Narasi

Membendung Hoax dengan Mendirikan Padepokan Ilmu dan Moral Digital di Dunia Maya

Zaman telah berubah.  Jika dulu orang ingin bertemu atau sekedar bercakap-cakap dengan orang lain harus menempuh jarak berkilo-kilo meter.  Begitu pula jika ingin mendapatkan informasi harus menunggu jadwal liputan berita di tv, radio atau koran. Sekarang sudah tidak perlu lagi. Hanya tinggal pencet dan klik smartphone maka semua akan beres.

Kecanggihan teknologi mempermudah kita dalam menjalin komunikasi dengan sesama dan mengakses informasi. Melalui smartphone orang juga dengan mudah mengetahui kondisi global. Informasi berseliweran dengan begitu cepatnya tanpa ada kontrol. Akibatnya infomasi asal-asalan dan abal-abal beredar.

Ini tidak baik bagi kesehatan mental generasi milenial.  Mengapa penulis menyebut generasi milenial? Sebab generasi milenial yang menguasai penggunaan medsos dan dunia maya.  Berbeda dengan generasi old yang cenderung sibuk dalam dunia nyata. Jadi mereka harus diselamatkan dari kubangan informasi yang berisi hoax, provokatif, adu domba dan informasi menyesatkan.

Melalui pendidikan harusnya dapat menangkal liarnya dunia maya. Sebab di sekolah diajarkan Ilmu-ilmu dan nilai-nilai moral serta etika yang tentu sangat berguna dalam kehidupan.  Karakter yang kuat sangat penting untuk mengarungi dimensi kehidupan yang amat kompkeks.

Tetapi, ternyata karakter yang kuat dalam dunia nyata saja tidak cukup . Kompleksitas dunia maya dan media sosial harusnya menjadi acuan karakter seorang pula. Terbukti banyak orang yang berpendidikan dan berkarakter di dunia nyata, justru gagap saat memasuki dunia maya dan medsos.  Karena dunia maya sangat bebas.  Saking bebasnya berbagai macam konten dan informasi pun tersedia.  Ada wacana dan narasi yang berisi ke kiri-kirian,  fundamentalis,  ekstrimis, liberal hingga yang paling moderat. Pertarungan bacaan dan ideologi dipertaruhkan.  Ada juga konten yang berisi periklanan, kepentingan politik praktis, hingga pornografi.  Sederhananya dunia maya sangat rentan di gunakan untuk tindakan kejahatan.

Jhon Suller Martin (2013) menyebutkan adanya enam hal yang mengubah perilaku pengguna internet. Yaitu, disassosiative anonymity (anda tidak tahu saya), invisibility (anda tidak bisa melihat), asynchronicity (urusan nanti saja), solipsistic introjection (semua ada di kepala, tidak ada orang lain), dissosiative imagination (bukan dunia nyata, hanya permainan), dan minimalizing authority (tidak ada otoritas lebih, semua setara).

Maka tidak heran jika orang bebas  menyebarkan berita hoax, memprovokasi dan melakukan tindakan kriminal di medsos.  Mereka menyangka tidak ada orang yang melihat dan mengawasi. Semua terjadi seolah-olah tidak nyata.  Karena tidak bebekas sekali ketika beralih ke dunia nyata.

Membangun Padepokan di Medsos dan Dunia Maya

Oleh sebab itu,  para pakar keilmuan baik lembaga pendidikan formal dan norn formal (seperti pesantren) tidak boleh hanya aktif mendidik dalam dunia nyata saja.  Zaman yang telah berubah.  Mereka sebagai garda pertama penjaga kewarasan mental generasi bangsa harus bekerja lebih.  Mendirikan sekolah-sekolah dan padepokan ilmu serta moral digital di dunia maya amatlah penting. Paling tidak membuat narasi-narasi yang mengajak pembaca -dalam artian generasi milenial- untuk berpikir jernih.

Para kiai jaman dulu mendirikan puluhan ribu madrasah dan pesantren untuk mendidik masyarakat dengan ajaran Islam yang tawassuthiah sehingga yang lahir umat yang tak punya perspektif kebencian dan permusuhan. Jika ingin umat masa depan tetap berdiri di atas prinsip tawassuth yang moderat, damai dan toleran, kiai jaman now saya rasa juga perlu mendirikan ribuan madrasah dan pesantren digital di Fesbuk, Youtube, Instagram dst. Karena di situlah generasi jaman now berkumpul, belajar dan menghabiskan waktunya. (Savic Ali: 2017)

Beranjak dari sinilah pembangunan narasi-narasi dan  padepokan ilmu (serta moral) digital yang berorientasi pada sosial, budaya, politik dan ekonomi (di medsos dan dunia maya) menjadi penting.  PR bagi tenaga pendidik untuk membuat narasi tandingan yang bersifat moderat, toleran, sesuai pancasila,  dan mengandung kecintaan terhadap NKRI. Hal ini untuk membangunkan kembali wacana yang berintegritas dan daya kritis masyarakat khususnya generasi milenial melalui medsos dan dunia maya.

Seyogyanya budaya literasi dan nalar kritis kita bangsa Indonesia sedang tertidur.  Itu terbukti berdasarkan studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Selain untuk menandingi eksistensi dari berita hoax serta konten-konten lainnya yang bermuatan negatif, pembuatan padepokan ilmu atau penulisan narasi secara masal oleh tenaga pendidik tentu akan meningkatkan gairah generasi milenial dalam budaya literasi. Sebab generasi milenial banyak menghabiskan waktu dan hidupnya di medsos atau dunia maya.

This post was last modified on 12 Januari 2018 2:12 PM

Ahmad Solkan

penulis saat ini sedang kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Aktif di LPM Paradigma UIN Sunan Kalijaga.

Recent Posts

Pesan Damai yang Dirawat Pasca Kunjungan Paus Fransiskus

Dalam era di mana keberagaman sering kali menjadi sumber ketegangan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia…

8 jam ago

Sebuah Kajian Teks Al-Qur’an: Mengapa Indonesia yang Mayoritas Muslim Selalu Jadi Perhatian Paus?

Pada Jum’at 6 September 2024, Paus Fransiskus resmi mengakhiri kunjungan apolistiknya di Indonesia. Setelah ini,…

8 jam ago

Ibrah Bersejarah di Balik Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

September 2024 mungkin layak dikenang sebagai bulan cukup bersejarah tahun ini. Ya, Paus Fransiskus datang…

8 jam ago

Pemetaan Narasi Azan Menjadi Running Text : dari Islamofobia, Penistaan Islam hingga Negara Kafir

Pagi ini, Kamis, 5 September 2024, muncul broadcast dengan mengatasnamakan Gerakan Mematikan TV dari Pukul…

1 hari ago

Deklarasi Istiqlal: Komitmen Paus Fransiskus dan Indonesia Cegah Dehumanisasi dan Eksploitasi Agama

Pada Kamis (5/9/2024) Masjid Istiqlal Jakarta menjadi saksi dialog lintas agama. Momen ini ditandai dengan…

1 hari ago

Refleksi Kesuksesan Kunjungan Bersejarah Paus Fransiskus di Indonesia : Bukti Indonesia Miniatur Dunia yang Multikultural

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi momen bersejarah yang menandai komitmen kuat Vatikan dalam membangun…

1 hari ago