Narasi

Menanggulangi Pengaruh Narasi Konflik Global dengan Menguatkan Solidaritas Nasional

Konflik Suriah yang berlangsung selama lebih dari satu dekade telah menjadi salah satu peristiwa geopolitik yang paling mencolok dalam sejarah modern. Selain menimbulkan kerusakan fisik dan kemanusiaan yang sangat besar, konflik ini juga menginspirasi narasi global tentang “perjuangan agama”, yang kadang disalahartikan dan dipolitisasi oleh kelompok-kelompok radikal. Di Indonesia, narasi ini tidak hanya mempengaruhi persepsi terhadap konflik Suriah, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan ketegangan sosial dan politis di dalam negeri. Akibatnya, narasi ini berpotensi memperburuk polarisasi antarumat beragama dan memperburuk kondisi sosial di Indonesia.

Konflik yang dimulai pada 2011 ini tidak hanya menjadi perjuangan antar kelompok yang bertikai di Suriah, namun juga dimanfaatkan oleh berbagai pihak dengan agenda internasional. Kelompok seperti ISIS, yang awalnya muncul di Irak dan Suriah, menggambarkan pertempuran ini sebagai jihad untuk menegakkan syariat Islam. Mereka menyebarkan ideologi yang mengedepankan kekerasan dan radikalisasi, berusaha meyakinkan umat Islam di seluruh dunia bahwa perjuangan mereka adalah bagian dari misi agama yang lebih besar.

Namun, sebagian besar masyarakat internasional dan bahkan banyak kelompok Islam sendiri, menganggap bahwa narasi ini sangat menyimpang dari esensi ajaran Islam yang sebenarnya. Banyak ulama dan cendekiawan Muslim menegaskan bahwa Suriah bukanlah “perjuangan agama” dalam arti yang sesungguhnya, melainkan akibat dari kompleksitas politik, etnis, dan geo-strategis yang telah berlangsung lama. Keterlibatan kekuatan asing, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara di kawasan Timur Tengah, memperburuk ketegangan yang ada, menjadikannya lebih sebagai konflik geopolitik daripada sekadar perseteruan agama.

Narasi tentang Suriah yang diatasnamakan “perjuangan agama” kemudian diserap oleh sebagian kelompok di Indonesia, yang melihatnya sebagai pembenaran untuk menentang sistem negara yang ada. Mereka menggambarkan Indonesia sebagai negara sekuler yang “menindas” umat Islam, dan menyarankan bahwa khilafah adalah solusi yang lebih baik. Gerakan-gerakan semacam ini seringkali menyebarkan pandangan yang menyalahpahami nilai-nilai Pancasila, yang justru menekankan pada keberagaman dan kerukunan antarumat beragama.

Pada saat yang sama, ketegangan internasional yang berasal dari konflik di Suriah juga berimplikasi pada kondisi sosial di Indonesia. Ketidakstabilan politik dan ekonomi global, yang dipicu oleh ketegangan Timur Tengah, semakin memperburuk polarisasi di dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari berbagai insiden intoleransi yang muncul belakangan ini.

Salah satu insiden yang baru-baru ini viral di Indonesia mencerminkan dampak dari ketegangan global terhadap dinamika sosial dalam negeri. Dimana seorang nenek baru-baru ini mendapat perhatian besar setelah mengenakan kaos dengan gambar bendera Israel di tempat umum, yang memicu protes keras dari sejumlah pihak. Ketika ditegur, dia justru menyebut nama Anies Baswedan, yang menjadi tokoh politik yang cukup sering dikaitkan dengan pandangan kritis terhadap kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia terkait Israel.

Berita ini, yang viral di media sosial pada 17 Desember 2024, memperlihatkan bagaimana isu internasional seperti hubungan Indonesia dengan Israel dapat dimanfaatkan untuk menciptakan ketegangan domestik. Meski masalah utama dalam kasus ini adalah penggunaan simbol yang kontroversial, narasi yang berkembang kemudian melibatkan tokoh politik untuk mempolitisasi situasi ini, memperburuk polarisasi politik dan sosial di Indonesia. Ketegangan terkait Israel ini mengingatkan kita pada bagaimana ideologi global dan konflik internasional sering kali dibawa ke dalam diskursus lokal yang, meskipun berbeda konteks, memanipulasi isu agama dan nasionalisme untuk tujuan tertentu.

Tantangan yang muncul akibat narasi eksternal, baik terkait konflik Suriah maupun ketegangan internasional seperti isu Israel, memerlukan respons yang bijaksana dan moderat dari pemerintah dan masyarakat. Dalam menghadapi fenomena semacam ini, penting bagi negara untuk terus mengedukasi masyarakat tentang arti penting keberagaman dan moderasi beragama. Indonesia harus menunjukkan bahwa bangsa ini mampu menghadapi tantangan global tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar Pancasila.

Selain itu, perlu ada upaya lebih lanjut untuk menanggulangi propaganda yang berusaha mengaburkan pemahaman agama dengan agenda politik tertentu. Sebagai contoh, ulama dan tokoh agama Indonesia harus terus mengedepankan pesan damai dan moderasi dalam beragama, mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian dan persaudaraan antarumat manusia, bukan kekerasan dan polarisasi.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia perlu memperkuat kebijakan yang mendukung keberagaman dan persatuan. Program-program yang mengedepankan pendidikan toleransi dan literasi media harus menjadi prioritas, untuk melawan narasi-narasi destruktif yang mengancam integritas sosial dan politik negara.

Narasi global yang dipicu oleh konflik-konflik di Timur Tengah, seperti yang terjadi di Suriah, memang memiliki dampak jauh di luar kawasan tersebut. Namun, Indonesia sebagai negara yang berlandaskan pada Pancasila, harus terus memperkuat semangat kebhinekaan dan moderasi beragama. Masyarakat, pemerintah, dan tokoh agama harus bekerja sama untuk memastikan bahwa narasi radikal tidak menyusup ke dalam kehidupan sosial kita.

Dengan memperkuat solidaritas nasional dan terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keberagaman, Indonesia dapat melawan hegemoni narasi destruktif yang berpotensi merusak persatuan. Sebagai bangsa yang pluralistik, Indonesia memiliki modal sosial yang kuat untuk menjaga kedamaian dan menghindari polarisasi yang disebabkan oleh manipulasi ideologi global.

 

This post was last modified on 5 Januari 2025 10:18 AM

Rufi Taurisia

Recent Posts

Tantangan 2025 : Mewaspadai Manipulasi Informasi Terkait Geopolitik di Timur Tengah

Tantangan Indonesia di tahun 2025, semakin berat. Masifnya teknologi informasi dan komunikasi di era digital…

3 hari ago

Membaca Peluang dan Tantangan Penanggulangan Terorisme di Tahun 2025

Sepanjang tahun 2024, aksi terorisme di tanah air dapat dikatakan berada pada level yang relatif…

3 hari ago

Optimisme 2025 dan Tantangan Mempertahankan Status Zero Attack

Memasuki tahun 2025, Indonesia patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih selama dua tahun terakhir…

4 hari ago

Resolusi 2025, Belajar Mencintai secara Kaffah ala Erich Fromm

Namun sudahkah manusia memahami perihal mencintai dengan baik? Bagaimana jika sesuatu itu tidak indah, apakah…

4 hari ago

Kemuliaan 2025 untuk Hijrah: Dari Kekhawatiran Iman, Menuju Kemantapan Iman dalam Merawat Keberagaman

Tahun baru yang jatuh pada Rabu (1/1/2025) bertepatan dengan bulan yang sangat dimuliakan oleh Allah…

4 hari ago

Refleksi Akhir Tahun : Tantangan Ideologi Kekerasan dan Radikalisme di Era Digital

Tahun 2024 menorehkan berbagai peristiwa yang menuntut refleksi mendalam, khususnya terkait dengan harmoni antarumat beragama.…

6 hari ago