Narasi

Mengembalikan Makna Amaliyah Sesuai Perspektif Islam-Ahlussunah

Kelompok teroris kerap menggunakan istilah amaliyah untuk menyebut aksi teror dan kekerasan yang mereka lakukan. Hal ini dilakukan karena setidaknya dua alasan. Pertama, penggunaan istilah amaliyah untuk menyebut tindakan teror dan kekeraaan itu bertujuan akan membangun kesan atau persepsi bahwa tindakan yang mereka lakukan itu suci (sakral) dan ada kaitannya dengan ajaran agama (Islam).

Kedua, pemakaian istilah amaliyah bisa mendorong atau menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan serupa. Secara psikologis penggunaan istilah tertentu sangat penting untuk membangun identitas secara komunal. Dalam konteks keislaman, istilah-istilah seperti jihad, amaliyah, dan sejenisnya efektif untuk membangkitkan ghiroh umat dalam berjuang secara fisik.

Padahal, pemakaian istilah amaliyah untuk menyebut terorisme dan kekerasan jelas-jelas problematik. Tersebab, teror dan kekerasan sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam yang sesungguhnya. Di dalam Islam, peperangan atau kekerasan hanya boleh dilakukan dalam kondisi tertentu. Misalnya kondisi terdesak atau mempertahankan diri dari musuh. Teror dan kekerasan yang dilakukan secara acak (random) justru sangat dilarang di dalam Islam.

Di dalam Islam, bahkan berperang pun ada aturannya. Misalnya dilarang membunuh atau melukai anak-anak dan perempuan yang tidak terlibat langsung dalam perang. Bahkan menebang pohon selama peperangan tanpa alasan jelas pun dilarang oleh Islam. 

Lalu, apa makna Amaliyah di dalam Islam, khususnya dalam perspektif ahlussunah sebagai aliran paling mainstream di kalangan muslim? 

Secara sederhana, amaliyah dapat diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan keagamaan. Adapun yang termasuk dalam amaliyah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah (sholat, zakat, puasa, haji, dll), dan muamalah (relasi sosial, politik, kebudayaan).  

Secara epostemologis, amaliyah dalam perspektif ahlussunah terbagi atas dua hal, yakni Ushul dms furu’. Amaliyah Ushul yakni aktivitas keagamaan yang landasan atau sumbernya adalah ayat-ayat Alquran maupun hadist. Amaliyah Ushul ini meliputi pendalaman akidah dan pelaksanaan ibadah wajib atau sunnah. 

Sedangkan amaliyah furu’ selain bersumber dari Al-Qur’an dan hadist, juga mengacu pada pendapat para ulama (ijtima’) dan inovasi manusia (ijtihad). Yang termasuk dalam amaliyah furu’ dalam konteks ahlusuunnah wal jamaah antara lain adalah konsep tawasshul, tabarruk, membaca qunut ketika subuh, berdoa bagi orang meninggal, ziarah kubur, dan lain sebagainya. 

Meluruskan Kembali Makna Amaliyah

Jadi secara umum, kalangan Islam ahlussunah tidak mengenal istilah amaliyah yang ditafsirkan sebagai aksi teror atau kekerasan. Amaliyah dalam perspektif muslim ahlussunah sesuai ajaran para ulama terdahulu adalah kegiatan peribadatan atau relasi sosial yang didasari atas asas kemaslahatan (baik dan bermanfaat). Meski tidak ada dasar tekstualnya dalam Alquran dan hadist, selama itu tidak ada larangan dan bertujuan baik, maka bisa dikategorikan sebagai amaliyah. 

Sebaliknya, teror dan kekerasan jelas-jelas dilarang oleh Islam. Alquran Surat Alaraf ayat 56 secar eksplisit melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Selain ayat tersebut, banyak firmah Allah lainnya yang secara tegas melarang Allah berbuat kerusakan di muka bumi. Teror dan kekerasan adalah bentuk sikap destruktif yang dilarang oleh Islam. Lantas, mengapa kekerasan dan teror justru kerap disebut amaliyah oleh kaum ekstremis?

Tujuannya tidak lain adalah untuk menghadirkan nuansa keagamaan dalam aksi mereka. Teror dan kekerasan adalah murni kejahatan kemanusiaan luar biasa yang tidak diajarkan oleh agama mana pun. Menyebut aksi teror dengan istilah amaliyah justru merendahkan bahkan menistakan agama itu sendiri. 

Ironisnya, istilah amaliyah yang merujuk pada aksi teror ini kadung populer, tidak hanya di kalangan konservatif, namun juga kaum moderat. Belakangan, kalangan muslim moderat pun kerap memakai istilah amaliyah untuk menyebut aksi teror atau kekerasan atas nama agama.

Bahkan, media massa pun kerap secara tidak sengaja mengamplifikasi  istilah amaliyah dalam pemberitaan seputar terorisme. Salah kaprah yang demikian ini jelas harus diakhiri. Kita perlu mengembalikan istilah amaliyah ke makna aslinya, yakni ibadah mahdhah dan muamalah yang berorientasi pada kemaslahatan.

Kita juga perlu mendorong kesadaran publik, terutama kalangan muslim moderat dan media massa untuk tidak memakai istilah amaliyah untuk menggambarkan kejadian teror atau kekerasan. Teror atau kekerasan sudah selayaknya tidak disebut dengan istilah amaliyah. Tersebab, terorisme dan kekerasan bukanlah aktivitas ibadah atau muamalah yang membawa maslahat. Teror dan kekerasan adalah perbuatan mudarat yang hanya menimbulkan kerusakan dan kesengsaraan manusia.

This post was last modified on 13 Desember 2023 5:23 PM

Nurrochman

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

20 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

20 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

20 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago