Narasi

Strategi Mendekatkan Ajaran Agama Cinta dengan Generasi Muda

Di tengah pesatnya arus globalisasi dan digitalisasi, generasi muda saat ini hidup dalam era yang penuh distraksi, banjir informasi, dan perubahan nilai sosial yang cepat. Dalam situasi ini, ajaran agama yang sarat dengan nilai cinta, kasih sayang, dan perdamaian sering kali tenggelam oleh narasi yang lebih keras, sensasional, atau bahkan oleh ajaran ekstrem.

Padahal, ajaran agama cinta adalah fondasi penting dalam membentuk pribadi yang berempati, toleran, dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, diperlukan strategi berkelanjutan untuk mendekatkan kembali nilai-nilai luhur agama cinta kepada generasi muda agar tidak tercerabut dari akar spiritualitas yang membumikan kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah pertama yang mendasar adalah pendekatan narasi dan bahasa yang relevan dengan dunia anak muda. Banyak ajaran agama yang sebenarnya kaya dengan kisah-kisah cinta dan welas asih, baik kepada sesama manusia, makhluk hidup lain, maupun kepada alam. Namun, kisah-kisah ini sering kali disampaikan dalam bentuk dogma yang kaku.

Agar ajaran tersebut dapat menyentuh hati generasi muda, para pendidik agama perlu menerjemahkannya dalam bahasa yang mudah dicerna, komunikatif, dan menyentuh pengalaman hidup remaja masa kini. Misalnya, dengan menggunakan cerita pendek, animasi, atau konten media sosial yang menggambarkan nilai-nilai cinta dalam keseharian remaja.

Kedua, menciptakan ruang dialog terbuka antara tokoh agama dan generasi muda. Banyak anak muda saat ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, termasuk dalam memahami keberagaman dan eksistensialisme. Namun, pertanyaan-pertanyaan kritis mereka kerap dianggap mengganggu atau bahkan dicap sebagai bentuk pembangkangan.

Akibatnya, banyak dari mereka menjauh dari institusi keagamaan karena merasa tidak dipahami. Maka, membangun ruang diskusi yang inklusif, empatik, dan bebas dari penghakiman menjadi bagian dari strategi penting dalam mendekatkan agama cinta kepada mereka. Dalam ruang semacam itu, anak muda dapat merasakan bahwa agama tidak menolak akal sehat atau perasaan, tetapi justru mengayomi dan mengakomodasinya.

Ketiga, menumbuhkan keteladanan nyata dari para pemuka agama dan tokoh masyarakat. Generasi muda sangat responsif terhadap keteladanan, bukan sekadar ajaran verbal. Mereka lebih mudah tersentuh oleh figur yang menunjukkan sikap kasih dalam perbuatan, bukan hanya dalam kata-kata yang sering kali diabaikan oleh generasi muda.

Oleh karena itu, penting bagi para pemuka agama untuk hadir langsung dalam kehidupan sosial anak muda, menampilkan wajah agama yang ramah, solutif, dan tidak eksklusif. Kegiatan seperti aksi sosial lintas iman, kampanye perdamaian, dan kerja-kerja kemanusiaan menjadi medium nyata bagi generasi muda untuk melihat bagaimana agama cinta bekerja dalam praktik kehidupan. Tidak berjarak dan menjauh dari kehidupan anak muda.

Konsistensi adalah kunci keberhasilan. Perlu ada kolaborasi lintas sektor. Setiap lembaga memiliki perannya masing-masing untuk membentuk lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya nilai-nilai kasih dan toleransi. Upaya ini juga harus berbasis data, evaluasi, dan inovasi, sehingga strategi yang dijalankan bisa terus disesuaikan dengan dinamika zaman.

Pada akhirnya, mendekatkan ajaran agama cinta kepada generasi muda bukan hanya persoalan teologi atau pendidikan, tetapi juga tentang membangun peradaban yang lebih manusiawi. Di tengah dunia yang kian terfragmentasi oleh kebencian, polarisasi, dan kekerasan, agama cinta hadir sebagai oase harapan.

Generasi muda, sebagai pewaris masa depan, harus disentuh dengan lembut, dididik dengan cinta, dan dibimbing dengan kesabaran agar mereka mampu menjadikan agama sebagai jalan cinta, bukan jalan konflik. Hanya dengan demikian, cita-cita menghadirkan masyarakat damai dan berkeadaban bisa benar-benar terwujud.

susi rukmini

Recent Posts

Ciri-Ciri Awal Paparan Ideologi Sayap Kanan pada Anak dan Remaja

Kasus ledakan di sekolah Jakarta beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa radikalisasi di kalangan pelajar kini…

5 jam ago

Hasrat Mimetik dan Mekanisme Kambing Hitam; Apa yang Harus Dilakukan Pasca Tragedi SMAN 72?

Peristiwa kekerasan di SMAN 72 sudah pasti menyisakan trauma psikologis bagi para korban. Kejadian itu…

6 jam ago

Pahlawan Harmoni: Meneladani Sahabat, Membumikan Pancasila

Jika kita diminta membayangkan seorang ‘pahlawan’, citra yang muncul seringkali adalah gambaran monolitik sosok gagah…

6 jam ago

Urgensi Sekolah Damai: Benteng Terakhir di Tengah Gelombang Intoleransi, Perundungan dan Kekerasan Pelajar

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), beberapa tahun terakhir aktif menyelenggarakan program “Sekolah Damai” di berbagai daerah. Meski…

1 hari ago

Bullying dan Kekesan di Sekolah : Bagaimana Menghadapinya?

Kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah telah menjadi masalah yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa…

1 hari ago

Membaca Anatomi Radikalisme; Dari Gawai ke Tragedi Ledakan di SMAN 72

Tragedi ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakut, Jumat lalu (7/11/2025), menyisakan kepedihan mendalam bagi…

1 hari ago