Beberapa waktu yang lalu terjadi penangkapan terhadap Munarman, eks Sekum FPI oleh Densus 88 anti teror di kediamannya. Munarmawan diduga terlibat dalam kegiatan baiat teroris ISIS di tiga kota, yakni Jakarta, Makassar dan Medan. Munarmawan disinyalir oleh para pengamat menjadi sosok yang erat kaitannya dengan upaya agitatif terhadap gerakan radikalisme- terorisme di Indonesia.
Berdasarkan keterangan Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, mantan Jubir FPI ini diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme, bermufakat jahat dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Munarmawan bahkan telah ditetapkan menjadi tersangka sepekan sebelumnya, pada tanggal 20 April 2021.
Sebagai seorang tokoh kelompok radikal, tak ayal ia memiliki sikap keras dan karakter yang cukup tempramental. Hal ini bisa kita lihat dari rekam jejak digitalnya di berbagai media. Ia seringkali berseteru pendapat dengan lawan bicaranya. Bahkan ia pernah melakukan kekerasan dengan menyiram teh kepada Sosiolog UI, Tamrin Amal Tomagola dalam live Talkshow TV-One, pada 28 Juni 2013 yang lalu.
Pada tahun 2007, Munarman pernah dipenjara karena melakukan aksi kekerasan serta kepemilikan senjata api dan bahan peledak illegal. Sedangkan pada tahun 2017, Munarman juga pernah dilaporkan oleh komunitas lintas Agama Bali kepada Polda Bali karena menghina pecalang (polisi adat).
Yang semakin meyakinkan keterlibatan Munarmawan adalah berdasar pada kesaksian Ahmad Aulia, terduga teroris yang juga ditangkap densus 88 di Makassar bahwa saat proses pembaitan dirinya itu dihadiri juga oleh Munarman, yakni peristiwa pembaiatan ISIS pada tahun 2015. Hal ini secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa Munarman adalah salah satu komplotan kelompok teroris.
Yang cukup menarik dan sempat viral adalah saat Munarman yang tak berkutik dengan pertanyaan tajam Najwa Shihab dalam acara talkshow pasca rentetan peristiwa teror di Indonesia (01/04). Semula mungkin ia ingin menjadikannya tempat dalih dalam berkicau, tetapi ia malah justru terpojok dengan satu pertanyaan Najwa tentang keterlibatannya dalam video baiat di Makassar viral di media sosial.
Munarman saat itu berspekulasi bahwa kehadirannya sebagaimana video viral tersebut tidak dalam rangka untuk mendukung baiat ISIS. Namun semata-mata hanya diundang seminar oleh FPI Makassar mengingat materinya yang menarik bagi mereka. Lebih lanjut menurut pengakuannya, ia tidak tahu kalau ada agenda yang berbaiat kepada ISIS.
Sebagai eks pentolan FPI, sebenarnya ia cukup lama diamati aktivismenya oleh Densus 88 dan para pengamat radikalisme-terorisme. Menurut Makmun Rosyid, selaku pengamat terorisme bahwa Munarman semula merekrut ahli strategi, namun ternyata tidak mampu menghadapi pantauan Densus 88 AT Mabes Polri. Bahkan seorang pelajar yang mencoba merakit bom dengan jenis bom jenis TATP—sebuah bom di Alam Sutera tahun 2015—tak kunjung bisa diwujudkan. Densus 88 selalu mampu untuk mencegahnya.
Waspada Buku Provokatif
Saat dilakukan penggeledahan pasca penangkapan, sebagaimana dilansir CNN Indonesia (28/04). Ditemukan di kediaman Munarman buku-buku provokatif nan radikal seperti buku yang bertajuk Jihad, Khilafahisme, Dakwah Jihad Abu Bakar Ba’asyir, Tabiyah Jihadiyah, Uzlah serta berbagai buku yang bergenre ‘kanan nan radikal’ lainnya. Konsumsi buku bacaan semacam ini umumnya menjadi ‘kitab kuningnya’ kelompok radikal dan temuan tersebut cukup menjadi bukti yang melandasai corak konstruksi berpikir radikal Munarmawan.
Contoh sederhana misalnya, yang menggerakkan Zakiah Aini maupun pasangan pasutri melakukan teror adalah bias ideologi radikal yang mempengaruhinya, yang biasanya berasal dari didikan lingkungan atau konsumsi buku yang dilahapnya. Dalam konteks pemahaman filsafat hermeneutika, hal ini disebut sebagai ‘prapemahaman’, yakni sebuah realitas ideologis yang melekat dalam diri seseorang.
Pada gilirannya Munarmawan cukup lama aktif di FPI dan ia banyak melakukan pandampingan hukum dalam setiap problem yuridis FPI. Saat FPI melakukan pelanggaran pidana melalui sweeping di publik, ia merupakan salah satu Jubir FPI yang paling handal dan lantang melakukan pembelaan hukum terhadap FPI. Ia eks kader FPI yang sangat militan.
Buku-buku Munarman tersebut jelas menjadi salah satu alat untuk mengafirmasi dan bahkan melegitimasi segala tindak tanduk aktivismenya Munarman. Sehingga dalam konteks ini, sangat mudah bagianya untuk menghasut orang lain agar melakukan tindakan pidana radikalisme-terorisme.
Akhirnya, mengaca pada kasus Munarman, kita perlu hati-hati dan selektif dalam mengkonsumsi buku bacaan, terutama kaitannya dengan kajian keislaman. Saat ini cukup banyak beredar di internet buku-buku radikal (berupa e-book maupun cetak) yang menjurus pada legitimasi aksi radikalisme-terorisme dan juga website kelompok yang anti pancasila. Maka dari itu, pilihlah buku-buku yang bernarasi moderat, yang berisi narasi damai dan jauh dari narasi kebencian ataupun provokasi. Karena pada dasarnya buku seringkali dapat menjadi inspirasi berbagai tindakan para pembacanya.
This post was last modified on 5 Mei 2021 3:36 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…