Narasi

Membangun Spirit Bangkit untuk Meraih Kemenangan di Tengah Pandemi

Tidak terasa Ramadan sudah di penghujung bulan. Idul Fitri tinggal menghitung hari. Tahun ini ada pewarna dalam the atmosphere of Ramadan (suasana Ramadan). Pewarna Ramadan tahun ini adalah adanya pendemi Covid-19. Covid-19 di tengah Ramadan mengajarkan bangsa ini berjuang bukan hanya menahan nafsu tapi juga struggling to maintain health (berjuang menjaga kesehatan). Semoga dengan Ramadan dan adanya Covid-19 nafsu serta kesehatan teruji keadalannya. Idul Fitri bisa menjadi spirit bangsa dalam bangkit untuk meraih kemenagan mengendalikan hawa nafsu dan kemenangan melawan Covid-19.

Di penghujung Ramadan biasanya di negeri ini terjadi homecoming culture (budaya mudik), tahun ini homecoming culture dilarang demi kesehatan bersama. Homecoming culture tidak terealisasi jangan dibuat suatu beban yang menjadi problem. Homecoming culture itu kebiasaan baik tapi tidak menjadi suatu kewajiban, perlu digaris bawahi yang wajib itu baca syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji ketika sudah mampu, kelima kewajiban ini terwujud saja sudah membuat diri ini sangat bersyukur. Homecoming culture tahun ini ditahan dulu, terpenting saat ini adalah berjuang melawan Covid-19 demi kemaslahatan bersama.

Diri yang telah ditempa selama Ramadan semoga di hari yang fitri benar-benar bersih dari dosa. Di hari yang fitri saatnya lembaran baru diisi dengan goresan-goresan kebaikan. Noda-noda yang sudah terjadi cukup jadi pelajaran menuju blessed life (hidup berkah). Blessed life bisa ditempuh dengan menempatkan diri pada jalur yang benar. Intinya diri ini dituntun untuk mengerti tujuan hidup supaya tahu bahwa setelah kehidupan yang fana ini ada kehidupan yang lebih kekal.

“Sesungguhnya syaitan itu bergerak mengikuti aliran darah, maka persempitlah jalan syaitan dengan lapar dan dahaga” (HR. Mutafaq ‘Alaih). Hadist ini menunjukkan pentingnya puasa sebagai pengendali nafsu. Perlu ditekankan nafsu itu tidak perlu dimatikan tetapi cukup diarahkan!. Nafsu jangan dimaknai negatif saja soalnya nafsu juga ada yang positif. Nafsu apa yang positif?.

Baca Juga : Lebaran Virtual dan Spirit Kemenangan Melawan Pandemi

Kategori nafsu yang positif, contoh; nafsu makan demi bertahan hidup dan nafsu ketertarikan kepada lawan jenis demi keturunan. Kedua nafsu ini adalah wujud human nature (fitrah alami manusia). Maka, dengan puasa kedua nafsu ini bisa dilatih supaya mempunyai rasa kepedulian pada sesama. Lapar dan hausnya orang puasa akan menjadikan diri ini gemar berbagi, sebab dengan puasa seseorang merasakan bagaimana sakitnya menahan lapar dan dahaga. Begitupun dengan menahan nafsu bersetubuh bagi suami-istri juga melatih kepedulian terhadap nasib pada kaum jomblo. Para kaum jomblo juga perlu dibantu untuk menemukan pujaan hati supaya bisa melakukan ibadah nikah.

Ada cerita hikayat  dalam Kitab Durratun Nasihin yang disarikan dari halaman 13 tentang penciptaan nafsu, kisahnya seperti ini. Alkisah sebelum Allah SWT menciptakan akal dan nafsu yang hendak diletakkan dalam diri Adam AS. terlebih dahulu Allah menguji keduanya agar kelak dikemudian hari Adam AS. dan anak cucunya tahu fungsi dari keduanya, cara menggunakan dan menaklukkan keduanya.

Saat Allah menciptakan akal, Allah bertanya kepada akal.

Siapakah kamu, siapakah Aku?”

Saya hamba, Engkau Tuhan” jawab akal.

Kemudian Allah memerintahkankan akal agar maju ke depan dan mundur ke belakang. Akal mematuhi perintah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa akal begitu taat kepada Allah.

Wahai akal, sesungguhnya Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia ketimbang dirimu” puji Allah terhadap akal.

Setelah itu Allah menciptakan nafsu. Ketika Allah bertanya kepada nafsu.

Hai nafsu, siapa engkau, siapa Aku?”

Nafsu menjawab dengan sikap membantah, “Engkau Engkau, aku aku.”

Karena itulah Allah murka kepadanya dan memberikan didikan kepada nafsu agar insaf. Allah memasukkan nafsu kedalam neraka Jahannam selama 100 tahun, ia dipukul dan dibakar hingga hangus menjadi arang. Kemudian setelah nafsu dikeluarkan dari neraka, Allah bertanya lagi kepadanya,

Hai nafsu, siapa engkau, siapa Aku?”.

Nafsu menjawab dengan sikap membantah, “Engkau Engkau, aku aku”.

Nafsu belum sadar akan penciptaannya, Allah perintahkan agar nafsu dipenjarakan selama 100 tahun dengan tidak diberi makan atau pun minum, keadaan nafsu saat itu benar-benar lemah karena lapar dan dahaga. Setelah genap 100 tahun Allah keluarkan nafsu dari ruang tahanan “lapar dan dahaga” Allah bertanya lagi kepadanya,

Siapa engkau, siapa Aku?”.

Setelah semua itu, barulah nafsu mengenal tuhannya, ia menjawab, “Engkau Tuhan, aku hamba”.

Ternyata untuk mengalahkan nafsu yang ada dalam diri manusia tidak perlu dibakar, dipukul melainkan dengan dikarantina dalam penjara lapar dan dahaga atau yang kemudian dikenal dengan nama puasa.

Setelah itu Allah memasukkan akal dan nafsu ke dalam diri Adam AS. dan saat Nabi Adam datang ke bumi, keturunan manusia bertambah banyak. Maka peranan nafsu dan akal tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemungkaran yang terjadi di atas muka bumi ini adalah dari nafsu, bukan dari akal.

Puasa dan pandemi Covid-19 bisa menjadi appetite control (pengendali nafsu). Puasa bisa menahan diri dari yang membatalkan dan Covid-19 untuk menahan diri dari penularan Covid-19. Sejatinya nafsu itu memang keinginan-keinginan. Setelah diri ini tahu bahwa keinginan itu tidak semestinya dituruti. Terpenting dalam hidup itu kebutuhan bukan keinginan, walapun kadangkala positive desires (keinginan positif) juga perlu diwujudkan. Momentum Ramadan di tengah Covid-19 kita jadikan appetite control. Appetite control yang terbentuk semoga menjadi formulasi cara hidup di tengah pandemi. Di hari yang fitri spirit kemenangan mengendalikan nafsu dan kemenangan melawan Covid-19 tetap digelorakan seperti semangat pada Ramadan. Setelah dua bulan bangsa ini dilanda bencana pandemi semoga rakyatnya mampu bertahan, di temukan vaksin Covid-19 dan terbentuknya formulasi pencengahannya yang paling efektif. Syukur-syukur dengan rahmat-Nya Covid-19 bisa dimusnahkan dari kehidupan manusia. Mari bersama kita kendalikan dan arahkan nafsu yang ada pada diri masing-masing di rel benefit of life (kemaslahatan hidup).

This post was last modified on 19 Mei 2020 4:27 PM

Voni Adita Ameliana

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago