah. Kemenangan ini bisa dianggap sebagai pembuktian bahwa di masa kini, perjuangan bersenjata masih relevan dan mampu menggoyahkan rezim yang dianggap tirani. Dalam konteks Indonesia, hal ini menjadi alarm bagi aparat keamanan untuk tetap waspada terhadap kebangkitan narasi-narasi jihad yang mungkin mengemuka kembali.

Lebih-lebih, belakangan ini kelompok radikal semakin mahir memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan ideologi, merekrut anggota baru, dan merencanakan aksi. Tantangan ini menuntut pemerintah untuk meningkatkan kapasitas teknologi dan sumber daya manusia dalam mengantisipasi ancaman di ruang digital. Krja sama internasional juga menjadi faktor penting, terutama dalam menangani pergerakan jaringan terorisme lintas negara yang kini semakin sulit dilacak akibat penggunaan teknologi canggih, seperti enkripsi dan dark web.

Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh lengah. Pemerintah dan para pemangku kebijakan harus memastikan bahwa keberhasilan tahun ini tidak membuat upaya pemberantasan terorisme menjadi stagnan. Dengan melihat pengalaman negara-negara lain, terorisme adalah ancaman yang selalu beradaptasi dan mencari celah. Jika kelompok radikal di dalam negeri saat ini tampak melemah, itu tidak berarti bahwa mereka telah hilang sepenuhnya. Justru, mereka mungkin tengah bersembunyi, menyusun strategi baru, atau bahkan menjalin koneksi dengan jaringan kelompok teroris internasional. Sebut saja seperti HTS, misalnya.

Ke depan, pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi antara lembaga-lembaga penegak hukum. Sinergi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian, TNI, serta lembaga intelijen harus diperkuat untuk memastikan respons yang cepat dan terkoordinasi terhadap setiap potensi ancaman. Selain itu, kerja sama dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara melalui ASEAN juga harus terus ditingkatkan, mengingat banyaknya jaringan terorisme yang beroperasi di wilayah ini. Pendekatan kolektif akan memberikan efek pencegahan yang lebih besar dibandingkan langkah unilateral.

Keberhasilan menekan Jamaah Islamiyah dan minimnya aksi teror sepanjang 2024 menunjukkan bahwa bangsa ini berada di jalur yang benar dan patut kita berikan apresiasi yang mendalam. Namun, tantangan global, seperti kemenangan HTS di Suriah, serta dinamika domestik tetap menjadi ancaman nyata yang harus diantisipasi dan diwaspadai ke depan. Dengan mengedepankan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua elemen bangsa, Indonesia memiliki peluang besar untuk terus menjaga stabilitas keamanan dan mewujudkan masyarakat yang damai serta bebas dari ancaman terorisme di tahun-tahun mendatang.

Helliyatul Hasanah

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

21 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

21 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

21 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago