Narasi

Merawat Akal Budi Pasca Pemilu untuk tetap Menjaga Persatuan

“Menolak Pemilu curang”. Narasi ini selalu muncul pasca Pemilu, terutama dalam Pilpres. Tak terkecuali pada Pilpres 2024 kali ini. Kontestan yang kalah dalam kontestasi maupun tim pemenangannya ada yang merasa tidak puas dengan hasil penghitungan suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi sasaran dituduh tidak adil dan telah melakukan kecurangan.

Aksi demonstrasi Senin (19/2/2024) menegaskan hal ini. Sekelompok massa melakukan aksi demonstrasi di depan kantor KPU, meminta KPU memperbaiki Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU. Mereka juga meminati KPU untuk tidak berlaku curang. Selain itu, mereka juga meminati Komisi II untuk memeriksa KPU RI dan menindaklanjuti dugaan adanya kecurangan dalam Pemilu kali ini.  Akan tetapi, tuduhan kecurangan tersebut tak diturut sertakan data atau bukti yang valid.

Pada saat yang sama, di seberang jalan depan kantor KPU ada pula demonstran yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Jaga Indonesia. Mereka mendukung KPU untuk melanjutkan Pemilu yang sedang berjalan tak tidak takut dengan intimidasi.

Suatu kondisi yang sangat merentankan terjadinya perpecahan pasca Pemilu. Lebih-lebih mereka yang berdemonstrasi menuntut KPU untuk tidak berbuat curang, padahal tidak ada bukti yang valid supaya bisa diproses secara konstitusional. Hanya berlatar ketidak puasan karena kalah dalam kontestasi Pilpres, atau terpedaya hasutan kelompok yang memiliki kepentingan tertentu.

Kita tentu ingat kisah kelam tragedi 22 Mei 2019, dimana sekawanan manusia yang tak memiliki akal budi melakukan aksi anarkis dilingkungan kantor BAWASLU RI (Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia). Aksi tak beradab tersebut lantaran terjadi indikasi kecurangan dalam perhitungan suara Pemilu khususnya Pilpres.

Sebelum pengumuman penghitungan resmi dari KPU, ribuan massa dari seluruh Indonesia diturunkan oleh pihak berkepentingan serta melakukan aksi anarkis atau membuat kericuhan. Namun, kenyataannya setelah pihak kepolisian menggeledah 257 perusuh polisi menemukan amplop berisikan uang tunai 200 ribu sampai 500 ribu per orang. Bahkan, ada amplop berisi uang 5 juta untuk biaya operasional aksi demonstrasi tersebut.

Artinya, kegiatan tersebut bukan murni menuntut keadilan penyelenggaraan Pemilu, lebih merupakan propaganda untuk mengadudombakan masyarakat demi suatu kepentingan. Persatuan dan persaudaraan yang telah terbina secara baik terancam pecah. Dengan demikian, pilar sila Persatuan Indonesia terancam terkoyak bukan oleh demokrasi, namun sebab kepentingan sekelompok orang.

Meneguhkan Nilai Persatuan pada Pancasila Pasca Pemilu

Telah dimaklumi, Pancasila merupakan falsafah serta pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara Indonesia. Pancasila adalah jati diri bangsa dan sebagai pengikat persatuan dan kesatuan. Selama berpedoman kepada Pancasila maka rakyat Indonesia tidak akan tercerai-berai sebab bisa berpikir untuk tidak melakukan tindakan yang berpotensi menciptakan permusuhan.

Kekalahan dalam Pemilu sejatinya tidak sampai mengabaikan lima dasar Pancasila, terutama sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kita harus mengedepankan kemaslahatan bangsa di atas kelelahan itu sendiri. Di tengah geliat politik yang baru usai tidak perlu menciptakan kerenggangan dengan membunuh kemanusiaan, apalagi sampai mengorbankan jati diri harga diri sebagai masyarakat Indonesia yang memegang teguh lima dasar Pancasila.

Konflik yang terjadi pasca Pemilu akan merugikan bangsa ini, apalagi kalau sampai terjadi konflik kemanusiaan yang berkepanjangan. Negara ini secara perlahan akan menuju suatu titik terlemah dan akan sangat mudah dikuasai oleh pihak-pihak tertentu yang memang menginginkan Indonesia hancur dan selanjutnya mereka yang berkuasa.

Dalam konteks politik Pancasila akan kehilangan arti politisnya apabila direduksi oleh suatu kepentingan, termasuk ketidakpuasan pihak yang kalah dalam kontestasi politik seperti Pilpres. Tuduhan “Pemilu curang” tanpa disertai data yang valid sama halnya mereduksi ajaran Pancasila menjadi ajaran untuk kepentingan individu. Hal ini merupakan sikap negatif seorang warga negara.

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus dipahami dengan nalar yang jernih, dihayati dan diamalkan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mengajarkan kepada masyarakat Indonesia untuk selalu mengedepankan dialog, musyawarah dan mufakat.

Semua kandidat dalam Pilpres adalah kandidat terbaik serta putra terbaik yang dihadirkan untuk dipilih oleh rakyat. Oleh karenanya, sebagai kader terbaik bangsa, menang atau kalah sejatinya memberikan ketauladanan sebagai seorang pemimpin yang baik. Pemenang menjadi pengayom, dan yang kalah tetap berbesar hati untuk tetap ikut serta dalam membangun bangsa ke depan.

Tetap Jaga Persatuan Pasca Pemilu

Banyak beredar di media massa hasil quick count beberapa lembaga survei melakukan kecurangan, data yang diambil tidak sesuai dengan real count yang terjadi pada tiap TPS, dan KPU memihak Paslon tertentu.

Suatu hal yang seharusnya tidak terjadi sebab finalisasinya tetap pada perhitungan real count KPU, sekalipun hasil quick count berkaca pada Pilpres-pilpres sebelumnya telah membuktikan keakuratannya sampai 99%.

Andaipun terjadi kecurangan dengan bukti-bukti yang valid sudah ada regulasi hukum yang mengatur hal tersebut. Masyarakat pendukung tidak perlu terpolarisasi dan berhadapan saling bermusuhan.

Pancasila adalah pedoman bagi semua warga negara. Karenanya, harus mengedepankan sikap untuk menjaga persatuan dan persaudaraan. Karena aset terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan dan persaudaraan yang membuat negara ini tetap kuat sampai pada detik ini.

Perbedaan akan selalu ada dalam setiap pesta demokrasi, tapi toleransi harus tetap diterapkan untuk saling menghormati. Perbedaan pilihan bukan alasan bermusuhan. Setiap pihak harus tetap menjaga kerukunan untuk terciptanya negara yang damai. Masyarakat harus tetap dewasa dalam berpikir supaya tidak terpengaruh kepentingan tertentu pasca Pemilu yang dapat menimbulkan perpecahan.

Rakyat Indonesia harus memiliki prinsip, bahwa siapapun yang terpilih itulah pemimpin yang terbaik yang sesuai dengan azaz demokrasi; dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kewajiban kita sebagai masyarakat Indonesia pasca Pemilu adalah berdoa semoga bangsa ini lebih baik, lebih adil, dan makmur. NKRI harga mati, dan persatuan adalah jaminan bagi kekuatan NKRI.

This post was last modified on 22 Februari 2024 4:59 PM

Faizatul Ummah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

8 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

8 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

8 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago