Setiap akhir tahun, selalu muncul narasi “basi” terkait pengharaman bagi umat Islam. Untuk mengucapkan selamat, ikut menyukseskan, atau-pun bahagia atas perayaan Hari Natal umat Kristiani. Bahkan, ada upaya-upaya untuk mengacaukan perayaan tersebut dengan berbagai tindakan teror mengatasnamakan perintah Islam.
Lantas, benarkah umat Islam harus berperilaku demikian? Kalau kita mengacu ke dalam bentang sejarah, umat Islam pada dasarnya memiliki tanggung-jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan non-Muslim. Misalnya, Nabi di era Perang Tabuk membuat dua pilihan atas kaum Ahli Kitab. Yaitu masuk agama Islam atau tetap dalam keyakinannya, namun mengakui kekuasaan umat Islam pada saat itu.
Ahli Kitab memilih opsi yang kedua, yaitu tidak beriman namun mengakui kekuasaan umat Islam, serta tidak memerangi umat Islam. Sehingga, Nabi menyepakati itu dan menjamin hak sosial, keagamaannya, mendapatkan keamanan, dijamin keselamatannya dan mendapatkan keadilan sepenuhnya.
Fakta sejarah di atas tidak hanya berlaku di era Nabi. Sebab, paradigma perdamaian antar umat beragama untuk saling menjaga keselamatan dan keamanan antar umat beragama adalah (kontrak sosial). Umat Islam harus memahami dan menyadari itu, sebab ini bukan perkara tentang keimanan tetapi perkara tentang saling menjaga keamanan agar terhindar dari konflik-pertumpahan darah yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Termasuk melindungi non-muslim serta menjaga keselamatan non-muslim pada saat perayaan Hari Natal adalah hal yang sebetulnya menjadi tanggung-jawab umat Islam di era Nabi pada saat itu. Hal ini sebetulnya menjadi perkara yang harus menjadi clue penting di tengah sibuknya mempersoalkan haram tidaknya mengucapkan selamat hari natal. Dengan memiliki acuan-acuan yang dimaksud di atas.
Vaksin dari Nabi dalam Menangkal Radikalisme
Saling melindungi antar umat beragama pada dasarnya adalah sebuah kontrak sosial yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Jelas, ini bukan perkara mencampuradukkan iman tetapi ini di luar konteks keimanan. Yaitu membangun semacam rasa toleran/menghargai yang tidak sekadar dalam ucapan tetapi dalam perilaku/tindakan yaitu bisa saling menjaga keselamatan dan keamanan antar umat beragama satu-sama lain.
Misalnya, ketika kita mengucapkan selamat hari natal, menjalin hubungan sosial, berkomunikasi dan membangun relasi yang kokoh. Tentu, rasa curiga, takut dan kebencian tampaknya akan hilang dari kita. Ini adalah (vaksin terbaik) yang sebetulnya menjadi perilaku penting yang harus kita bangun guna menangkal radikalisme itu sendiri.
Tidak ada korelasi yang kognitif ketika kita mengucapkan selamat hari raya natal lalu membuat iman kita menjadi luntur. Sebab, ini adalah sebuah kesepakatan sosial yang pernah dibangun oleh Nabi dengan non-muslim dengan saling menjaga, melindungi dan menjamin keselamatan secara sosial, hak keagamaan, keadilan dan segalanya terjamin.
Sebagaimana, Nabi dalam peperangan Dzatur Riqa’ pernah ditodongkan pedang oleh seorang Pria pada saat Beliau sedang istirahat di bawah pohon. Namun, pedang itu diambil oleh Nabi dan ditodongkan balik kepada peria tersebut. Nabi lalu bertanya “Siapa yang melindungimu dari perbuatanku”? pria itu menjawab “Jadilah engkau sebaik-baiknya orang yang melindungiku” lalu seketika Nabi melepaskan pria tersebut karena tidak akan lagi memerangi non-muslim dan meskipun pria tersebut tetap tidak beriman.
Ini adalah satu kisah Nabi yang menjadi satu kesadaran penting untuk menjaga, melindungi dan menjamin hak keselamatan non-muslim yang berada dalam kesepakatan dan ikatan sosial. Bahkan, salah satu hadits yang diriwayatkan HR. al-Bukhari) “Barang siapa yang membunuh orang yang terikat perjanjian, maka ia tak akan mencium bau surga. Sungguh bau surga tercium dari jarak perjalanan 40 tahun”.
Dalam konteks kita hari ini, menjaga dan melindungi serta menjamin hak keselamatan non-muslim adalah kewajiban bagi umat Islam. Sebagaimana di negeri ini, kita terikat dalam sebuah kesepakatan sosial dalam prinsip Kebhinekaan. Maka, saling melindungi, mengucapkan selamat keagamaan layaknya moment hari natal dan menjamin keselamatan non-muslim adalah tanggung-jawab umat Islam yang harus dilakukan.
This post was last modified on 19 Desember 2022 7:06 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…