Narasi

Menjaga Ruang Maya dari Kejahatan Radikalisasi Online

Berbenah, itulah yang sedang diusahakan untuk menuju Indonesia yang harmoni. Dalam pola kehidupan ini masyarakat diajak menjadi pribadi yang cerdas dan tanggap dalam memilih dan memilah. Karena selain berhadapan dengan bahaya hoax dan ujaran kebencian, sekarang virus radikalisasi juga sudah mulai menyusup tatanan ruang maya. Mereka berusaha mendoktrin masyarakat tidak hanya dalam dunia nyata, melainkan juga dalam media online ia merayu dan membujuk orang agar mengikuti alirannya yang radikal

Sekarang ini, bisa dikatakan media sosial berperan aktif dalam penyebaran virus radikalisasi. Sebab, salah satu aksi yang dilakukan pelaku radikal ialah dengan menggunakan media dering sebagai wacana untuk menyebar provokasi, bahkan sampai dengan berita yang berbaur hoax. Sebuah prilaku yang bisa merugikan apabila hal yang demikian dibiarkan dengan sendirinya.

Doktrin-doktrin radikal yang disebarkan dalam media sosial tidak hanya melahirkan perbedaan pandangan, melainkan juga akan berdampak pada sisi mentalitas seseorang dalam hal emosional, kebencian, sampai dengan kekerasan. Karena dirinya hanya memahami apa yang dianut adalah suatu kebenaran dan apa yang dilakukan orang lain adalah suatu kesalahan yang harus di tinggalkan.

Sikap radikal yang demikianlah yang harusnya di minimalisir bersama, bahwasanya manusia hidup di dunia memiliki banyak latar perbedaan. Begitu juga dalam hidup bersosial kita juga memiliki pandangan serta pola kehidupan yang berbeda. Apabila perbedaan tersebut mampu melahirkan kerukunan sudah seharusnya hal ini dijaga bersama. Seperti halnya kita di Indonesia yang memiliki berbagai perbedaan baik dalam budaya dan agama, tapi kita diharuskan untuk bersatu atas nama kemanusiaan dan Pancasila.

Maka apabila ada pola kehidupan yang mengarah pada radikalisme sudah seharusnya dihentikan. Selain berbahaya dalam kehidupan bersosial, hal ini juga bisa membahayakan ruang maya yang mudah diakses oleh masyarakat dari kalangan umur. Baik yang tua, muda sampai anak kecil yang belum memahami betapa bahayanya radikalisme.

Kita yang sadar akan bahaya virus radikalisasi tersebut, sudah seharusnya bergerak untuk memberikan sebuah konten yang mendamaikan ataupun pesan perdamaian. Sebagai salah satu pesan tandingan, bahwa bangsa Indonesia tidak seperti yang dibayangkan kaum-kaum radikal tersebut. Indonesia selalu memberikan pesan-pesan perdamaian, baik melalui budaya, kesenian sampai dengan pola keibadatan yang ada di Indonesia. Semua berjalan sesuai dengan kode etik yang ada dalam Pancasila, ketuhan, kemanusiaan serta persatuan.

Membangun solidaritas dengan menguatkan interaksi dan komunikasi dalam sosial media menjadi salah satu imun yang tepat untuk membangun kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, kita harus bersama-sama melawan hal-hal negatif yang senantiasa disebarkan dalam berbagai kolom media sosial. Kemudian menjaganya dengan menyebarkan hal-hal yang positif. Hingga masyarakat bisa memilih mana konten-konten yang layak konsumsi dan mana informasi yang harus dihindari.

Teladan inilah yang seharusnya disebarluaskan dalam kehidupan sehari baik dalam dunia nyata (offline) ataupun dunia maya (online). Agar hadirnya ruang maya di era digital, pengguna media sosial lebih cerdas dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Karena, kejahatan dan pengganggu keamanan tidak hanya terjadi di lingkungan sosial nyata, tetapi juga lingkungan dunia maya.

Dan inilah yang harusnya ditangani bersama. Jika dalam dunia nyata seseorang bisa melakukan gerakan menguatkan persaudaraan, maka dunia maya akan memiliki solusi yang tidak kalah membangun. Salah satu solusi yang harus di kembangkan dan kuatkan ialah komunikasi yang berkualitas, yaitu menjaga keamanan serta membangun solidaritas dengan media daring. Dengan kata lain, seseorang diajak untuk menjaga kebersihan dan menghentikan narasi-narasi yang berbaur ketidaksukaan di dalam dunia maya sampai akar-akarnya. Agar tidak ada lagi bayang-bayang virus radikalisme di bangsa Indonesia.

Sejalan dengan itu, kita juga harus kembali pada kiblat dalam bersosial media. Pada dasarnya, fungsi sosial media adalah untuk mencari informasi dan menginformasikan dengan mudah, serta mampu berpartisipasi sekaligus berbagi dengan sesamaa dalam keadaan yang menggembirakan. Cerdas dalam bermediasosial sangat diharuskan dalam kehidupan sehari-hari. Selain, sebagai solusi agar tidak terpapar virus radikalisme, kita juga bisa memanfaatkan dunia maya sebagai ruang yang bisa bermanfaat bagi orang lain.

Suroso

Recent Posts

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

6 jam ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

6 jam ago

“Ittiba’ Disconnect”; Kerancuan HTI Memahami Kebangkitan Islam

Meski sudah resmi dibubarkan dan dilarang beberapa tahun lalu, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya…

9 jam ago

Kebangkitan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Kejawen

Nasionalisme, sejauh ini, selalu saja dihadapkan pada agama sebagaimana dua entitas yang sama sekali berbeda…

1 hari ago

Membangun Sinergi Gerakan Nasional dan Pembaruan Keagamaan

Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20 bukan sekadar momentum politis untuk meraih kemerdekaan. Lebih dari…

1 hari ago

Cahaya dari Madinah: Pendidikan dan Moderasi sebagai Denyut Nadi Peradaban

Pada suatu masa, lebih dari empat belas abad silam, Yatsrib, sebuah oasis di tengah gurun…

1 hari ago