Narasi

Meneladani Perjuangan Gus Dur Menanamkan Kerukunan dalam Perbedaan

Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gusdur merupakan tokoh yang sudah  tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ia mengabdikan hidupnya demi kemajuan bangsa. Bahkan  kiprahnya terhadap kemanusiaan, sosial, politik, bukan hal baru lagi untuk di dengar.  Dengan kehidupan dan pemikiranya, Beliau di sebuat sebagai bapak Pluralisme oleh dunia khusunya negara tercinta Indonesia.

Orang yang terlahir sebagai keturunan kiai ini, adalah salah satu tokoh terbaik yang pernah dimiliki indonesia. Dimana dirinya senantiasa membela kebenaran untuk masyarakat yang mendapatkan perlakuan diskrimatif. Seperti pembelaan yang dilakukan untuk orang tionghoa, sikap welas asih dan rendah hati meskipun menjadi presiden, sampai dengan memperjuangkan tanah Indonesia tetap utuh, yang pernah di porakporandakan dengan kerusuhan 1998.

Ini menujukkan bahwa, wujud dari terciptanya kerukunan tidak harus memandang drajat, suku, ataupun etnisnya. Sejarah juga membuktikan, bahwa nama gus dur sampai sekarang sudah menjadi tokoh yang fenomrnal yang dimiliki Indonesia. Gus dur mampu mengispirasi masyarakat untuk menyuarakan arti penting persaudaraan di Indonesia. Bagaimana menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia.

Baca juga : Bersaudara dalam Bineka, Potret Kultur Kebangsaan Indonesia

Gus dur memang sudah meninggal (Alm), tapi pemikiran dan ide-ide briliannya tidak akan mati. Pemikiran gus dur adalah suatu peninggalan yang harus di jaga dan di lestarikan hingga ke penjuru dunia. Sebab, pemikiran yang beliau keluarkan senatiasa menawarkan bagaiman menjadi orang yang bijaksana dalam memperjuangkan kebersamaan dan keutuhan NKRI.

Sejalan dengan itu, Gus dur juga mengajarkan pada kita  bagaimana menghargai perbedaan dan bagaimana kita menghadapi perbedaan itu. Pemikirannya tentang islam yang plural menjadi sebuah makna akan kemampuan gus dur dalam menangkap problematika sosial. Bahkan, banyak masyarakat yang beranggapan gus dur mahkluk yang diutus Tuhan ke indonesia untuk memberi kita pelajaran betapa pentingnya bersikap baik dan toleran terhadap semua perbedaan yang ada.

Pemahaman yang demikianlah yang harusnya di kembangkan bagi pemuda-pemuda yang ada di Indonesia. Bagaimana masyarakat mengajarkan pentingnya menjadi orang yang bisa memanusiakan manusia. Menjaga keutuhan bangsa adalah tugas bersama, maka  sudah seharusnya kita berpegang teguh untuk saling menguatkan. Agar Indonesia ini tetap damai dengan berbagai perbedaannya.

Hidup adalah perubahan.  Maka, pelajarilah perubahan itu dari kehidupan sebelumnya. Dengan begitu seseorang akan mengerti betapa pentinganya hidup dalam lingkungan yang banyan perbedaannya. Belajar dari tokoh pluralisme ini, seseorang akan menemukan sisi lain dari bapak bangsa yang fenomena. Dan sudah seharusnya tokoh ini dijadikan teladan atau guru untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Berkiblat pada Perdamaian yang Diajarkan Gus Dur

Sejatinya manusia memang tidak bisa dipisahkan dengan sebuah rutinitas dalam mengingat Tuhan. Namun dalam sebuah kehidupan yang penuh dengan dilematis sekarang ini, kita juga tidak bisa mengesampingkan kepentingan sosial dan politik. Bisa dikatakan ibadah yang kita lakukan tidak akan sempurna, tanpa adanya suatu relasi dengan kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, penting bagi seseorang untuk mengerti bagaimana mengenal Tuhan lebih dekat. Seperti yang tercantum dalam buku Tuhan tidak Perlu Dibela. Yang di dalamnya berisi tentang esai-esai Gus Dur yang sudah dipublikasikan di majalah tempo dalam kurun waktu 1970-an sampai dengan 1980-an. Di dalamnya mengatakan, Tuhan bisa menjadi kita, tapi kita tidak bisa menjadi Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki kewenangan yang lebih dibanding dengan manusia.

Kewarasan inilah yang seharusnya terjaga dalam diri setiap manusia. Bahwasanya kita sebagai manusia tidak bisa menyalahkan dan membenarkan dengan mengatasnamakan kebenarannya sendiri. Karena setiap yang bernafas memiliki jalan kemanusiaan untuk menuju kebaikan yang hakiki. Yaitu kebaikan yang bersumber dari hati yang kemudian akan tersirat oleh sebuah tindakan, interaksi kepada orang lain.

Inilah salah satu alasan mengapa manusia dianjurkan untuk mengedepankan nilai menghargai serta toleran terhadap sesama. Karena  kebenaran hanya milik Tuhan dan manusia hanya bagaimana menjadi manusia yang menyebarkan kebenaran tersebut. Dari situ, alangkah baiknya apabila kita saling berbagai terhadap sesama, mengedepankan sikap tolong menolong dan mencintai sesama manusia. Karena ketenangan itu bukan bagaimana kita bisa menang dan melihat orang lain kalah dalam sebuah permainan kehidupan. Tapi hidup akan terasa enak, tenteram dan damai apabila seseorang bisa memberi, saling mengasihi dan saling menyayangi.

 

This post was last modified on 13 Maret 2019 2:34 PM

Sudiyantoro

Penulis adalah Penikmat Buku dan Pegiat Literasi Asli Rembang

View Comments

Recent Posts

Agama Sumbu Pendek; Habitus Keagamaan yang Harus Diperangi!

Indonesia dikenal sebagai negara religius. Mayoritas penduduknya mengaku beragama dan menjalankan ajaran agama dalam kehidupan…

2 hari ago

Evaluasi Kebebasan Beragama di Indonesia 2025

Kebijakan presiden Joko Widodo dalam memerangi aksi ekstremisme dan ideologi radikal terorisme pada 2020 pernah…

2 hari ago

Jangan Membenturkan Kesadaran Nasional dengan Kesadaran Beragama

Dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, narasi yang mencoba membenturkan antara kesadaran nasional dan kesadaran…

2 hari ago

Dialektika dan Titik Temu Nasionalisme dan Ukhuwah

Indonesia, sebuah panggung peradaban yang tak henti menyuguhkan lakon dialektis antara partikularitas dan universalitas, adalah…

2 hari ago

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

3 hari ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

3 hari ago