Budaya

MEME HADIS CELANA CINGKRANG: MENCIPTAKAN BUDAYA TANDING

Perkembangan teknologi media sosial luar biasa pesat. Para pengguna dimanjakan oleh berbagai bentuk layanan yang sangat mudah dan murah meriah. Pengguna medsos dengan bebas saling berkirim gambar, bahkan gambar-gambarnya diedit dan diberikan kata-kata sedemikian rupa. Gambar yang disertai dengan kata-kata singkat ini yang dikemudian hari dikenal dengan istilah meme (baca: mim), satu kata yang awalnya berasal dari mimesis yang bermakna meniru.

Dalam bukunya The  Selfish Gene, Richard Dawkins menyebutkan bahwa meme merupakan satu “unit imitasi dan transmisi budaya dalam gen,” satu sudut pandang biologi yang kemudian dibawa dalam ranah budaya yang selanjutnya dikenal dengan meme culture. Dunia medsos merupakan satu ruang subur, efektif dan efisien bagi berkembangnya meme.  Karena efektif, maka fasilitas pembuat mesin meme pun bertebaran bak kacang goreng di www.play.google.com (playstore).

Meme yang awalnya menjadi satu bentuk ekspresi melalui gambar, baik komentar, imitasi, parodi, ternyata saat ini memilki pengaruh yang sangat luas dalam masyarakat.  Tak jarang pula ia dipakai sebagai satu bentuk penyebaran ideologi tertentu, salah satunya ideologi fundamentalisme.

Salah satu contoh yang saya perhatikan adalah penyebaran ajaran bercelana cingkrang bagi laki-laki. Para pendukung kelompok faham celana cingkrang ini sangat sistematis dalam memback up ajaran yang berasal dari hadis Rasulullah.

Dalam satu kesempatan Beliau SAW bersabda:  Mughirah bin Syu’bah RA., pun bertutur: “Aku melihat Rasulullah SAW mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata, ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau melakukan isbal (menjulurkan pakaian melebihi matakaki). Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang melakukan itu.”(HR. Ibnu Majah) kemudian hadis,

Dari Abu Hurairah RA., berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” Kainnya seorang mu’min sampai otot betisnya, kemudian ke tengah betisnya kemudian sampai ke kedua mata kakinya, dan yang di bawahnya (di bawah mata kaki) maka dia di neraka.”

Dari hadis-hadis ini kemudian bertebaranlah meme berikut:

Terdapat banyak meme seperti ini di dunia maya yang dengan bebas diunduh, didownload lalu diupload di jejaring sosial yang lain. Meme seperti ini bertebaran bebas dan para  penggunanya ada yang mengetawakannya, ada mencerapnya, ada pula yang kemudian menjadi bimbang karena ia ber isbal (menjulurkan kain hingga ke bawah mata kaki) seperti yang dipakai para lelaki umumnya.

Zaman terus bergerak, tak terasa, postingan-postingan yang berasal dari hadis nabi ini mulai banyak pengikutnya. Sabda nabi itu menjadi struktur (ajaran) yang melahirkan struktur (ajaran) lain, sehingga lahirlah fashion celana cingkrang. Orang yang bercelana di bawah mata kaki pun mulai terpengaruh oleh struktur tersebut.

                       

Meme seperti ini sangat mendominasi sehingga perlahan-lahan memengaruhi cara berpikir umat Islam laki-laki Indonesia dalam bercelana. Tidak berhenti disitu saja,  artis-artis muslim pun juga mulai terpengaruh oleh ajaran ini. Mengapa, karena sabda Rasulullah ini menjadi satu sabda yang menjadi alat pemaksa laki-laki untuk bercingkrang ria dengan ancaman neraka, umat Islam mana yang tidak takut dengan ancaman seperti ini.

Tak pelak hal ini memengaruhi para generasi saat ini, terutama generasi gadget yang banyak belajar media Islam online. Hadis-hadis di atas seolah-oleh sudah menjadi satu-satunya kebenaran. Anehnya, sebenarnya banyak hadis lain yang berbicara masalah isbal ini secara logis dan masuk akal, tapi yang dipakai dalam meme-meme di atas adalah hadis yang tanpa didasari alasan mengapa Rasulullah mengharamkan isbal.

 

Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda: Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dalam shalatnya karena angkuh/sombong maka orang itu tidaklah menuju Allah dan juga tidak menjalankan kewajiban-Nya.”(HR. Abu Dawud)

Dalam kesempatan lain di Kitab Shahih Bukhori Dari Abdullah bin Umar RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah karena sombong, maka Allah SWT tidak akan melihatnya (memperdulikannya) pada hari kiamat” Kemudian sahabat Abu Bakar bertanya, sesungguhnya bajuku panjang namun aku sudah terbiasa dengan model seperti itu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong”(Shahih a-l-Bukhari, 3392).

Dua hadis terakhir ini seharusnya yang dimunculkan di dunia sosial media, namun mengapa hadis-hadis yang lain yang muncul. Atau dalam konteks meme, maka kita akan menemukan hanya meme di bawah ini  di media sosial,

Pesan Rasulullah melalui dua hadis di atas jauh lebih masuk akal, dan yang lebih penting sudah sesuai dengan gaya berpakaian orang Indonesia saat ini. Lalu bagaimana caranya untuk mengimbangi posting meme yang telah beredar? maka tidak boleh tidak kita harus secara regular dan istiqomah membuat meme yang lebih logis, dengan landasan sunnah yang juga logis, serta sesuai dengan kekinian dimana kita hidup!  (Baca pula tulisan saya edukasi anti radikalisme di dunia maya).

Bila kita mencoba mencari gambar ini di google, maka kita tidak akan menemukan meme dari rohis tersebut, apalagi di ranking O pertama google, mustahil Anda menemukannya! Sampai di sini, kita harus segera tersadar bahwa meme merupakan satu media efektif untuk menyebarkan satu ideologi tertentu, baik itu tekstualisme, fundamentalisme, kontekstualisme, moderatisme, dan isme-isme lain.

Jika saya, Anda, dan kita semua ingin ideologi fundamentalisme dan tekstualisme agama ini tidak tersebar secara massif, maka kita harus segera bertindak untuk mengimbangi gerakan-gerakan tekstualisme di dunia maya dengan secara tekun, telaten, dan istiqomah membuat meme dan postingan ajaran agama yang betul-betul berorientasi rahmatan lil aalamiin, moderatisme, dan  yang  sesuai dengan langkah serta laju zaman dimana kita berpijak. Wallahu a’lam

This post was last modified on 28 Juli 2016 8:10 AM

Saifuddin Zuhri Qudsy

Staf Pengajar Prodi Ilmu Hadis, Fak. Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Share
Published by
Saifuddin Zuhri Qudsy

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

5 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

5 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

5 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

5 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago