Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Komitmen ini tercermin dalam berbagai program strategis yang bertujuan meningkatkan produksi pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor. Langkah ini tidak hanya untuk menjamin kecukupan pangan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai bagian dari upaya memperkuat kedaulatan nasional.
Selain, ketahanan pangan, hal yang tidak kalah pentingnya tentu saja ketahanan ideologi. Glofirikasi ketahanan pangan, tidak boleh melupakan pentingnya ketahanan ideologi yang juga menjadi pilar dalam mewujudkan kedaulatan bangsa.
Ketahanan pangan dan ketahanan ideologi adalah dua fondasi penting yang menopang kedaulatan sebuah negara. Keduanya tidak hanya berfungsi sebagai kebutuhan dasar dan spiritual masyarakat, tetapi juga sebagai tameng untuk mencegah munculnya ekstremisme kekerasan.
Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara untuk menyediakan pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau bagi seluruh rakyatnya. Dalam konteks Indonesia, ketahanan pangan tidak hanya soal menyediakan pasokan beras atau bahan pokok lainnya, tetapi juga upaya mewujudkan kemandirian melalui swasembada. Sayangnya, meskipun Indonesia memiliki potensi agraris yang besar, ketergantungan pada impor pangan masih menjadi masalah besar.
Swasembada pangan adalah langkah strategis untuk memastikan stabilitas nasional. Ketika negara mampu memproduksi kebutuhan pangannya sendiri, ketergantungan terhadap pihak luar dapat dikurangi. Hal ini penting tidak hanya untuk menghindari risiko ekonomi global, tetapi juga untuk menjaga kedaulatan negara dari pengaruh asing. Krisis pangan global, seperti yang terjadi akibat perang di Ukraina, adalah pengingat betapa pentingnya kemandirian dalam pangan.
Namun, ketahanan pangan tidak bisa berdiri sendiri. Pemenuhan kebutuhan pangan adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia, seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam Hierarchy of Needs. Dalam piramida kebutuhan Maslow, pangan termasuk dalam kebutuhan fisiologis yang menjadi dasar kehidupan manusia. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, manusia akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, seperti rasa aman, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.
Ketahanan Ideologi sebagai Penopang Keutuhan Bangsa
Sementara ketahanan pangan berfokus pada kebutuhan fisik, ketahanan ideologi bertumpu pada kebutuhan spiritual dan intelektual. Dalam konteks Indonesia, ideologi Pancasila adalah pondasi yang menyatukan keberagaman masyarakat. Pancasila tidak hanya menjadi pedoman hidup berbangsa, tetapi juga menjadi perisai terhadap paham-paham radikal yang berpotensi memecah belah negara.
Ketahanan ideologi sangat penting untuk mencegah infiltrasi nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan. Ketika ideologi negara kuat, masyarakat memiliki panduan yang jelas tentang nilai-nilai yang harus dijaga, seperti toleransi, keadilan sosial, dan persatuan. Sebaliknya, lemahnya ketahanan ideologi dapat membuka celah bagi radikalisme dan ekstremisme untuk berkembang.
Dalam hierarki Maslow, ketahanan ideologi dapat dikaitkan dengan kebutuhan akan rasa aman (safety needs) dan penghargaan diri (esteem needs). Sebuah masyarakat yang yakin pada ideologinya cenderung merasa lebih aman dan percaya diri dalam menghadapi tantangan global. Ideologi juga memberikan rasa tujuan (purpose), yang mendorong individu untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Mencegah Ekstremisme Kekerasan melalui Ketahanan Pangan dan Ideologi
Ekstremisme kekerasan sering kali tumbuh subur di lingkungan yang mengalami krisis, baik itu krisis pangan, ekonomi, maupun nilai-nilai ideologis. Dalam banyak kasus, kemiskinan dan kelaparan menjadi pintu masuk bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru. Mereka memanfaatkan kerentanan masyarakat dengan menawarkan solusi instan, baik dalam bentuk bantuan ekonomi maupun narasi ideologis yang menjanjikan perubahan cepat.
Ketahanan pangan memainkan peran penting dalam mencegah kondisi ini. Dengan memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, negara dapat mengurangi potensi kerawanan sosial yang sering menjadi lahan subur bagi radikalisasi. Sebuah perut yang kenyang cenderung lebih sulit dipengaruhi oleh narasi ekstrem dibandingkan dengan perut yang lapar.
Ketahanan ideologi, di sisi lain, berfungsi sebagai pelindung terhadap doktrin radikal. Dengan memperkuat pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kebangsaan, negara dapat menciptakan warga yang lebih kritis terhadap propaganda ekstremis. Ideologi yang kuat memberikan rasa identitas yang kokoh, sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang memecah belah.
Membangun Sinergi Ketahanan Pangan dan Ideologi
Ketahanan pangan dan ideologi bukanlah dua hal yang terpisah. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menciptakan masyarakat yang stabil, sejahtera, dan tahan terhadap ancaman ekstremisme. Ketika masyarakat memiliki akses pangan yang cukup dan pemahaman ideologi yang kuat, mereka memiliki fondasi yang kokoh untuk menghadapi berbagai tantangan.
Pemerintah memiliki peran strategis dalam menyinergikan keduanya. Kebijakan pangan harus mencerminkan nilai-nilai ideologi Pancasila, seperti gotong royong dan keadilan sosial. Contohnya, program pemberdayaan petani lokal tidak hanya mendukung swasembada pangan, tetapi juga memperkuat rasa kebangsaan dengan menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan.
Selain itu, pendidikan juga menjadi kunci utama. Pendidikan yang menanamkan pentingnya ketahanan pangan sekaligus nilai-nilai ideologi dapat membentuk generasi yang sadar akan tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Masyarakat yang teredukasi dengan baik lebih sulit terpengaruh oleh propaganda ekstremis, baik yang berbasis ekonomi maupun ideologi.
Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…
Beberapa hari yang lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Eddy Hartono menyatakan…
Paham sektarian adalah sebentuk fanatisme buta terhadap identitas primordial. Menempatkan golongan/kelompok lain sebagai rival, bukan…
Pasca runtuhnya Orde Baru, lanskap sosial keagamaan kita diwarnai oleh satu fenomena baru, yakni kegalauan…
Dalam Islam, konsep ummah bukanlah sekadar kelompok yang eksklusif berdasarkan keimanan, tetapi memiliki cakupan yang luas, mencerminkan…
Jika kita kuliti, paham sektarianisme dalam sejarah Islam bermula pada peristiwa yang dikenal dengan perang…