Narasi

Menjadi Hansip Online, Cara Kita Cegah Narasi Kebencian

Sosial media (sosmed) menjadi kebutuhan masyarakat modern, bahkan bisa dikatakan bahwa sosmed merupakan kebutuhan pokok. Bahkan orang yang tidak memiliki sosmed dianggap orang yang tidak bisa menikmati kemodernan. Sebab semua akses komunikasi dapat ditemukan di sosmed.

Berkembangnya waktu sosmed menjadi media yang super komplet, dari mengabarkan sesuatu kepada orang lain melalui kata-kata, kemudian berkembang dengan memberikan gambar, video bahkan secara langsung. Setiap orang bisa mengakses hal tersebut melalui telepon genggam masing-masing.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan IDN, menyebutkan bahwa 70,4 persen millennial mengakses medsos untuk mengetahui informasi. Bahkan, rata-rata mereka memiliki dua medsos yang aktif menggunakan. Perubahan mendapatkan informasi melalui sosmed, memberikan dampak kebudayaan yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat sekarang. Di mana masyarakat lebih dekat dengan kehidupan dunia maya dari pada ke dunia nyata.

Kita mengetahui, medsos memberikan akses informasi yang begitu cepat, tetapi juga memberikan informasi yang begitu aktual. Manfaat utama medsos ini bila tidak diimbangi oleh masyarakat “sehat” dalam memahami sosmed, maka mereka akan terjerembab dalam penyakit hoax. Sebab kemudian ini akan memberikan peluang kepada orang-orang yang memiliki niat jahat dalam kehidupan nyata seseorang.

Baca juga : Patroli Online; Cara Milenial Berantas Hate Speech

Dalam penelitian yang sama, menyebutkan bahwa informasi hoax paling banyak ditemukan di platform Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%). Ironinya sebagian besar responden (44,19%) tidak yakin memiliki kepiawaian dalam mendeteksi berita hoax. Bahkan mayoritas responden (51,03%) dari responden memilih untuk berdiam diri (dan tidak percaya dengan informasi) ketika menemui hoax.

Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia dalam menggunakan medsos. Ketika hoax dibiarkan, maka akan memberi dampak yang luar bisa dalam kehidupan masyarakat secara nyata. Banyak contoh yang sudah membuktikan mengenai bahaya hoax. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menanggulanginya.

Saat ini jumlah pengguna internet atau media sosial terus bertambah seiring waktu. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informasi mencatat jumlah pengguna di Indonesia telah mencapai sekitar 132,7 juta orang. Seperti penulis sebutkan era internet, mampu menghadirkan berbagai kemudahan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi maupun pemanfaatan untuk kepentingan sosial ekonomi. Namun, lanjutnya, dampak lain kehadiran internet membuka ruang lebar bagi kehadiran informasi atau berita-berita bohong tentang suatu peristiwa yang meresahkan publik.

Data Kemenkominfo menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Dampak negatif ini tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan membawa pengaruh yang serius dalam perkembangan bangsa Indonesia ini. Terlebih dalam perkembangannya teknologi, selalu mengincar generasi muda untuk menggunakannya.

Dari penulisan ini kita bisa melihat bagaimana berbahaya internet tanpa ada pengawasan yang kuat dari semua elemen. Pemerintah melalui beberapa instansi pemerintahan telah melakukan pencegahan dengan memblokir beberapa situs yang dianggap meresahkan masyarakat. Bahkan beberapa otak penggerak telah ditangkap dan diberi hukuman agar tidak mengulangi kembali tindakannya.

Selain peran pemerintah, maka diperlukan sebuah kontrol masyarakat yang masif dalam menciptakan internet yang bebas dari hoax. Salah satunya adalah melakukan “Siskampling” di internet. “Siskampling” internet tujuan adalah menjaga hoax masuk dalam lingkungan kita. Di mana siskampling merupakan bentuk solidaritas yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Siskampling dilakukan di sekitar kita, di mana kita harus mengawasi orang-orang yang ada di berada kita. Ketika melihat orang yang ada di berada kita yang menggangu kehidupan masyarakat, maka kita bisa memberi teguran kepadanya. Penggunaan internet secara bebas dan lepas kontrol akan menyebabkan degradasi dan rusaknya karakter positif remaja sebagai individu. Untuk menghindari hal ini, peran masyarakat terhadap lingkungan terdekat dengan pengguna internet menjadi penting dan mendasar dalam meletakkan dasar karakter dan nilai-nilai positif sehingga memiliki filter bagi setiap aktivitasnya di cyberworld melalui internet.

Novita Ayu Dewanti

Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia

View Comments

Recent Posts

Refleksi Harkitnas; Membangun Mentalitas Gen Z untuk Indonesia Emas 2045

Hari Kebangkitan Nasional kembali kita peringati tepat pada tanggal 20 Mei. Tahun ini, Harkitnas mengangkat…

16 jam ago

Refleksi Hari Kebangkitan Nasional : Bangkit Melawan Intoleransi Berbasis SARA

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia.…

22 jam ago

PBB Sahkan Resolusi Indonesia Soal Penanganan Anak Terasosiasi Teroris: Kado Istimewa Hari Kebangkitan Nasional untuk Memberantas Terorisme

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mengesahkan sebuah resolusi penting yang diusulkan oleh Indonesia, yakni resolusi yang…

22 jam ago

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

4 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

4 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

4 hari ago