Narasi

Menghalau Provokasi Belah Bambu

Potensi konflik dan keterpecahbelahan muncul akibat perbedaan. Hal tersebut akan terjadi jika pihak yang terlibat sama kuatnya secara emosi dan ego diri. Sedangkan akselerasi akan muncul dengan adanya provokasi dan adu domba di belakangnya. Pihak terkait justru sering tidak menyadari masuknya provokasi.

Provokasi dan adu domba sungguh keji. Pelakunya kadang hanya menyulut api emosi lantas pergi dari gelanggang. Lempar batu sembunyi tangan. Dampak dan kerugian tentu ada pada pihak-pihak yang tersulut dan terlibat konflik tersebut.

Bentuk provokasi sangat variatif, baik di dunia nyata maupun melalui dunia maya. Semua pihak mesti memahami dan memiliki pandangan sama akan pentingnya persatuan. Untuk itu provokasi mesti dilawan dengan benteng kuat di semua elemen.  

Kebhinnekaan merupakan keniscayaan yang menjadi keunggulan Bangsa Indonesia. Fakta ini tentu menjadi target empuk pihak-pihak tidak bertanggungjawab guna mencoba mengoyak kebhinnekaan tersebut. Upaya dapat berasal dari eksternal maupun internal.

Pelemahan kebhinnekaan diyakini menjadi kunci masuk memporakporandakan bangunan kebangsaan. Strategi penekanan dari luar justru memicu dan menguatkan kebhinnekaan karena adanya motivasi melawan musuh bersama. Untuk itu rekayasa pelemahan paling berbahaya justru datang dari dalam. Strateginya adalah melalui adu domba atau belah bambu.

Baca Juga : Provokasi Virtual dan Masa Depan Persatuan Bangsa

Belah mambu selama ini dikenal dalam dunia politik. Politik belah bambu secara sederhana dapat dimaknai sebagai taktik pecah belah. Aktifitas membelah bambu umumnya dilakukan dengan satu bagian atas diangkat dan bagian bawah diinjak. Semakin kuat bagian bawah diinjak dan semakin kuat bagian atas diangkat, makin cepat terjadi perpecahan.

Politik belah bambu menurut Wikipedia juga diadefinisikan sebagai strategi bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan.  Itulah yang dahulu dilakukan oleh Snouck Hurgonje (Belanda) untuk menaklukkan Aceh.

Gramsci (1891-1937) menyebut politik belah bambu sebagai stick and carrot policy. Kelompok dominan diungkapkan tidak hanya selalu bekerja dengan cara mengekang kelompok lawan, namun malah “bekerjasama” secara halus dengannya.  Ada dua cara, yaitu apa yang disebut leading (memimpin) dan dominant (mendominasi). Dalam hegemoni, leading ditujukan kepada kelompok yang bisa diajak bernegosiasi untuk menciptakan aliansi-aliansi baru. Sementara dominant dilakukan untuk menutup saluran perlawanan dari kelompok penekan (pressure group).

Belah bambu akan bisa diredam dengan senjata bersatu bagi kelompok yang disasar. Seluruh kekuatan kebangsaan mesti menjaga eksistensi kebhinnekaan. Kemampuan identifikasi awal perlu dikuasai guna upaya pencegahan.

Asas kecurigaan atas aktifitas atau kehadiran personal baru yang tidak seperti umumnya penting dilakukan. Tentu praduga tidak bersalah mesti menjadi pegangan. Setiap ada suatu orang atau gagasan yang baru dan aneh dalam kacamatan ke-Indonesiaan mesti segera dilakukan pendalaman bersama. Investigasi lanjut patut dirunut guna memetakan pergerakannya.

Benteng terkuat dari serangan belah bambu adalah penguatan ideologisasi kebangsaan. Nasionalisme mesti benar-benar ditanamkan dan diaktualisasikan secara organ kelembagaan maupun perseorangan. Persaudaraan dan toleransi juga mesti dikuatkan jalinannya. Kecurigaan yang berpotensi meretakkan hubungan penting diprioritaskan klarifikasi atau konformasi sebelum dilakukan penyikapan.

Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan jembatan penghubung dari seluruh elemen yang ada di negeri ini. Celah-celah masukknya belah bambu oleh siapapun mesti ditutup rapat. Sense of belonging dan internalisasi ideologi mesti dikuatkan dalam suatu kelompok atau entitas.

Bibit-bibit gesekan hingga konflik mesti segera dipetakan. Jika gesekan terjadi, elit kelompok penting melakukan netralisasi dan mempriotitaskan duduk bersama guna menemukan solusi damai.

Persatuan merupakan amanat konstitusi dan masuk sila Pancasila. Persatuan menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang ditakuti dan disegani dunia internasional. Ribuan etnis dan kelompok yang mampu bersatu tentu menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan. Persatuan jika terjadi di negara lain sudah sangat wajar dan mudah mengingat kondisi mereka jauh lebih homogen.

Regulasi penting dikuatkan dalam menaungi dan menjamin terwujudnya persatuan. Sanksi hingga hukum pidana dapat ditempuh jika menemukan pelaku atau kelompok yang terlibat dalam rekayasa belah bambu. Tentu langkah ini tidak boleh pandang bulu. Pelaku yang melakukan belah bambu guna merusak persatuan bangsa merupakan pengkhianat bangsa. Atau jika dilakukan pihak luar maka menjadi musuh negara.

Kompleksitas kondisi demografis dan geografis ditengah dinamika geopolitik global yang dinamis menuntut ketahanan nasional yang prima. Persatuan menjadi salah satu kunci mewujudkannya. Jika tantangan ini dilalui tanpa masalah berarti, maka prasyarat menjadi bangsa besar berada di genggaman Indonesia. Segala daya dan upaya melemahkan persatuan tentu tidak akan membuahkan hasil. Tinggal selanjutnya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing global. Suasana penuh persatuan akan memberikan kondusifitas bagi pencapaian kemajuan bangsa yang berkelanjutan. Budaya ksatria dan sportifitas dalam kompetisi global mesti ditunjukkan bangsa ini. Balas dendam melakukan belah bambu semestinya tidak dilakukan. Keteladanan ini penting guna menjaga kewibawaan bangsa yang menunjukkan siap memimpin peradaban ke depan.

This post was last modified on 9 Juli 2020 1:02 PM

RIBUT LUPIYANTO

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Blogger

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

8 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

8 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

8 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago