Debat capres menjadi satu bagian penting dalam rangkaian pesta demokrasi Pilpres yang akan digelar April 2019 nanti. Debat mempersembahkan penampilan kedua kandidat beradu gagasan dan argumen mengenai berbagai topik. Masyarakat bisa melihat dan menilai, sebelum memantapkan pilihan. Sedangkan bagi kedua kandidat, debat menjadi media yang penting. Bukan hanya untuk sosialisasi program dan gagasan, namun juga untuk mengkritisi gagasan dan argumen lawan.
Meski menjadi ajang saling beradu argumen, bukan berarti debat harus dilakukan dengan keras dan mempertontonkan aksi saling serang. Debat akan lebih efektif dan efisien menggambarkan penguasaan kandidat mengenai suatu persoalan, jika lebih mengedepankan argumen-argumen substansial, ide-ide konkret, kritik-ktitik relevan, dan langsung menyentuh pokok persoalan. Artinya, debat mesti terhindar dari kecenderungan debat kusir yang minim gagasan atau sekadar saling serang pribadi lawan.
Debat yang menyentuh persoalan substansial pun tak harus dibawakan dengan bahasa yang keras, kasar, tajam, dan cenderung menyakiti lawan. Sebagai calon pemimpin negara, kedua kandidat mesti bisa menyampaikan argumen maupun kritiknya dengan tetap memperhatikan aspek kesantunan. Ini penting, tak sekadar karena mencerminkan kepribadian dan karakter kandidat sebagai pribadi, namun juga karena akan memberi efek atau pengaruh yang besar terhadap sikap para pendukung masing-masing.
Kesantunan bisa dilihat dari berbagai aspek. Yakni aspek kebahasaan dan aspek non-kebahasaan. Aspek kebahasaan adalah tentang intonasi, nada, pilihan kata, gerak-gerik tubuh, mata, kepala, dan sebagainya. Sedangkan, aspek nonkebahasaan terkait dengan pranata sosial budaya di masyarakat (Pranowo, 2009:76).
Baca juga : Stop Ujaran Kebencian! Mari Berdebat dengan Santun
Artinya, penting bagi kedua kandidat menampilkan kesantunan dengan memerhatikan kedua aspek tersebut. Baik dari segi bahasa, yang meliputi intonasi, diksi, hingga gestur dan gerakan tubuh yang santun, hingga nilai-nilai kesantunan yang selama ini ada dalam budaya masyarakat Indonesia.
Kesantunan menjadi penting terutama jika kita bicara tentang fenomena merebaknya ujaran kebencian, hoax, bahkan fitnah di media sosial dewasa ini. Kita sudah melihat bagaimana besarnya pengaruh konten-konten negatif yang beredar dalam menciptakan pertikaian. Orang begitu mudah saling menyerang dan mencaci, hanya karena perbedaan pandangan politik, bahkan tak jarang karena meributkan sebuah informasi atau berita yang tidak jelas sumbernya.
Di titik inilah kemudian, momentum debat capres diharapkan tak semakin memperburuk kondisi karena kedua kandidat memperlihatkan debat yang saling menyerang dan menyakiti. Sebab, ketika terjadi saling serang yang mengarah pada pribadi lawan dan disaksikan oleh jutaan pasang mata pendukung masing-masing, bukan tak mungkin ini akan memantik pertikaian pula di tengah masyarakat. Kita tahu, kedua kandidat memiliki pendukung fanatik yang tidak sedikit.
Media sosial
Debat capres menjadi perhatian masyarakat luas dan tergambar di dunia maya. Dalam debat perdana minggu lalu, kita melihat efek momentum debat yang begitu besar di dunia maya. Di samping menjadi trending topic, segera setelah debat, muncul berbagai tanggapan, komentar, analisis, hingga meme-meme yang dibuat dan diserbarkan warganet yang menunjukkan gambar kandidat lengkap dengan kutipan-kutipan pernyataannya saat debat. Dari sana, perbicangan warganet soal debat capres semakin intens.
Berbagai tanggapan atas jalannya debat yang dieskpresikan dalam berbagai bentuk tersebut, dibuat dengan motif beragam. Ada yang bermaksud menyindir dan mengkritisi perkataan kandidat dalam debat. Ada yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk melihat respon dari sesama warganet. Ada pula yang sekadar menjadikannya sebagai hiburan, dengan membagikan momen-momen unik dan menghibur saat debat berlangsung. Dari sana, perbincangan dan saling komentar antar warganet terjadi.
Semua itu menunjukkan bahwa warganet tak pernah kehilangan cara untuk mengekspresikan sikap, pandangan, dan kreativitasnya dalam menyikapi apa yang sedang menjadi perhatian publik. Di sinilah kemudian, menjadi penting bagi kedua kandidat untuk memberikan performa debat yang berkualitas, sembari tetap menjaga kesantunan, etika, dan adab. Diharapkan kesantunan ini bisa meminimalisir reaksi, sikap, dan tanggapan-tangggapan yang tidak diinginkan dari warganet di dunia maya.
Upaya-upaya dari KPU atau penyelenggara debat untuk menciptakan susana tetap damai dan sejuk, seperti memberi kesempatan masing-masing kandidat memberi apresiasi pada lawan di penghujung acara, serta momen saling berjabat tangan dan saling berpelukan, merupakan langkah-langkah yang patut diapresiasi, guna mendukung terciptanya suasana damai dalam debat. Hal tersebut juga bisa memberi pengaruh positif dalam menciptakan suasana damai di antara kedua pendukung, maupun masyarakat secara luas.
Mengenai bagaimana pengaruh kesantunan kandidat terhadap pendukung maupun masyarakat luas, kita bisa mengibaratkan debat sebagai pertandingan sepak bola. Di mana kedua kandidat capres-cawapres tak ubahnya pemain yang sedang bertanding. Keduanya disaksikan ribuan supporter. Pemain bisa bermain dengan sportif dan fair play, sehingga menciptakan atmosfer supperter yang kondusif. Tapi, pemain juga bisa bertindak arogan di lapangan dan memancing supporter rusuh.
Debat bisa menjadi momentum untuk merayakan perbedaan pendapat dengan cara bermartabat. Melalui dua pasangan capres-cawapres, masyarakat diharapakan tidak sekadar diperlihatkan pada perdebatan, namun juga bagaimana saling menghargai dan menghormati “lawan debat” meski berbeda pandangan. Dari sana, masyarakat diharapkan akan bisa mendapatkan contoh, teladan, dan pendidikan tentang bagaimana menyikapi perbedaan dengan kebijaksanaan. Juga bagaimana berkomunikasi, berdebat, dan mengkritik dengan gaya dan bahasa yang tetap memperhatikan adab, etika, dan kesantunan. Dengan begitu, perdebatan publik yang muncul cari perdebatan capres, diharapkan juga memerhatikan nilai-nilai keadaban tersebut, sehingga meminimalisir terjadinya pertikaian di masyarakat.
Perbedaan gagasan, argumentasi, serta saling kritik, adalah hal yang biasa dalam demokrasi. Momentum debat capres harus mampu membingkai hal tersebut dalam sebuah debat yang substansial, kritis, menarik, dan yang terpenting: mendidik.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments