Narasi

Menjadikan Rumah Ibadah Sebagai Kanal Moderasi Beragama

Polemik wacana pengawasan rumah ibadah oleh pemerintah idealnya tidak perlu diperpanjang. Lagipula, itu baru usulan awal, belum ada kajian menyeluruh. Menolak usulan awal itu sebuah tanda pemikiran yang gegabah. Meski demikian, problem mendasar terkait banyaknya rumah ibadah yang menjadi sarang penyebaran ajaran radikal dan anti-kebangsaan tentu sudah bukan rahasia lagi. 

Banyak riset dan survei yang menyediakan data terkait fenomena tersebut. Misalnya, pernyataan Badan Intelejen Negara (BIN) yang pada tahun 2018 lalu menyebutkan bahwa ada 41 masjid pemerintah terpapar radikalisme.

Pernyataan itu berdasar pada survei lembaga P3M di 100 masjid pemerintah dan BUMN di Jakarta. Itu baru Jakarta dan masjid di lingkungan pemerintah. Lantas, bagaimana masjid di kota-kota lain? Data faktual itu tentu bisa dipandang sebelah mata apalagi diabaikan begitu saja. Banyaknya masjid yang menjadi ruang penyebaran paham atau gerakan radikal patut disikapi serius. Mengapa demikian? 

Alasan pertama, rumah ibadah adalah tempat yang suci atau sakral. Dalam konteks Islam, masjid bahkan disebut sebagai “baitullah” yang secara harfiah bermakna rumah Allah. Masjid disebut baitullah karena di dalamnya berisi kemuliaan yang disukai Allah.

Peruntukan utama masjid adalah untuk tempat ibadah. Ada sebuah hadist yang melarang umat Islam membincangkan urusan dunia di dalam masjid. Logikany, jika membincangkan duniawi saja tidak boleh, apalagi menyebar paham yang mengajarkan kebencian dan kekerasan? 

Kedua, posisi rumah ibadah dalam struktur masyarakat kita sangat strategis. Rumah ibadah tidak sekadar menjadi ruang peribadatan namun juga menjadi ruang sosial. Masjid misalnya menjadi ruang berkumpulnya umat dan menjadi semacam institusi sosial yang berperan dalam banyak lini kehidupan. Apa jadinya jika posisi strategis rumah ibadah itu justru dibajak untuk menyebarkan paham radikal. 

Maka, penting kiranya menjadikan rumah ibadah yang posisinya sangat strategis di masyarakat itu sebagai semacam kanal gerakan moderasi beragama. Peran masjid yang selama ini sangat signifikan dalam hal keagamaan dan sosial perlu dimanfaatkan untuk kampanye moderasi beragama. Apalagi, saat ini kita tengah memasuki tahun politik.

Seperti kita tahu, di tahun politik yang panas, rumah ibadah rawan diselewengkan menjadi tempat kampanye politik praktis. Ketika rumah ibadah dijadikan panggung kampanye, maka celah kaum radikal untuk mempromosikan politik identitas dan politisasi agama akan terbuka lebar. Hal ini tentu tidak boleh kita biarkan. 

Mempromosikan Moderasi Beragama di Rumah Ibadah

Maka, harus ada upaya serius untuk menjadikan masjid sebagai kanal moderasi beragama. Langkah paling mudah yang bisa dilakukan adalah memastikan materi khotbah dan pengajian atau acara keagamaan lainnya mencerminkan nilai atau ajaran tentang toleransi, inklusivisme, dan nasionalisme. Ini penting mengingat propaganda rasikalisme di rumah ibadah umumnya dilakukan melalui mimbar khotbah atau pengajian. 

Langkah selanjutnya adalah memastikan rumah ibadah steril dari Infiltrasi kelompok-kelompok yang mengusung ideologi kebencian dan kekerasan. Sudah menjadi rahasia umum banyak kelompok radikal menyasar sejumlah masjid milik ormas (NU, Muhammadiyah, dll) atau masjid pemerintah untuk dijadikan sebagai semacam markas gerakan. Mereka mengambil-alih kepemimpinan takmir masjid lalu mengubah materi khutbah serta kegiatan di masjid tersebut agar sesuai ideologi mereka.

Ketiga, menggandeng stakeholder terkait seperti Kementerian Agama, Dewan Masjid Indonesia, atau organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang konsern pada agenda moderasi beragama untuk mengadakan berbagai kegiatan. Promosi moderasi beragama di rumah ibadah tidak harus dilakukan secara formal melalui khotbah atau pengajian. Melainkan bisa juga dilakukan dengan cara-cara lain, misalnya acara peringatan Hari Besar Keagamaan yang mengusung tema tentang moderasi beragama.

This post was last modified on 7 September 2023 12:09 PM

Nurrochman

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago