Narasi

Ormas dan Masa Depan Kebhinekaan

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Perppu ini mengundang pro-kontra, padahal Perppu ini ditujukan untuk mengantisipasi kegiatan ormas yang dinilai mengancam eksistensi bangsa dan menimbulkan konflik. Negara jangan sampai dikalahkan sekelompok manusia yang mempermainkan ideologi negara. Perppu ini membangun organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi penjaga gawang kebhinekaan dan meneguhkan NKRI.

Saat ini, Ormas begitu mudah tidak mengakui Pancasila. Tidak sedikit yang mendasarkan ajaran agama sebagai ideologi negara, padahal para pendiri bangsa ini sudah sepakat Pancasila sebagai dasar negara. Banyak Ormas yang berkembang pasca-transisi reformasi terjebak dalam kebebasan yang salah arah, karena mencoba mengganti pancasila sebagai dasar negara. Banyak yang alpa dari sejarah bahwa pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang mengikat.

Umat Islam Indonesia sebenarnya sudah sangat tegas terkait Pancasila. Dalam Munas Alim Ulama’ tahun 1982 di Pesantren Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo, KH Ahmad Siddiq, Rais Aam NU saat itu, menyatakan, “Kita menerima Pancasila berdasarkan pandangan syari’ah. Bukan semata-mata berdasarkan pandangan politik. Dan kita tetap berpegang pada ajaran aqidah dan syariat Islam. Ibarat makanan, Pancasila itu sudah kita makan selama 38 tahun, kok baru sekarang kita persoalkan halal dan haramnya.”

Kebinekaan Indonesia

Kebinekaan adalah pilar berbangsa dan bernegara. Ini sudah menjadi kesepakatan bersama. Yudi Latif (2016) menegaskan bahwa Pancasila dan kebhinnekaan ini sebagai modal sosial dasar bangsa Indonesia menghadapi globalisasi yang terguncang sat ini. Indonesia malah menjadi teladan dunia, Pancasila dianggap sebagai DNA-nya Indonesia bahwa bangsa Indonesia itu demokratis, beragam, eksotik, dan tolerans. Saat ini banyak negara-negara modern gagal mengelola multikulturalisme.

Amerika Serikat dan Eropa sebagai salah satu contoh, kini malah Donald Trump anti imigran dan imigran di Jerman harus mengikuti kebijakannya. Jadi, Indonesia ini bisa menjadi mercusuar dunia. Dimana dengan keragaman ini sebagai takdir, sehingga kebhinekaan ini harus dirawat disamping mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Sayangnya, banyak oknum yang merusak dan mau meruntuhkan kebinekaan Indonesia.

Yudi Latif kembali menegaskan bahwa setiap orang dan kelompok hanya melihat segala sesuatu dari sudut bayangan kepentingan masing-masing. Keakuan dan kekamian mencekik kekitaan. Bersamaan dengan itu, ada retakan yang lebar antara ‘ode’ kemajuan pembangunan dengan realitas krisis kehidupan. Di berbagai kesempatan, elite negeri merayakan kehebatan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun, perkembangan demokrasi tersebut pada kenyataannya tidak menguatkan simpul persatuan dan keadilan.

Pintu masuk untuk menguatkan kembali kebinekaan bangsa kita adalah pendidikan. Pendidikan menjadi kunci utama untuk membangun kesadaran manusia Indonesia dalam menenun kembali tali kebinekaan yang terus digoyang beragam kepentingan. Kebinekaan Indonesia sangat dekat dengan makna kerjasama dan gotong royong. Untuk itu, pendidikan jangan sampai hanya mencetak manusia cerdas dan pintar saja, melainkan juga manusia yang siap membangun kerjasama dan gotong royong.

Ormas di Indonesia adalah penjaga gawang beragam lembaga pendidikan. NU dan Muhammadiyah adalah dua ormas yang sangat konsen dengan lembaga pendidikan. Keduanya menjadi penopang pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa. Dari rahim kedua organisasi ini, lahir manusia Indonesia yang teguh dan siap berjuang untuk NKRI. Jangan sampai ormas-ormas yang baru lahir pasca-reformasi hanya bersuara lantang di depan media, dan ternyata tidak sadar dengan sejarah bangsa ini. NU dan Muhammadiyah adalah dua ormas yang sangat lekat dengan perjuangan bangsa ini. Sebelum kemerdekaan, keduanya berjuang untuk meletakkan pondasi negara. Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika diletakkan sebagai pilar bangsa ini. Negara ini adalah jasa para pendiri bangsa, sehingga ormas-ormas hari ini mempunyai kewajiban meneruskan perjuangan di masa depan.

Indonesia adalah karya anak bangsa dari beragam latar belakang. Ormas harus menjaga Indonesia dengan etos kebinekaan yang melekat sepanjang masa.

Muhammadun

Pengurus Takmir Masjid Zahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul. Pernah belajar di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari, Yogyakarta.

Recent Posts

Meluruskan Konsep Al Wala’ wal Bara’ yang Disimplifikasi Kelompok Radikal

Konsep Al Wala' wal Bara' adalah konsep yang penting dalam pemahaman Islam tentang hubungan antara…

3 jam ago

Ironi Kebebasan Beragama dan Reformulasi Hubungan Agama-Negara dalam Bingkai NKRI

Di media sosial, tengah viral video pembubaran paksa disertai kekerasan yang terjadi pada sekelompok orang…

3 jam ago

Penyelewengan Surat Al-Maidah Ayat 3 dan Korelasinya dengan Semangat Kebangsaan Kita

Konsep negara bangsa sebagai anak kandung modernitas selalu mendapat pertentangan dari kelompok radikal konservatif dalam…

3 jam ago

Reinterpretasi Konsep Politik Kaum Radikal dalam Konteks Negara Bangsa

Doktrin politik kaum radikal secara umum dapat diringkas ke dalam tiga poin pokok. Yakni konsep…

1 hari ago

Islam dan Kebangsaan; Dua Entitas yang Tidak Bertentangan!

Sampai saat ini, Islam dan negara masih kerap kali dipertentangkan, khususnya oleh pengusung ideologi khilafah.…

1 hari ago

Melihat Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Meremajakan Kembali Relasi Agama dan Negara

Sejarah kemerdekaan Indonesia adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, keberanian, dan komitmen untuk membebaskan…

1 hari ago