Narasi

Menyoal RAN PE : Menyempitkan Ruang Gerak Teroris melalui Pemolisian Masyarakat

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme-kemudian disebut RAN PE- Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Kebijakan ini merupakan langkah maji yang telah ditempu oleh bangsa ini dengan menyadari pentingnya regulasi yang memfokuskan pada pencegahan bibit awal timbulnya aksi kekerasan.

Perpres RAN PE ini tentu tidak muncul secara instan. Proses pembahasan dan perumusan telah dimulai sejak tahun 2017 untuk menciptakan payung hukum kebijakan menanggulangi terorisme secara komprehensif. Pengertian komprehensif di sini dimaknai bahwa aksi kekerasan seperti terorisme tidak terjadi secara tiba-tiba dan tidak memiliki penyebab yang tunggal. Karena sifatnya yang komprehensif, Perpres ini mengatur keterlibatan seluruh pihak termasuk kementerian, pemerintah daerah hingga masyarakat sipil.

Ketika meletakkan masyarakat sipil sebagai bagian penting dalam pilar pencegahan ekstremisme dan radikalisme, tentu ini merupakan langkah yang sangat maju. Tidak banyak negara yang melibatkan masyarakat sipil secara partisipatif bahkan cenderung dibatasi. Pelibatan masyarakat tentu melepaskan image bahwa penanggulangan ekstremisme tidak saja dengan kerangka pendekata keamanan semata, tetapi juga pemberdayaan masyarakat.

Jangan Sesat Pikir tentang Pemolisian Masyarakat

Sayangnya isu keterlibatan masyarakat ini disalahpahami dengan istilah yang provokatif misalnya munculnya potensi konflik horizontal yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat. Isu pemolisian masyarakat nantinya akan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk main hakim sendiri. Inilah dasar dari pemikiran yang salah tafsir terhadap pemolisian masyarakat (community policing).

Dalam setiap kejadian pasca teror selalu ada cerita begini. “ orangnya baik, tapi sangat tertutup, saya tidak menyangka dia terlibat aksi teror”. Respon masyarakat ketika ada tetangganya ternyata terlibat aksi teror selalu seragam dengan kalimat di atas. Artinya, sesungguhnya kecuekan, ketidakpedulian dan lemahnya deteksi dini masyarakat terhadap kelompok ekstrem di tengah mereka.

Pada poin inilah sebenarnya pelibatan masyarakat dengan cara pemolisian masyarakat dengan cara pendampingan dan pengembangan daerah yang aktif dan peduli terhadap pencegahan ekstremisme di tengah lingkungan mereka menjadi sangat penting. Pemolisian masyarakat sebenarnya bukan hal baru. Bukan pula disesatkan dengan maksud masyarakat main hakim sendiri dengan melakukan penangkapan.

Pemolisian masyarakat sebenarnya lebih pada meningkatkan daya tangkal, deteksi dini, dan kepedulian masyarakat dalam mencegah bibit ekstremisme sejak awal. Pada prakteknya pemolisian masyarakat ditujukan untuk meningkatkan profesionalitas Bhabinkamtibmas pada kepolisian yang menguatkan kemitraan masyarakat dan polisi. Pemolisian ini merupakan bagian penting dalam upaya pencegahan ekstremisme di tengah masyarakat dengan cara meningkatkan sumber daya masyarakat dan terpenting kepedulian masyarakat.

Patut dipahami bersama bahwa sejatinya ladang terbesar suburnya ekstremisme kekerasan di tengah masyarakat adalah ketidakpedulian masyarakat. Sikap acuh dan abai terhadap lingkungan menjadi oksigen yang luas bagi kelompok ekstrem untuk berdiam diri di tengah masyarakat. Tentu saja, kontrol dan pengawasan pemerintah melalui aparat yang ada tidak akan mampu mendeteksi secara penuh yang hal ini membutuhkan keterlibatan masyarakat.

Dengan demikian, RAN PE ini selain mengatur secara komprehensif juga sebagai upaya mempersempit ruang gerak kelompok ektremisme kekerasan yang dengan mudah melakukan infiltrasi di tengah masyarakat. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam wujud kemitraan strategis kepolisian dan masyarakat menjadi modal untuk mempersempit ruang gerak mereka.

Tentu akan banyak narasi yang memelintir terhadap upaya mempersempit ruang gerak kelompok ekstremis tersebut. Namun, sekali lagi kerentanan akan muncul jika masyarakat menganggap abai terhadap potensi ancaman kelompok radikal dan ekstrem di lingkungan mereka. RAN PE ini harus disambut sebagai upaya negara melindungi masyarakat dengan cara melibatkan masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan masyarakat. 

This post was last modified on 19 Januari 2021 2:51 PM

Farhah Sholihah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

8 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

8 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

8 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago