Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawan. Setiap tanggal 10 November, Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Peringatan dilakukan berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 2/Um/1946. Hari Pahlawan dilatarbelakangi oleh pertempuran besar yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Hal terpenting dalam merenungi peringatan Hari Pahlawan adalah bagaimana memahami nilai-nilai kepahlawanan dan berupaya melakukan transformasi dalam setiap diri anak bangsa. Jika selama ini yang selalu mengemuka adalah pertanyaan “mencari pahlawan”, maka ke depan semestinya diubah pada pernyataan “menjadi pahlawan”. Semua warga negara memiliki peluang dan semestinya berkomitmen menjadi pahlawan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) meskipun tanpa pengakuan formal.
Nilai Kepahlawanan
Pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta “Phala-Wan”, artinya orang yang menghasilkan buah atau hasil karya (phala). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pahlawan sebagai orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Jadi ada tiga aspek kepahlawanan, yakni keberanian, pengorbanan, dan membela kebenaran.
Tindak Kepahlawanan dapat dipahami sebagai perbuatan nyata yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya. Kepahlawanan sendiri memiliki nilai berupa sikap dan perilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan negara.
Pahlawan secara formal disematkan melalui pemberian gelar Pahlawan Nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Kepahlawan sejati terletak pada pelaksanaan nilai-nilai, tidak terbatas pada pengakuan negara melalui pemberian gelar Pahlawan Nasional. Nilai kepahlawanan dengan demikian bisa dirancang dan diupayakan sejak sekarang. Iklim berbangsa yang mampu membangun mental warganya untuk bersemangat menjadi pahlawan NKRI penting ditumbuhkan di tengah pesimisme mengisi kemerdekaan ini.
Menjadi Pahlawan
Setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi Pahlawan NKRI. Apapun profesinya, pendidikannya, dan latar belakang lainnya, semua mampu meraihnya. Pemahaman dasarnya bahwa nilai kepahlawanan yang diperbuat tidak penting untuk diketahui ataupun diakui oleh orang lain hingga negara. Membangun mental pahlawan penting diupayakan melalui gerakan masif bagi seluruh anak negeri. Kembali kepada aspek kepahlawanan, maka upaya mesti dilakukan dalam rangka menumbuhkan jiwa berani, berkorban, dan membela kebenaran.
Jiwa pemberani terlahir di atas pondasi ideologi yang kokoh. Pendekatan nasionalisme dan spiritualisme penting diupayakan dalam menumbuhkannya. Seluruh rakyat mestinya tidak mengenal istilah takut kecuali kepada Tuhan dan negaranya. Berhadapan dengan siapapun pemilik jiwa pemberani akan tetap menegakkan kepala, tidak peduli kepada penguasa, atasan, atau lainnya.
Keberanian membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan membutuhkan keikhlasan. Konsekuensi atas keberanian yang digaungkan tentu akan menimbulkan ekses dari pihak lawan. Ekses tersebut bervariasi mulai dari ancaman hingga tindakan yang menyerang kehormatan, harta, hingga jiwa. Setiap anak bangsa mesti bersiap diri mengorbankan apapun demi menguatkan keberaniannya menyerukan kebaikan.
Keberanian dan pengorbanan mestinya dibungkus oleh satu visi yaitu membela kebenaran. Bukanlah pahlawan yang berani dan berkorban bukan untuk kebenaran. Atau untuk kebenaran tetapi demi pamrih tertentu. Pembelaan kebenaran tentunya tidak dilakukan serampangan sehingga dapat menimbulkan efek kekonyolan. Semua mesti didasari pada peraturan perundangan serta norma yang berlaku. Pembelaan kebenaran juga membutuhkan pengorganisian yang taktis dan sistematis. Ali bin Abi Thalib pernah memperingatkan bahwa kebenaran yang tidak teroganisasi akan terkalahkan oleh kejahatan yang teroganisisasi.
Petani, pelajar, buruh, nelayan, pejabat, dan semua warga negara bisa dan harus menjadi Pahlawan Indonesia. Jika semua memiliki jiwa kepahlawanan, maka tidak akan ada ruang bagi pecundang yang merusak bangsa ini. Musuh terbesar dan terberat sekarang bukanlah negara asing melainkan bangsa sendiri. Hal yang perlu diwaspadai kepahlawanan tidak membutuhkan popularitas. Kepahlawanan sejatinya adalah laku sunyi tetapi sistematis dan masif. Sebagaimana pesan Soe Hok Gie bahwa pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi.
Pahlawan NKRI bertugas menjaga keutuhan dan kedamaian NKRI. Lebih dari itu pahlawan NKRI adalah penyumbang gagasan dan karya yang membanggakan bangsa di level dunia. Perjuangan pahlawan kontemporer bukan lagi sekadar mengangkat senjata, namun disertai mengangkat pena, mengasah otak, dan membuahkan karya nyata.
Peribahasa mengajarkan “macan mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading”. Setiap anak bangsa penting ditanamkan nilai peribahasa tersebut agar setiap kita nanti mati meninggalkan jejak pembuktian nilai kepahlawanan. Semoga gerakan menjadi pahlawan NKRI dapat membangkitkan motivasi bangsa ini menggapai kemajuan hingga kancah global.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…