Peradaban

Mencermati Dampak Arab Spring

Arab Spring yang muncul tahun 2011 dan pengaruhnya masih dapat disaksikan sampai saat ini khususnya di Suriah, Yaman, Libya dan Irak hanya dimulai dari persoalan dan demo-demo kecil dari kalangan masyarakat yang kemudian berhasil menjatuhkan pemerintahan yang telah berkuasa sekian tahun di beberapa negara Arab. Tidak satupun yang menyangka bahwa hanya dengan persoalan kecil itu telah mampu meruntuhkan beberapa pemerintahan di negara Arab khususnya negara-negara Afrika Utara.

Media sosial ternyata menjadi alat utama yang dikendalikan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam memobilisasi setiap demo dengan menentukan waktu-waktu yang dianggap sesuai dan bisa dihadiri oleh semua elemen yang akan ikut dalam dalam demo tersebut. Bahkan mereka dengan cermat dapat menentukan jumlah-jumlah pendemo di setiap daerah yang akan digerakkan oleh mereka. Medsos kemudian menjadi sasaran pemerintah sehingga selama proses people uprising di beberapa negara Timur Tengah harus diblokir karena dianggap telah dijadikan alat untuk memprovokasi dan menggerakkan massa melawan pemerintah.

People uprising yang dimulai dari Tunis yang awalnya murni sebagai gerakan rakyat dan dengan tujuan yang baik untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil. Namun dalam prosesnya ditunggangi oleh oposisi pemerintah yang selama ini tidak mampu melakukan perubahan politik. Kelompok ini lalu memanfaatkan situasi itu secara cerdas dengan membuat berbagai propaganda di berbagai medsos yang menyudutkan pemerintah dan membangkitkan semangat rakyat melawan pemerintahan yang dianggap diktator. Hal serupa terjadi di Mesir, Libya, Suriah, Yaman dan negara-negara lainnya yang awalnya murni perjuangan rakyat kecil namun kemudian  ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu yang memang telah menyimpan rasa benci dan ketidaksenangan terhadap pemerintah. Kelompok-kelompok Islam Politik ikut bermain di tengah situasi yang tidak menentu. Akibatnya negara-negara tersebut harus menghadapi kenyataan. Presiden Tunisia diam-diam meninggalkan negaranya disaat rakyatnya demo, Presiden Mesir mengundurkan diri setelah melihat demo sudah tidak bisa diatasi dan mulai menimbulkan korban jiwa. Demikian pula Yaman harus menyerahkan kekuasaan secara damai. Suriah yang masih bertahan kini menghadapi masalah besar yang tidak kunjung selesai.

Fenomena yang terjadi di Timur Tengah itu dapat disaksikan di negeri kita sendiri akhir-akhir ini. Demo 411 yang mengatasnamakan umat Islam yang ingin membela Islam tidak menutup kemungkinan dikemudian hari akan menimbulkan gejolak yang luar biasa jika demo tersebut terus berlanjut. Hal serupa juga akan sama dengan di Timur-Tengah. Kelompok-kelompok tertentu akan memanfaatkan situasi tersebut dan akan memainkan kondisi ini secara masif di dunia maya untuk mempengaruhi dan mengajak semua elemen untuk turut berdemo atas nama membela Islam. Jika hal tersebut terjadi maka people uprising sebagaimana yang terjadi di timur tengah juga mengancam negeri ini dan tujuannya sudah tidak lagi  seperti semula.

Kelompok-kelompok radikal dan kelompok lainnya yang memang memiliki agenda terselubung terhadap negara ini tentu menilai situasi ini sebagai peluang besar yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuannya dan kini mereka harus memainkan berbagai cara di dunia maya untuk membentuk publik opini sehingga masyarakat mudah terprovokasi dan secara tidak langsung mereka dapat menguasai situasi secara menyeluruh termasuk membangun ideologi-ideologinya di tengah-tengah masyarakat yang dampaknya tidak dapat dibayangkan jika itu terjadi.

Kalau memperhatikan kondisi di Libya sebelum people uprising bahkan juga Mesir dan beberapa negara Arab lainnya justru kehidupan rakyatnya jauh lebih baik dibanding sekarang. Libya misalnya kehidupan rakyatnya cukup  sejahtera dan apapun yang diinginkan oleh mereka semua dipenuhi oleh pemerintah termasuk kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Libya selama ini tampil sama dengan negara-negara kaya Arab lainnya. Tapi apa yang terjadi sekarang, kehidupan mereka berbalik 100 % dari sebelumnya. Kini mereka harus menjadi imigran ke negara-negara tetangganya  mencari kehidupan yang lebih baik. Demikian pula warga Suriah yang harus menjadi pengungsi di beberapa negara tetangganya.

Apa yang mereka harapkan melalui people uprising justru sebaliknya dan tentu masyarakat Indonesia yang telah merasakan kehidupan demokrasi beberapa tahun terakhir ini semestinya dipertahankan sehingga semua elemen dapat membangun bangsa ini secara bersama.

This post was last modified on 12 November 2016 9:33 AM

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Share
Published by
Suaib Tahir

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

6 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

6 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago