Narasi

Bersaudara dalam Bineka, Potret Kultur Kebangsaan Indonesia

Indonesia merupakan negara multikultural, tidak relevan kiranya memperdebatkan perbedaan di bumi nusantara ini. Memperdebatkan perbedaan dengan tujuan untuk mengklaim keunggulan pribadi atau golongan tentu seperti menolak takdir untuk hidup di negara yang bineka ini. Ironisnya masih saja ada pihak yang memanfaatkan perbedaan untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Hal tersebut tentu perlu menjadi perhatian bersama karena sangat berpotensi melemahkan integritas Bangsa.

Perbedaan yang merupakan fitrah manusia seringkali dipolitisasi sehingga sering terbentuk stigma bahwa yang berbeda dari yang semestinya – seringkali ditafsirkan sebagai mayoritas – ialah salah. Apabila propaganda yang demikian ini menjadi konsumsi publik, maka hal ini akan sangat mengkhawatirkan. Masyarakat di akar rumput akan sangat mudah menghakimi pihak-pihak yang dianggap berbeda dengan mereka, dan sangat mungkin mereka akan melakukan persekusi.

Sebuah kepastian tentunya apabila masyarakat di suatu Bangsa menghadapi perbedaan pendapat atau pandangan. Hal tersebut semestinya tidak menjadikan pihak yang berbeda pendapat berselisih, justru perbedaan tersebut yang harusnya lebih mempererat persaudaraan lantaran komunikasi yang lebih intensif. Menghormati pendapat yang berbeda ialah fondasi dari keberhasilan hidup di negara yang bineka, dan nilai-nilai tersebut sebenarnya sudah menjadi ajaran para leluhur Bangsa.

Baca juga : Merayakan Keragaman dan Perbedaan dalam Bingkai Bhineka Tuggal Ika

Para pendiri Bangsa memberikan teladan yang perlu dicontoh oleh seluruh masyarakat Indonesia saat ini. Mereka berbedat sengit untuk merumuskan kemaslahatan Bangsa, akan tetapi setelah menemui kesepakatan mereka bersama-sama dan bergotong-royong untuk melaksanakan dan mempertahankan kesepakatan tersebut tanpa tawar menawar. Potret yang demikian sudah pasti layak dijadikan contoh, terutama untuk menyikapi persoalan Bangsa belakangan ini.

Potret kehangatan bersaudara dengan pihak yang dianggap berbeda perlu disebarluaskan, hal tersebut akan memberikan dampak yang positif terhadap kebinekaan di Bangsa ini. Sejatinya kultur kebangsaan Indonesia ialah yang demikian, yaitu rukun dan bergandengan dengan seluruh elemen Bangsa tanpa menjadikan perbedaan sebagai kambing hitam. Kultur yang demikian ini sangat perlu untuk diwariskan kepada generasi penerus agar senantiasa dilanjutkan, bukan justru mewariskan kebencian terhadap pihak yang berbeda.

Segala dinamika yang terjadi di Bangsa ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk menguji solidaritas Bangsa ini. Sebagai contoh belakangan ini marak sekali oknum politisi yang hendak bertarung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) sering kali membawa unsur etnis, agama, atau elemen lain yang sfatnya sensitif ke ranah publik. Hal yang demikian tentu mengandung risiko, baik untuk oknum tersebut, untuk masyarakat, dan untuk Bangsa khususnya.

Sudah sekian lama Bangsa ini berdiri kokoh lantaran masyarakatnya bersaudara tanpa pandang bulu. Baru belakangan ini saja ada segelintir oknum hendak mengambil keuntungan perselisihan antarmasyarakat. Hal tersebut tentu bukan merupakan potret kebangsaan Indonesia. Fanatisme buta tanpa ilmu terhadap suatu paham dapat membawa sebagain orang terjerumus pada tindak-tindak yang tidak mencerminkan karakter bangsa.

Mengklaim serta mempromosikan yang bersumber dari satu golongan, lantas menyalahkan yang lain sangat rawan memecahbelah persatuan yang selama ini terjalin kuat. Namun masyarakat bisa dengan mudah terjerumus pada sikap yang demikian apabila tidak selektif terhadap informasi yang didapatinya. Pasalnya informasi yang berkembang di masyarakat seringkali merupakan informasi yang tidak melalui proses seleksi, sehingga masyarakt mudah sekali terprovokasi.

Perbedaan yang mewarnai Bangsa ini harus disikapi dengan arif dan perlu dirawat agar warnanya tidak memudar. Yaitu dengan menganggap bahwa perbedaan bukanlah satu hal yang patut diperdebatkan melainkan untuk disyukuri. Perbedaan harusnya semakin mendewasakan masyarakat mengenai pentingnya bersaudara dengan siapapun, tanpa memandang latarbelakang agama, suku, bahasa, dan elemen perbedaan lainnya. Bersaudara dalam bineka adalah karakter Bangsa, dan karakter tersebut harus disebarluaskan serta diwariskan kepada generasi muda penerus Bangsa.

This post was last modified on 13 Maret 2019 2:17 PM

Thoriq Tri Prabowo

Alumnus Magister Interdisciplinary Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

View Comments

Recent Posts

Agama Sumbu Pendek; Habitus Keagamaan yang Harus Diperangi!

Indonesia dikenal sebagai negara religius. Mayoritas penduduknya mengaku beragama dan menjalankan ajaran agama dalam kehidupan…

3 hari ago

Evaluasi Kebebasan Beragama di Indonesia 2025

Kebijakan presiden Joko Widodo dalam memerangi aksi ekstremisme dan ideologi radikal terorisme pada 2020 pernah…

3 hari ago

Jangan Membenturkan Kesadaran Nasional dengan Kesadaran Beragama

Dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, narasi yang mencoba membenturkan antara kesadaran nasional dan kesadaran…

3 hari ago

Dialektika dan Titik Temu Nasionalisme dan Ukhuwah

Indonesia, sebuah panggung peradaban yang tak henti menyuguhkan lakon dialektis antara partikularitas dan universalitas, adalah…

3 hari ago

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

4 hari ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

4 hari ago