Mei 2025, dunia terjaga dengan ketegangan yang kembali merebak antara India dan Pakistan. Konflik yang telah menjadi kenangan lama ini seakan-akan tidak pernah berhenti. Kali ini, pemicu utamanya adalah serangan teroris yang menewaskan 26 orang di Pahalgam, Kashmir. Sebagian besar korban adalah wisatawan Hindu. India, yang sudah lama menuduh Pakistan mendukung kelompok militan, tidak tinggal diam. Mereka membalas dengan serangan besar-besaran yang mereka sebut Operasi Sindoor. Serangan itu menargetkan markas-markas militan di wilayah yang dikuasai Pakistan. Pakistan pun tidak kalah dengan melancarkan Operasi Bunyan-un-Marsoos. Kekerasan ini memakan lebih dari 50 korban jiwa. Meskipun begitu, yang lebih mencemaskan bukan hanya jumlah korban, tetapi juga eskalasi dari ketegangan agama dan nasionalisme ekstrem yang kembali mengemuka.
Namun, jika kita menilik lebih dalam, akar dari konflik ini tidak semata-mata soal tanah atau wilayah, tetapi lebih pada polarisasi agama yang kian tajam. Radikalisasi agama, baik di India maupun di Pakistan, sudah begitu meresap dalam kehidupan sosial politik mereka. Di India, kelompok Hindutva yang radikal semakin vokal dengan agenda mereka, dengan mengangkat supremasi Hindu di atas segalanya. Dalam narasinya, kebencian terhadap Muslim menjadi alat untuk memperkuat identitas Hindu. Kelompok ini semakin kuat berkat narasi yang menyebar di media dan politik. Beberapa serangan yang mengatasnamakan agama, dari serangan terhadap masjid hingga pengusiran Muslim, semakin memperburuk hubungan antara kedua komunitas besar ini. Dan sayangnya, ini bukan hanya fenomena yang terjadi di India, tetapi juga di seluruh dunia, di mana agama sering kali dijadikan senjata untuk memecah belah dan memperburuk ketegangan sosial.
Di sisi lain dunia, jauh dari ketegangan itu, Indonesia merayakan perayaan Waisak dengan penuh damai. Pada 12 Mei 2025, Candi Borobudur, situs warisan dunia yang tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menjadi simbol spiritual bagi umat Buddha, dipenuhi oleh ribuan umat yang berkumpul. Waisak, yang diperingati dengan khidmat, bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi sebuah perayaan nilai-nilai universal tentang kedamaian, cinta kasih, dan pengertian terhadap sesama, terlepas dari latar belakang agama atau suku bangsa. Perayaan kali ini bukan hanya penting bagi umat Buddha, tetapi juga bagi kita semua, sebagai pengingat bahwa perdamaian itu mungkin, meski dunia ini terkadang dipenuhi ketegangan yang seolah tak kunjung usai.
Waisak di Borobudur tahun ini terasa semakin bermakna, mengingat ketegangan global yang sedang terjadi. Indonesia, negara dengan keberagaman agama yang begitu kaya, kembali menunjukkan bahwa hidup berdampingan dalam damai itu mungkin. Dalam setiap doa dan harapan yang dipanjatkan di Borobudur, kita bisa merasakan semangat yang sangat berlawanan dengan narasi kebencian dan kekerasan yang mengemuka di tempat lain. Waisak di Indonesia ini seolah menjadi antidot dari perpecahan yang terjadi di belahan dunia lainnya, seperti yang tengah terjadi antara India dan Pakistan.
Ketegangan yang terjadi di India dan Pakistan bukan hanya soal dua negara yang saling bertikai, tetapi juga soal bagaimana agama, yang seharusnya menjadi sumber kedamaian, sering kali diperalat untuk memicu kebencian. Dalam situasi ini, Indonesia dapat mengambil peran sebagai negara yang menunjukkan bahwa keberagaman agama bukanlah masalah, tetapi sebuah kekuatan. Melalui nilai-nilai yang terkandung dalam agama Buddha dan perayaan Waisak, kita diingatkan bahwa perdamaian harus diperjuangkan, bukan hanya di tingkat internasional, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Kita diajarkan untuk memahami bahwa perbedaan adalah hal yang alami, dan kita tidak bisa memaksakan satu pandangan atau identitas untuk mengalahkan yang lain.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia memiliki peran penting dalam diplomasi global. Indonesia harus bisa menjadi jembatan antara negara-negara yang sedang berkonflik, seperti India dan Pakistan, untuk mencari solusi damai. Indonesia, dengan prinsip-prinsip pluralisme dan toleransi yang sudah mengakar, dapat menjadi contoh bahwa dunia yang lebih damai bukanlah sesuatu yang mustahil. Waisak 2025 di Borobudur, dengan suasananya yang penuh kedamaian dan kebersamaan, mengajarkan kita bahwa konflik, perbedaan, dan ketegangan sosial hanya bisa diatasi dengan satu cara: saling menghormati dan menjaga kedamaian.
Namun, ini bukan hanya tugas para pemimpin dunia atau diplomat. Ini adalah tugas kita semua. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus terus memperjuangkan toleransi, menghargai keberagaman, dan menghindari sikap ekstrem yang justru merusak hubungan antarindividu, apalagi antarbangsa. Perayaan Waisak tahun ini, dengan segala simbolisme kedamaian yang terkandung di dalamnya, mengingatkan kita bahwa setiap tindakan kecil yang kita lakukan untuk menciptakan perdamaian, setiap kata yang kita pilih untuk mempererat persaudaraan, adalah langkah yang penting.
Konflik yang terjadi di India-Pakistan dan meningkatnya radikalisasi agama menunjukkan betapa pentingnya peran kita sebagai individu dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Dan, pada saat yang sama, perayaan Waisak 2025 mengingatkan kita bahwa agama-agama besar di dunia ini, meskipun terkadang disalahgunakan, memiliki inti yang sangat jelas: kedamaian, kasih sayang, dan pengertian. Melalui setiap langkah kecil kita dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berkontribusi untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih damai dan harmonis.
This post was last modified on 12 Juli 2025 9:30 AM
“Allah,” ucap seorang anak di sela-sela keasyikannya berlari dan berbicara sebagai sebentuk aktifitas kemanusiaan yang…
Di era digital, anak-anak tumbuh di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan interaksi virtual…
Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap ancaman…
Perkembangan digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, terutama pada masa remaja. Fase ini kerap…
Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kutipan masyhur dari Sayyidina…
Di era digital yang terus berkembang, anak-anak semakin terpapar pada berbagai informasi, termasuk yang bersifat…