Narasi

Menyingkap Perjalanan Rasuli Sri Paus

Masih banyak orang saksikan di kalangan pedesaan Jawa sebuah kegiatan yang konon merupakan perpaduan antara Islam dan budaya Jawa. Kegiatan itu disebut sebagai “rasulan,” yang serupa dengan “slametan.” “Rasul” adalah sebuah istilah yang cukup memiliki pemaknaan yang berjenjang.

Taruhlah pada komunitas Katolik yang menyebut kedatangan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia di hari ini sebagai perjalanan “apostolik” atau rasuli. Pada istilah itu bisa jadi Sri Paus diletakkan sebagai utusan dari komunitas Katolik. Namun, pada jenjang makna yang lain, ia adalah seorang yang juga diletakkan sebagai penyambung sebuah risalah yang sudah berjalan sejak lama—sebagaimana di agama Islam penyambung itu dipegang oleh ulama atau, untuk lebih spesifik lagi, “mursyid” yang konon adalah pewaris para nabi.

Dari istilah “anbiya’” atau para nabi orang-orang pun paham bahwa dalam istilah “pewaris para nabi” terkandung tak sekedar satu nabi, melainkan banyak nabi. Dan memang, dalam agama Islam, para pengikutnya juga mengakui dan mengimani para nabi selain Nabi Muhammad. Maka, perjalanan rasuli Sri Paus ke Indonesia hari-hari ini, dapat dimaknai tak sekedar khusus bagi komunitas Katolik, mengingat pengertian istilah “rasul” meliputi pula komunitas-komunitas di luar Katolik.

Tepatlah kemudian tema “Faith, Fraternity, and Compassion” yang mengiringi perjalanan rasuli Sri Paus, yang jelas-jelas bersifat universal, mengatasi batas-batas identitas. Iman, persaudaraan, dan welas-asih, jelas-jelas adalah unsur-unsur kemanusiaan yang lazimnya tumbuh tanpa adanya pertimbangan-pertimbangan untung-rugi apapun—sebagaimana orang menyikapi para korban dari sebuah bencana alam.

Dengan demikian, pada jenjang pemaknaan istilah “rasul” yang lain, tepatlah juga ketika orang Jawa memaknai istilah itu sebagai “rasa,” dimana dari pengertian ini mengandung pesan bahwa masing-masing orang pada dasarnya adalah juga seorang utusan atau mengandung potensi sang utusan, sebagaimana yang terkandung dalam istilah Allah Bapa-Allah Putra-Roh Kudus (Katolik) ataupun Allah-Nur Muhammad-Ruh Idhafi (Islam)?

Indonesia dengan segala tradisi yang dihidupinya jelas-jelas adalah sebuah kacabenggala tentang bagaimana kebhinekaan hidup dan diupayakan untuk dihidupi. Seandainya sejauh ini orang mengenal kebhinekaannya sekedar pada tataran etis, Indonesia juga memungkinkan kebhinekaan itu teranyam pula pada tataran non-etis.

Kemungkinan keteranyaman kebhinekaan pada tataran non-etis bukanlah sebentuk kekhawatiran pada pluralisme yang konon masih dianggap ingin menyamaratakan agama, dimana anggapan itu sudah terpatahkan berkali-kali, baik dengan konsep “rahmatan lil ‘alamien” (Islam) maupun Konsili Vatikan II (Katolik). Jujur atau tidak, Indonesia beserta dengan segala potensinya, termasuk bencana-bencana alam, merupakan medan dimana sekat-sekat perbedaan serasa dapat pudar dengan sendirinya. Dengan kata lain, Indonesia adalah juga sebuah medan dimana nilai-nilai kemanusiaan berpotensi menyisihkan nilai-nilai lainnya, nilai-nilai yang selama ini , barangkali, telah menciderai kemanusiaan.

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Dari Suriah ke Sudan; Bagaimana Ekstremis Mengeksploitasi Konflik Sosial-Politik?

Ibarat kendaraan bermotor, gerakan ekstremisme juga butuh bahan bakar. Jika mobil atau motor bahan bakarnya…

4 jam ago

“Glokalisasi Pancasila” & Ramuan Ciamik Harmoni Nusantara

Diskursus kebangsaan kita sering kali terjebak dalam dua tarikan ekstrem. Di satu sisi, terdapat kerinduan,…

4 jam ago

Eksploitasi Ideologi Mengatasnamakan Hijrah dan Jihad Semu

Propaganda terbaru ISIS melalui majalah al-Naba’ (2025) yang menyerukan ajakan berjihad ke Sudan merupakan bukti…

4 jam ago

Kompleksitas Isu Sudan; Bahaya Jihad FOMO Berkedok Ukhuwah Global

Isu Suriah sudah lewat. Gaza sudah berangsur normal. Isu lain seperti Uyghur, Rohingya, dan sebagainya…

1 hari ago

Ilusi Persatuan Global; Meneguhkan Nasionalisme di Tengah Dunia Multipolar

Kelompok ekstremis terutama ISIS tampaknya tidak pernah kehabisan materi propaganda kekerasan. Setelah revolusi Suriah berakhir…

1 hari ago

Menakar Ukhuwah Global dan Kompromi Pancasila Sebagai Benteng Persatuan Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, istilah ukhuwah global sering digaungkan sebagai cita-cita luhur umat manusia—sebuah gagasan…

1 hari ago