Narasi

Musyawarah Merupakan Ruh dari Demokrasi Pancasila

Pancasila merupakan landasan bernegara bangsa Indonesia. Landasan yang memberikan ruang kehidupan semua orang, tanpa terkecuali siapa dia. Landasan yang sangat penting dalam Pancasila adalah demokrasi yang berlandaskan kepada musyawarah. Kekuasaan yang dipegang secara teguh oleh masyarakat melalui dasar fundamen dan pilar utama permusyawaratan, baik secara kelembagaan maupun proses-proses demokrasi yang di dalam kelembagaan.

Sebelum lebih jauh, kita harus mengenal demokrasi Pancasila. Secara harfiah, demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang pelaksanaannya mengutamakan asas musyawarah mufakat untuk kepentingan bersama (seluruh rakyat). Bangsa Indonesia adalah bangsa berideologi Pancasila, oleh karena itu setiap nilai-nilai sila harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Yusdianto: 2012).

Dengan kata lain, demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang berkedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dalam sila-sila yang lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat kemanusiaan, haruslah menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial (Pejabat Presiden Soeharto, 1967).

Dalam mewujudkan itu semua maha diperlukan sebuah asas yang bisa mendorong itu semua. Asas ini sangat terlihat dalam sila ke 4 dalam Pancasila; Kerakyaan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Dalam sila ini setidaknya ada empat kata yang menjadi kunci dalam mewujudkan sebuah demokrasi Pancasila.

Pertama persoalan kerakyatan, di mana masyarakat harus menjadi kunci dalam menentukan semua langkah negara ini harus dibawa ke mana. Di tangan rakyatlah, negara ini dapat berlayar dan berlabuh di mana, tanpa kehendaknya maka negara ini tidak bisa ke mana-mana. Seperti halnya dalam sejarah sewaktu merebuat kemerdekaan, di tangan rakyat yang saling membahu dapat merebutnya.

Kedua, persoalan siapa yang memimpin negara ini yang layak menjadi nakhoda. Tanpa adanya sebuah pemimpin dalam kehidupan masyarakat, maka akan terombang-ambing dalam mengambil sebuah tindakan. Pemimpin sangat diperlukan dalam mewujudkan cita-cita bersama, terutama cita-cita dalam sebuah negara. Pemimpin yang seperti apa? Maka, diperlukan sebuah pemimpin yang bijaksana –ketiga.

Kedaulatan rakyat (demokrasi) bergerak penuh dengan hikmat kebijaksanaan. Isi utama hikmat kebijaksanaan adalah suatu konsepsi dan penerapan kepemimpinan arif-bijaksana. Di antara sikap, pikiran, perkataan, dan tindakan yang dibingkai oleh semangat hikmat kebijaksanaan, para pengelola demokrasi negara (partai politik, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, masyarakat sipil) sudah sepantasnya menempuh jalan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan politik, pembangunan, dan kemasyarakatan. Musyawarah untuk mufakat

Pemimpin yang bisa mengayomi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Pemimpin yang dapat menjadi panutan semua rakyat agar cita-cita yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Dengan ada pemimpin yang bijaksana, maka bangsa ini bisa berjalan sesuai ritme yang sudah ditentukan oleh rakyat.

Oleh karena itu, dalam sila ke 4 kemudian ditutup dengan permusyawaratan. Di mana dalam permusyawaratan merupakan tindak untuk menentukan arah, pemimpi dan cita-cita bangsa ini mau dibawa ke mana. Fakta sejarah membuktikan, bahwa (1) Pancasila diproses melalui jalan musyawarah. Dari sejak dalam proses penggalian panjang, perumusan, dan kelahirannya 1 Juni 1945 oleh Ir Soekarno.

Selanjutnya Bung Karno aktif berperan dalam ‘musyawarah Pancasila’22 Juni 1945, dan 18 Agustus 1945. (2) Kandungan penting dalam Pancasila adalah pilihan pada demokrasi permusyawaratan/perwakilan, dirumuskan dalam sila ke-4 Pancasila. Untuk penerapan selanjutnya dalam Indonesia merdeka. (3) Pancasila menyiratkan dan menyuratkan arti penting jalan musyawarah dalam praktik demokrasi. Pancasila, ruh musyawarah, saripati jatidiri bangsa (Idham Samawi: 2017).

Yang perlu menjadi catatan bersama, dalam mewujudkan demokrasi Pancasila melalui musyawarah diperlukan sebuah iktikad bersama dalam mengelola pluralisme dan perbedaan. Kemudian memberikan ruang untuk saling memberi serta menerima, saling mendengar, saling mengerti-memahami, dan terpenting bahwa tidak ada rasa paling benar serta ingin menang sendiri.

Dalam demokrasi Pancasila diperlukan semua kehendak, saling menghargai, tidak untuk mengalah dan mengorientasi permufakatan pada kepentingan orang banyak. Musyawarah juga melatih kesabaran dan semangat berbagi, karena adanya pemahaman mendalam atas liyan.

Ngarjito Ardi

Ngarjito Ardi Setyanto adalah Peneliti di LABeL Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

View Comments

Recent Posts

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

23 jam ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

24 jam ago

Tak Ada Wakil Tuhan dalam Politik: Mengungkap Bahaya Politisasi Agama Jelang Pilkada

Tidak ada satu-pun calon kandidat politik dalam pilkada serentak 2024 yang hadir sebagai “wakil Tuhan”.…

24 jam ago

Komodifikasi Agama dalam Pilkada

Buku Islam Moderat VS Islam Radikal: Dinamika Politik Islam Kontemporer (2018), Karya Dr. Sri Yunanto…

2 hari ago

Jelang Pilkada 2024: Melihat Propaganda Ideologi Transnasional di Ruang Digital dan Bagaimana Mengatasinya

“Energi besar Gen Z semestinya dipakai untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah. Gen Z jangan mau dibajak…

2 hari ago

Mengapa Beda Pilihan, Tetap Toleran?

Menyedihkan. Peristiwa berdarah mengotori rangkaian pelaksanaan Pilkada 2024. Kejadian itu terjadi di Sampang. Seorang berinisial…

2 hari ago