Editorial

Merawat Kebhinnekaan di Dunia Maya

Kebhinnekaan itu adalah Indonesia. Keberagaman telah menjadi ruh dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Menjadi berbeda-beda tapi tetap dalam kesatuan telah lama terbangun dalam kesadaran bangsa. Keragaman adalah nafas dari masyarakat kepulauan yang bernama masyarakat nusantara. Praktek kehidupan yang harmonis, rukun, toleran, dan saling menghormati dalam perbedaan menjadi warna dasar dari corak kehidupan masyarakat asli Indonesia. Akhirnya harus dikatakan bahwa kebhinnekaan adalah habitus bangsa Indonesia.

Namun, potret keragaman dan kebhinnekaan Indonesia akhir-akhir ini mulai rapuh. Kesadaran bahwa Indonesia adalah negara multikultur dengan keragaman dalam berbagai aspek hanya menjadi pengetahuan tetapi belum menjadi paradigma. Perbedaan tidak lagi dipandang sebagai sarana membangun kehidupan yang harmonis, justru perbedaan diruncingkan untuk menyudutkan yang lain yang berbeda. Kita seakan digiring untuk memandang perbedaan sebagai hal yang tabu dan yang berbeda seakan berpotensi menjadi musuh.

Sebagai bangsa yang sangat beragam memang kita sadari bahwa kebhinnekaan itu merupakan potensi sekaligus tantangan. Jika diarahkan pada hal yang positif, kebhinnekaan akan menjadi modal dan kekuatan besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar. Tapi tantangan itu sungguh besar. Tentu ada pihak yang tidak menginginkan Indonesia tumbuh besar Karena keragaman. Dan cara mudah untuk mengerdilkan bangsa ini adalah memanfaatkan kebhinnekaan sebagai sumbu konflik.

Apabila ingin melihat upaya membenturkan dan melenyapkan kebhinnekaan bangsa ini kita dapat melihat realitas kehidupan di dunia maya. Pergaulan sosial maya di media sosial akhir-akhir ini sungguh tidak produktif. Masifnya pesan dan konten negatif yang mengembangkan diskriminasi dan intoleransi terhadap yang lain (the other) di dunia maya berpotensi melahirkan sikap serupa di dunia nyata. Di media sosial, masyarakat seakan menjadi mudah mengumpat, mencaci maki, menjatuhkan, bahkan mengutuk yang lain atas nama perbedaan. Masyarakat lamban laun tapi pasti, pada akhirnya akan terperosok pada jurang sekterian dan sudut kelompok kepentingan. Masyarakat diadu domba dengan konflik identitas dan kesombongan simbolik.

Pertanyaannya, bagaimana bangsa ini bisa maju dan besar jika energi kita habis untuk bertikai dan saling membela kepentingan identitas masing-masing? Sungguh kenyataan ini adalah ujian bagi bangsa ini. Butuh kecerdasan dan kedewasaan kita untuk mengelola perbedaan tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Tidak mudah terpancing dan terprovokasi adalah kunci menjalin pergaulan di dunia maya.

Marilah kita rawat kebhinnekan bangsa sebagai anugerah yang diberikan Tuhan sebagai sunnatullah. Marilah jaga keragaman sebagai warisan yang diberikan para pendiri bangsa ini sebagai modal kekuatan untuk menjadi bangsa besar. Hormatilah yang berbeda sebagai bagian  saudara sebangsa dan setanah air. Berperanlah sebagai juru damai bukan sebagai provokator yang mengoyak kedamaian. Bersatu lebih indah daripada berseteru.

Redaksi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

30 menit ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

32 menit ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

34 menit ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago