Kejayaan Islam pernah diraih pada masa Dinasti Abbasiyah adalah fakta. Sistem khilafah yang dipakai dengan pengelolaan yang profesional menjadi penyokong kejayaan itu juga fakta. Tapi, juga ada fakta lain di balik itu semua, yakni adanya tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi sepanjang berlangsungnya sistem kekhilafahan.
Pertama, pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, tercatat seorang Khalifah bernama Abdul Malik. Sebelum menjadi khalifah ia adalah seorang yang alim dan gemar membaca al Qur’an. Tapi, siapa menyangka, setelah menjadi khalifah dirinya berubah total.
Sejarahwan muslim Imam Thabari dan Imam Suyuthi menuturkan, Khalifah Abdul Malik membunuh rival politiknya Amr bin Said bin al ‘Ash al Ashdaq. Karena, yang seharusnya menjadi khalifah setelah meninggalnya Khalifah Marwan adalah dia. Untuk mengamankan posisi Abdul Malik membunuhnya.
Perilaku amoral Khalifah Abdul Malik yang lain adalah suka meminum khamar. Bahkan, ia mengaku meminum minum terlarang tersebut setelah melakukan ibadah. Kekejaman ia yang lain adalah ketika mengirim al Hajjaj bin Yusuf untuk memerangi Abdullah bin Zubair, sehingga sahabat nabi tersebut tewas secara mengenaskan.
Kedua, setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat karena diracun, Yazid bin Abdul Malik naik tahta menggantikan Khalifah sebelumnya yang terkenal adil, bijaksana dan sederhana. Awalnya, Yazid bin Abdul Malik memerintah dengan gaya Khalifah Umar bin Abdul Aziz, adil, bijaksana dan sederhana.
Melihat kenyataan itu, keluarga besar Dinasti Umayyah tidak suka. Mereka kemudian mendatangkan 40 ulama untuk berfatwa mengingatkan Yazid bahwa seorang khalifah tidak akan diminta pertanggungjawaban dan tidak akan terkena sanksi apapun. Yazid terpengaruh, ia mulai menghapus segala kebijakan Umar bin Abdul Aziz.
Yang terjadi kemudian, terjadi pergolakan politik yang sangat lama. Gencatan senjata dengan pasukan Bistham dilanggar. Terjadi pertumpahan darah berkepanjangan antara pasukan Yazid dan Bistham. Nyawa melayang tak terkirakan banyaknya.
Pertumpahan darah berikutnya adalah perang antara Khalifah Yazid bin Abdul Malik dengan Yazid bin Muhallab. Perang besar kembali terjadi. Imam Thabari menceritakan, ada banyak pertempuran dan pembantaian terjadi pada masa kekhalifahan Yazid bin Abdul Malik. Hanya pada 40 hari pertama kepemimpinannya negara stabil, selebihnya negara dalam situasi mencekam akibat berbagai peperangan.
Ketiga, perebutan kekuasaan di tubuh Dinasti Umayyah. Setelah Khalifah al Walid II yang dikenal dengan “Fir’aunnya umat Islam”, pembunuhnya adalah Yazid bin al Walid bin Abdul Malik, sepupunya sendiri. Selanjutnya disebut Khalifah Yazid III.
Akibatnya, Marwan bin Muhammad bin Marwan, gubernur Armenia, tidak terima dan bersiap untuk melakukan pemberontakan. Penduduk Hims, Yordania dan Palestina juga memberontak. Perang terjadi berkelanjutan dan silih berganti. Karena dahsyatnya tragedi kemanusiaan pada masa ini, kudian muncul istilah fitnah ke tiga dalam sejarah kekhilafahan Islam.
Keempat, transisi kekuasaan dari Dinasti Umayyah ke Dinasti Abbasiyah dilakukan dengan perang, pertumpahan darah. Abul Abbas adalah Khalifah pertama Dinasti Abbasiyah. Ia berhasil mengambil hati penduduk Kufah yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah selama 80 tahun. Untuk menjaga simpati mereka Khalifah Abdul Abbas sangat dermawan terhadap penduduk Kufah.
Tetapi, siapa yang berani menentang kekuasaannya, ia tak segan untuk menghabisinya. Sampai ia dijuluki si tukang jagal. Salah satu kekejaman Khalifah Abul Abbas adalah ketika dirinya mengundang sisa keluarga Dinasti Umayyah ke istana dalam sebuah acara jamuan makan.
Di saat jamuan makan berlangsung, tiba-tiba Abul Abbas menarik Sulaiman bin Hisyam bin Abdul Malik dari meja makan, lalu menghabisinya dengan tangannya sendiri. Demikian juga 90 orang keluarga Dinasti Umayyah yang lain, juga dibunuh di tempat jamuan makan tersebut. Lebih dari itu, tubuh-tubuh yang menggelepar meregang nyawa ditutupi dengan permadani dan Khalifah Abul Abbas beserta keluarganya melanjutkan makan. Peristiwa kejam tak berperikemanusiaan ini diceritakan oleh Ibnu Atsir dalam al Kamil fit Tarikh.
Tidak hanya itu, sisa-sisa keluarga Bani Umayyah yang ada di Madinah dan Makkah juga dibunuh. Politik balas dendam dan pertumpahan darah mewarnai Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah periode pertama.
Kelima, pada masa Khalifah Al Amin bin Harun al Rasyid terjadi perang saudara perebutan kekuasaan. Pemerintah Dinasti Abbasiyah yang sempat harus dan mencapai kejayaannya pada masa Khalifah Harun al Rasyid kembali tercoreng.
Padahal, sebelum Khalifah Harun al Rasyid mangkat, ada nota kesepakatan bersama bahwa yang menjadi khalifah setelahnya adalah al Amin, kemudian al Ma’mun. Terhadap kedua orang putranya tersebut Harun al Rasyid berpesan supaya kompak. Bahkan, surat perjanjian tersebut disimpan di dalam Ka’bah.
Namun setelah Al Amin menjabat Khalifah ia malah berusaha menyingkirkan Al Ma’mun, sehingga perang saudara antara dua orang putra Harun al Rasyid tak dapat dihindarkan. Sejarahwan menyebut peristiwa kelam ini sebagai fitnah keempat dalam sejarah Islam.
Lima fakta sejarah di atas hanya sebagian dari peristiwa-peristiwa dan tragedi kelam pada masa kekhalifahan Islam. Artinya, tidak ada garansi bahwa sistem khilafah menjadi “solusi” dari setiap problem yang dihadapi umat Islam. Sistem kekhilafahan dalam satu sisi sempat menorehkan sejarah tinta emas kecemerlangan peradaban Islam, tapi sisi yang lain ikut andil dalam peristiwa-peristiwa dan tragedi kemanusiaan yang dilarang oleh agama Islam.
This post was last modified on 12 Desember 2022 9:17 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…