Narasi

Menjadikan Spiritual Ramadhan sebagai Peredam Kebencian

Umar Shabab mengemukakan, puasa merupakan jalan spiritual menuju puncak, yang dalam terminologi al-Ghazali disebut puasanya orang-orang yang istimewa shaumu khawash al-khawash (Al-Ghazali, Ihya Ulumudin Juz 1)

Bagi umat muslim, bulan Ramadhan merupakan Ibadah yang sudah ditunggu-tunggu. Hal ini dikarenakan banyak keistimewaan yang terdapat di bulan tersebut. Bulan yang diyakini banyak berkah dan barakah. Bahkan diyakini, barang siapa yang senantiasa berbuat baik di bulan ini, maka akan dilipatgandakan pahala kebaikannya.

Hal yang lebih menarik ialah, pada bulan ini seorang muslim akan mengerjakan puasa dalam jangka satu bulan. Sebuah ibadah  kewajiban, sekaligus salah satu cara untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial. Selain itu, ia juga harus menahan nafsu dan menahan jiwanya agar tetap stabil dalam menjalani kehidupan sehari. Hingga tidak ada amarah yang keluar dari dirinya. Karena pada hakikatnya puasa adalah menahan kebencian.

Berkaca dalam hal itu, puasa memiliki seignitifikasi yang jelas, yaitu ikut mendorong terciptanya perdamaian dan  meredam kebencian. Visi perdamaian dalam ibadah puasa menuntut untuk menghindari kebencian, kedengkian, provokasi, fitnah, serta sikap permusuhan. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya memiliki makna perdamaian. Agama yang rahamtal lil alamin. Memberikan rahmat bagi semua manusia yang ada atas bumi ini.

Dalam puasa ini, seseorang diharuskan pandai-pandai mengendalikan diri, baik lahir ataupun batin. Sebab, puasa disyariatkan tidak hanya memburu pahala, melainkan berbenah menjadi pribadi yang santun dari sebelumnya. Dengan kata lain, puasa Ramadhan mengajarkan seseorang dalam menemukan jalan kebaikan untuk dirinya sendiri, begitu juga dengan orang-orang yang ada di dekatnya.

Bulan Ramadhan memang seringkali dimaknai sebagai sarana yang ideal bagi seorang muslim untuk memperbaiki kualitas dirinya. Sebagai salah satu cara untuk menjaga lisan agar tidak berkata sesuatu yang menyakitkan dan tidak mengenakkan, serta menjaga jiwanya agar senantiasa bersih dalam bertingkah laku.

Ketika hal ini sudah menerpa dalam diri setiap muslim, maka Ramadhan akan memberikan warna dalam kehidupannya. Dirinya akan selalu menemukan kebahagiaan, cinta dan kasih sayang dari orang lain. Kebencian yang sebenarnya sulit diasingkan dalam diri seseorang, akan dengan mudah tersingkir dengan pendekatan ini.

Dalam a-Quran sendiri dinyatakan bahwa melalui puasa di bulan Ramadhan, seseorang mendapat peluang untuk mencapai derajat takwa. Di mana pada tingkatan ini, seseorang akan selalu terdorong untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela. Dengan kata lain, Ramadhan adalah sebagai media untuk mendekatkan diri untuk menjadi pribadi yang santun dan saling menghargai.

Pesan Kebaikan di Bulan Ramadhan

Imam A-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin menerapkan bahwa terdapat tanda-tanda khusus pada orang yang berpuasa. Pertama, menundukkan pandangan dan mencegah keinginan untuk memperluas penglihatan pada segala macam hal yang tercela dan dibenci. Kedua, menjaga lidah dari berbohong ghibah, dan berkata keji. Ketiga, mencegah pendengaran dari mendengarkan segala hal yang dibenci, (orang-orang yang suka mendengar berita bohong).

Keempat, mencegah anggota tubuh lainnya dari berbuat dosa, khususnya kedua tangan dan kaki. Juga mencegah perut dari memakan hal-hal yang syubhat. Kelima, tidak memperbanyak makanan yang halal saat berbuka.  Karena maksud dari berpuasa itu sendiri adalah meredam hawa nafsu untuk menjadikan diri sebagai jiwa-jiwa yang takwa. Dan yang keenam, setelah berbuka, hatinya berada di antara perasaan penuh harap dan takut kepada Allah Swt.

Keenam hal yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali ini, menjadi salah pengingat sekaligus peringatan untuk setiap orang. Bahwasanya, berpuasa di bulan Ramadhan tidak hanya sebagai ritual, melainkan sebagai salah satu alternatif untuk senantiasa terjaga jiwanya dan selalu berbuat baik dalam bertingkah laku.

Untuk itu, sudah seharusnya kita sebagai umat muslim untuk senantiasa bersyukur dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Karena rasa syukur ini akan menjadi pesan kebaikan dalam menjalankan kebaikan.  Sama halnya dengan hukum kasih sayang. Barang siapa yang mencintai ia akan menemukan cinta dalam dirinya. Apabila kita mencintai Tuhan, lewat praktik berpuasa dalam berpuasa di bulan Ramadhan dan disertai dengan keikhlasan. Maka cinta dan ketenangan akan senantiasa bersemayam dalam diri kita. Hanya kebahagiaan yang akan menerangi kehidupan ini. Hingga perdamaian akan selalu terjaga dalam lisan ataupun tindakan.

This post was last modified on 23 April 2021 1:34 PM

Suroso

Recent Posts

Islam adalah Maslahat, Kajian Hadis La Darara wa La Dirar

Organisasi internasional yang menaungi ulama Muslim di berbagai belahan dunia International Union of Muslim Scholars…

20 jam ago

Mengapa (Tidak) Perlu Jihad ke Palestina?

International Union of Muslim Scholars (IUMS), sebuah organisasi dari ulama muslim dari perwakilan negara yang…

22 jam ago

Dari Gaza ke Indonesia: Mengawal Fatwa Jihad agar Tak Jadi Bara Radikal-Terorisme

Suara takbir menggema di ruas-ruas jalan di berbagai negara di dunia. Nama Gaza dielu-elukan sebagai…

22 jam ago

Memaknai Ulang Fatwa Jihad Melawan Israel bagi Anak Muda

Baru-baru ini, ada kabar dari organisasi ulama internasional, International Union of Muslim Scholars (IUMS), yang…

22 jam ago

Membaca Ulang Fatwa Jihad Palestina: Perspektif Kritis terhadap Fatwa IUMS

Beberapa waktu lalu, Organisasi Internasional yang menaungi para ulama Muslim dari berbagai belahan dunia, yaitu…

2 hari ago

Menimbang Dampak Maslahat-Mudharat Fatwa Jihad ke Palestina

IUMS (International Ulama Muslim Scholars) beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan sebuah fatwa seruan Jihad ke…

2 hari ago