Narasi

Pancasila, Generasi Milenial, dan Tantangan Kebangsaan

Menyelami tiap sila yang tertuang dalam pancasila, adalah menyelami ragam intisari kehidupan di Indonesia. Ya, pancasila memang digali dari nilai-nilai khas Indonesia yang tidak hanya sesuai dengan kondisi bangsa, tetapi juga mewakili semangat dan cita-cita kebangsaan. Pancasila hadir memberi jawaban atas perdebatan dasar negara dan menjadi jalan tengah dari semua tawaran ideologi yang muncul.

Sebagai jalan tengah, terbukti pancasila sampai saat ini masih kokoh berdiri menyatukan ragam perbedaan. Ditengah berbagai gelombang zaman, pancasila terus menancapkan kesaktiannya menjaga NKRI dari berbagai anasir perpecahan. Hal ini tentu bak angin segar bagi perkembangan Indonesia kedepan, dimana bangsa ini bisa terus melaju berkompetisi dengan bangsa-bangsa lainnya.

Mengingat pancasila sebagai ideologi kebangsaan, maka perlu dirawat bersama. Disinilah generasi muda ditunggu peranannya untuk terus menjaga pancasila. Kita tidak mungkin menggantungkan harapan masa depan kepada generasi tua, sebab usia mereka hampir menemukan batasnya. Generasi muda inilah yang diharapkan menjadi jawaban dan mampu menghadirkan senyum cerah para pendiri bangsa. Generasi muda memikul tanggungjawab kebangsaan untuk terus mengawal pancasila dan melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa.

Jika kita menengok semangat generasi muda hari ini dalam mengawal kebangsaan, kita masih bisa tersenyum lega. Generasi muda atau generasi milenial kita menyebutkan, rupanya masih memiliki kepedulian terhadap tatanan kebangsaan, seperti pancasila dan nasionalisme. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bekerja sama dengan Jaringan Gusdurian Indonesia pada 2016 kemarin.

Survey dilakukan pada bulan September – November 2016 melalui wawancara atau tatap muka langsung dengan 1.200 responden terpilih di 6 kota besar Indonesia yaitu Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Pontianak dan Makassar. Responden adalah orang muda usia 15-30 tahun dengan perbandingan jenis kelamin berimbang 50 % laki-laki dan 50 % perempuan dan menggunakan metode Proportionate Stratified Random Sampling (sampling error 2.98% dengan tingkat kepercayaan 95%).

Hasil survey membuktikan bahwa 63,1 persen responden menyatakan setuju dan 28,1 persen sangat setuju bahwa pancasila menyatukan semua komponen bangsa untuk bersatu dan menjaga keutuhan bangsa, dan kemungkinan bangsa ini pecah jika tidak ada pancasila. Pada aspek nasionalisme dan kebangsaan, sebanyak 60,6 persen responden setuju dan 31,3 persen sangat setuju Indonesia menjadi bangsa besar karena mampu menaungi semua aspek masyarakat baik ras, suku, maupun agama yang berbeda-beda.

Melihat hasil survey diatas kita tentu patut optimis atas masa depan bangsa. Rupanya generasi milenial masih memegang teguh nilai-nilai kebangsaan baik itu ideologi pancasila maupun nasionalisme. Maka menjadi tugas kita bersama, terutama para pemimpin bangsa, untuk terus memupuk tingkat kepercayaan generasi muda terhadap nilai-nilai kebangsaan. Selain itu, generasi muda juga harus dijaga dari nilai-nilai yang bisa merongrong semangat keindonesiaan.

Diantara nilai-nilai yang bisa menggerus semangat kebangsaan adalah komunisme dan radikalisme. Komunisme meski sayup-sayup, masih menjadi musuh pancasila sebab memiliki sejarah kelam terhadap bangsa ini. Komunisme secara organisasi memang telah lama dibubarkan, tetapi bukan berarti ideologinya hilang. Maka kewaspadaan perlu untuk terus ditingkatkan demi menjaga keutuhan pancasila.

Tantangan lain yang saat ini telah menggejala sedemikian hebat adalah radikalisme. Kita bisa menyaksikan dimana-mana bibit radikalisme sudah mulai tumbuh, baik radikalisme etnik maupun agama. Bahkan radikalisme agama sudah menunjukkan terornya seperti peledakan bom di berbagai tempat, dan kekerasan atas nama agama. Ini tentunya menjadi tugas generasi milenial untuk mencegahnya.

Dalam persoalan ini, sekali lagi kita patut tersenyum lega sebab mayoritas generasi milenial hari ini masih menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kekerasan yang berbasis agama. Masih menurut Survey INFID dan Jaringan Gusdurian, membuktikan bahwa 88,2 responden menyatakan sangat tidak setuju terhadap kelompok agama yang menggunakan kekerasan. Hanya 8 persen saja yang menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Data ini tentu memberi secercah harapan bagi masa depan persatuan bangsa. Akan tetapi, kita tidak boleh terlena dan dituntut terus membina generasi milenial. Perubahan zaman yang begitu cepat begitu mudah untuk membelokkan arah tujuan generasi muda. Karenanya, pembinaan harus terus dilakukan agar nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai pancasila bisa terus tertanam.

Fatkhul Anas

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago