Narasi

Menjadi Pahlawan Kedamaian

Kita awali ulasan ini dengan sebuah pertanyaan; mengapa kedamaian membutuhkan pahlawan? Bukankah pahlawan justru biasanya identik dengan peperangan atau angkat senjata melawan musuh? Lalu di mana letak perdamaian itu? Kita perlu memaknai pahlawan sesuai persoalannya.

Dahulu, pada zaman penjajahan, para pejuang mengorbankan harta, jiwa, dan raganya untuk berperang melawan penjajah dan memperjuangan kemerdekaan Tanah Air, yang kemudian menempatkan mereka sebagai pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang harus kita hormati dan hargai pengorbanannya. Tanpa pengorbanan mereka, perjuangan mencapai kemerdekaan bisa jadi hanya angan-angan belaka. Dibutuhkan pengorbanan yang sungguh-sunggu dari segenap rakyat Indonesia, dari berbagai eleman dan kelompok bangsa untuk bisa bersatu mengusir penjajah.

Perjuangan para pahlawan yang berhasil membawa kemerdekaan bangsa ini merupakan perjuangan yang dilandasi banyak hal. Perjuangan tersebut, selain dilandasi keinginan lepas dari penderitaan dan rasa cinta Tanah Air, juga dibangun dari kebesaran hati untuk menyingkirkan egoisme pribadi atau kelompok, yang kemudian menghasilkan persatuan dan kekuatan dalam melawan penjajah. Artinya, perjuangan melawan penjajah bukan hanya membutuhkan pengorbanan harta, jiwa, dan raga. Namun juga membutuhkan pengorbanan ego pribadi dan ego kelompok, untuk lebih mengutamakan kepentingan besama; kemerdekaan bangsa.

Jika pada zaman penjajahan, perjuangan menuju kemerdekaan harus diiringi dengan pengorbanan menyingkirkan ego untuk membangun kekuatan dari kekompakan dan persatuan dari segenap elemen bangsa, maka saat ini tak jauh berbeda. Kita juga butuh pengorbanan untuk menyingkirkan ego pribadi atau kelompok, namun dengan tujuan yang berbeda, bukan untuk melawan penjajah. Pengorbanan tersebut kita butuhkan saat ini untuk menciptakan kedamaian, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pengorbanan pada gilirannya memang bergantung pada konteks masalah yang dihadapi bangsa. Nilai-nilai kepahlawanan harus dihayati dan ditransformasikan menjadi sikap-sikap yang dibutuhkan dalam masyarakat saat ini. Saat ini negara kita sedang dilanda berbagai hal yang bisa memelemahkan persatuan dan mengancam perdamaian yang selama ini kita bangun bersama. Pertikaian, baik antar kelompok, maupun dalam tubuh suatu kelompok semakin terasa. Persoalan politik, sosial, agama berkait-kelindan dan menyulut pertikaian yang kemudian memperuncing perbedaan yang ada dalam tubuh bangsa.

Kita lihat akhir-akhir ini. Ujaran-ujaran kebencian makin banyak beterbaran, terutama di dunia maya. Kabar-kabar provokatif terus ditebarkan. Masyarakat seperti didesain agar terbelah menjadi dua kubu yang selalu bertikai. Sialnya, dengan bangga kita ikut menyebarkan berita-berita belum jelas yang kita anggap sesuai dengan sikap dan pandangan kita, padahal besar kemungkinan kabar tersebut memang dibuat hanya dengan satu sudut pandang untuk menarik simpati kita. Kita merasa terwaliki dengan sebuah isu atau wacana, kemudian terus menebarkannya di dunia maya.

Di sisi lain, di pihak lain, ada pihak yang menangkap sikap yang bersebelahan, kemudian memproduksi dan menebarkan berita-berita yang bisa mewadahinya. Dan orang-orang yang merasa terwakili pun menebarkannya. Alhasil, masyarakat terbelah, kita seperti berperang di dunia maya, dengan saudara kita sendiri. Kita tak tahu, bisa saja kedua media dari kedua belah pihak yang berseberangan merupakan satu otak yang hanya ingin mengeruk keuntungan dengan memainkan emosi, egoisme, dan amarah kita. Dengan sengaja, mereka membuat dua media yang mewakili dua pihak yang bersebarangan. Dengan kata lain, mereka memanfaatkan emosi kita untuk mengambil keuntungan. Mereka semakin diuntungkan, dan masyarakat jelas kian dirugikan.

Kita menjadi mudah marah, saling membenci, saling berperang merasa paling benar. Berita-berita dan isu terus diproduksi, terus bermunculan, seperti menjadi minyak dan kayu bakar yang akan selalu membuat bara api dalam diri kita terus berkobar. Kita menjadi lupa, apa sebenarnya yang kita impikan bersama. Kita lupa dengan persaudaraan yang sebelumnya ada. Kita menjadi sulit menghormati saudara kita yang lain, yang berbeda pandangan dengan kita.

Pahlawan kedamaian

Saat ini, yang dibutuhkan bangsa ini adalah pahlawan kedamaian. Pahlawan kedamaian adalah orang yang tak berpikir untuk terlihat paling benar dengan menumbangkan yang lain. Pahlawan kedamaian tak berpikir untuk tampak paling gagah di antara saudaranya yang lain. Pahlawan kedamaian tak melampiaskan ego dan nafsu pikirannya dengan menyalahkan saudaranya yang lain. Pahlawan kedamaian tak akan menyerang dan memojokkan saudaranya, meskipun ia tahu apa yang dilakukan saudaranya tersebut keliru.

Sebaliknya, pahlawan kedamaian adalah mereka yang terus menekan ego dirinya, untuk lebih mengutamakan kepentingan bersama. Pahlawan kedamaian meletakkan kebaikan bersama (kepentingan bangsa) sebagai hal yang paling utama. Pahlawan kedamaian adalah mereka yang berbesar hati dan ikhlas menjadi penengah, bukan menjadi provokator yang terus memaksakan pemikiran dan keinginannya untuk diterima sebagai kebenaran bagi yang lain. Bagi seorang pahlawan kedamaian, percuma menjadi pemenang jika harus didapatkan dengan melukai saudaranya. Ia sadar betul bahwa “kemenangan” yang diperoleh dengan cara tersebut tidak akan membawa kehidupan yang sehat di hari depan.

Pahlawan kedamaian tidak menebarkan isu-isu penuh kebencian, namun menebarkan suara-suara sejuk dan damai yang bersifat reflektif dan menyadarkan; mengajak kita kembali pada persatuan, pentingnya toleransi, persaudaraan, dan kasih sayang pada sesama. Pahlawan kedamaian tak memilih berdiri di salah satu pihak yang bertikai, namun berbesar hati menjadi penengah yang mengingatkan kedua belah pihak untuk kembali pada cita-cita bersama, pada kepentingan bangsa yang lebih besar dan jauh ke depan. Jadi, bisakah kita menjadi pahlawan kedamaian?

Al Mahfud

Lulusan Tarbiyah Pendidikan Islam STAIN Kudus. Aktif menulis artikel, esai, dan ulasan berbagai genre buku di media massa, baik lokal maupun nasional. Bermukim di Pati Jawa Tengah.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago