Narasi

Membangun Kampung Moderasi dan Desa Siaga: Agenda Barat dan Menggerus Iman ?

Pembangunan Kampung Moderasi yang digagas oleh Kementerian Agama sejatinya memiliki nilai dan tujuan yang sama dengan yang digagas oleh BNPT tentang Desa Siaga. Program moderasi, toleransi dan anti radikalisme tidak cukup diperbincangkan dalam ranah teoritik, tetapi yang penting adalah praktek keseharian yang dimulai dari masyarakat bawah.

Kampung Moderasi dan Desa Siaga merupakan gagasan penting bagaimana inisiasi pembangunan toleransi, kerjasama antara agama dan kewaspadaan terhadap gangguan keamanan muncul dari dan dilakukan oleh masyarakat. Pemberdayaan berbasis masyarakat inilah yang sejatinya bukan hal baru, tetapi telah menjadi bagian dari kiprah tradisi dan budaya masyarakat nusantara sejak dulu.

Namun, ada saja yang memandang Kampung Moderasi sebagai bagian dari agenda Barat dan upaya menggerus keimanan terutama umat Islam. Tidak nyaring suara ini, tetapi menunjukkan masih ad acara pandang yang sempit dan ketakutan berlebihan atas goyahnya iman ketika berinteraksi dengan yang berbeda.

Istilah moderasi sekali lagi dianggap bagian dari proyek global memerangi Islam. Terorisme, ekstremisme dan radikalisme menjadi wacana yang dianggap setting global memerangi umat Islam. Solusinya bagi mereka adalah menerapkan Islam yang kaffah karena kaffah mungkin berasal dari Bahasa Arab, moderasi tidak berbau Arab.

Untuk menjawab suara sumbang ini tentu kita perlu berbicara tentang dalil. Moderasi (wasatiyyah) adalah konsep yang sangat penting dalam Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk menjalani kehidupan yang seimbang, menjauhi ekstremisme, dan mempraktikkan kedamaian serta toleransi.

Konsep ini ditegaskan dalam banyak ayat Al-Quran. Salah satu ayat yang mencerminkan prinsip moderasi adalah dalam Al-Quran, Surat Al-Baqarah (2:143), yang berbicara tentang umat Islam sebagai “ummatan wasaṭan,” yang artinya umat yang adil, seimbang, dan moderat.

Konsep moderasi tidak hanya persoalan sikap seimbang dalam makna setara, tetapi juga menyangkut sikap keadilan. Dalam interaksi dalam perbedaan, Islam tidak melarang umatnya bekerjasama atau bahkan berbuat baik terhadap yang berbeda. Berbuat adil dan berbuat baik terhadap yang berbeda agama tidak menyalahi keimanan dan tidak akan menyebabkan iman luntur.

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu. Sungguhn, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (Surat Al-Mumtahanah ayat 8). Ayat ini menjadi dasar penting agar umat Islam tidak ragu dalam bekerjasama dalam kebaikan, membangun komunitas bersama dan membangun komitmen perdamaian bersama.

Menghormati Tetangga Tanda Sempurnanya Iman, Bukan Menggerus Iman

Rasulullah selalu mengedepankan komitmen kebersamaan dalam perdamaian dengan yang berbeda agama dan suku. Rasulullah mengajak umat Islam dan umat agama lain untuk membangun komunitas, wilayah dan territorial bersama. Kerjasama seperti itu adalah bagian dari sunnah Nabi.

Jadi, membangun kampung moderasi dan desa siaga bagian menjalankan sunnah Nabi dalam merawat perdamaian dan keamanan lingkungan yang ditinggali. Tidak ada satu pun keraguan akan hal tersebut.

Membangun desa moderasi adalah upaya untuk menciptakan masyarakat yang menjalani nilai-nilai agama dengan pemahaman yang seimbang dan toleran. Tidak ada kaitannya antara moderasi dengan Barat atau apalagi menggerus keimanan umat. Justru saling menghormati antar tetangga dalam Islam menjadi tanda kesempurnaan iman.

Nabi memberikan pedoman dalam bermasyarakat. Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim).

Menghormati tetangganya dalam suatu kampung justru bagian dari kesempurnaan iman, bukan menggerus iman. Jadi, jika ada anggapan membangun moderasi di kampung dan di desa bisa menggerus iman, tentu bertentangan dengan konsep seorang mukmin yang harus memuliakan tetangganya.

Ini mungkin sedikit edukasi bagi mereka yang selalu takut tertukar iman atau karena merasa dirinya lemah iman. Padahal iman adalah pancaran hati yang diekspresikan dalam tindakan kebaikan. Salah satunya adalah mencintai saudaranya, memuliakan tetangga, memuliakan tamu dan saling tolong menolong dalam kebaikan.

This post was last modified on 14 September 2023 1:45 PM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago