Narasi

Pancasila sebagai “Kiblat” Berbangsa

Ber-Pancasila merupakan suatu pandangan yang penuh dengan toleransi, dengan nilai yang diajarkan untuk memahami kemajemukan yang sudah lama bertapa di bumi nusantara ini. Dalil naqli-nya terdapat pada tubuh Garuda Pancasila, menjadi semboyan pemersatu umat “Bhinneka Tunggal Ika”. Dalam kajian filsafat, kebhinekaan itu merupakan metode dalam melanggengkan hubungan persaudaraan yang berbeda, menyatu dalam satu bingkai keharmonisan, berjalan bersama sesuai dengan keyakinannya masing-masing, dalam satu misi untuk kemaslahatan umat. begitulah seharusnya kebhinekaan itu terjalin tanpa ada deskriminasi dan penindasan.

Menurut Kaelan, Pancasila harus dipahami sebagai filsafat dan ideology bangsa dan Negara (Kaelan, filsafat Pancasila: 2002) pada dasarnya, ideology adalah sistem ide-ide (system of thought) atau “science of thought” yang merupakan “konsep operasionalisasi” dari sebuah filsafat. Sedangkan filsafat itu sendiri pada prinsipnya merupakan keyakinan-keyakinan atau kebenaran yang diyakini (belief sistem). Filsafat merupakan dasar dan sumber dalam merumuskan ideology.

Sebagai ideology, Pancasila menjadi dasar pembentukan segala aturan yang berlaku di indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam Pembukaan UUD 45, UU, PP, dll. Serta tatacara berprilaku dalam merumuskan system kenegaraan dan kebangsaan, seperti praktek bernegara dengan baik, penyelenggaraan pemerintah yang merata, ekonomi maju, sosial, politik, budaya dan sebagainya, semua prilaku masyarakat diatur oleh hukum yang sudah ditetapkan dalam rumusan UUD 1945.

Adapun konsep Pancasila sebagai dasar filsafat (philosofische gronslag), memiliki konsekuensi yang berbeda dari ideology bangsa dan negara, seperti halnya Pancasila harus menjiwai seluruh aspek penyelenggaraan Negara, sebagai azas mutlak dari tertib hukum di Republic indonesia, dan juga sebagai sumber dari segala sumber hukum di indonesia. setiap sila Pancasila merupakan sebuah system filsafat, dimana dari sila pertama sampai sila terakhir berdasar kepada ke-filsafatan Pancasila, yaitu sila pertama: filsafat tentang tuhan, kedua: filsafat tentang manusia, ketiga: filsafat tentang Negara, keempat: filsafat tentang rakyat, ke lima: filsafat tentang keadilan. Bisa disimpulkan bahwasanya Pancasila sebagai satu system filsafat yang utuh yang berjalan sesuai petunjuk dari tuhan (Haryadi Baskoro: 2017)

Kiblat-nya bangsa      

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) makna dari kata kiblat yaitu arah atau mangarah pada satu titik tujuan tertentu. Dan jika dikaitkan pada tujuan Negara yang mengarah pada perdamauin dunia seperti yang tertera pada pembukaan UUD 45 alinea ke- empat tentang sikap indonesia ikut andil untuk melaksanakanm ketertiban dunia yang berdasarkan kepada Pancasila. Adapun makna jika dihubungkan menjadi Pancasila adalah kiblatnya bangsa maka patokan pertama terletak pada nilai fungsi Pancasila. Kalau keberadaan Pancasila jelas mempunyai pengaruh bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, baik dalam segi keagamaan, ekonomi, keadilan, perpolitikan maupun jalinan internasional.

Pancasila dijadikan “kiblat” untuk mengatur segala system pemerintahan supaya tetap berada pada jalur yang benar seperti yang di cita-citakan oleh the Founding Fathers kala itu. Tugas Pancasila untuk mernyatukan bangsa sangatlah berat tetapi bukan tidak mungkin terjadi, karena Pancasila sebagai ideology sekaligus ligatur (pemersatu) dalam peri kehidupan kebangsaan dan kenegaraan indonesia, tidak adapat dipungkiri bahwa Pancasila telah menempati kedudukan yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang bangsa ini. Namun kesadaran berPancasila tentu tidak cukup hanya dimiliki sebagian dari elemen bangsa, melainkan Pancasila harus diamalkan secara kolektif. Oleh karenanya penanaman nilai Pancasila-pun menjadi hal yang tidak adapat diabaikan apalagi ditinggalkan dalam membangun peradaban bangsa indonesia (jalandamai.org: 2017)

Tetapi meskipun seperti itu, Pancasila sering diartikan sebagai ideology kafir dan mengingkari hukum islam. Apakah itu benar bahwa Pancasila mengingkari hukum islam? Jawaban tidak benar, karena sesuai fakta yang terdapat di tubuh Pancasila berpedoman pada nilai tauhid ketuhanan yang maha esa sila pertama “Qul Huallahu Aha” surat Al-ikhlas ayat 1. Jadi mana letak pengingkaran terhadap hukum islam, sedangkan konsep islam “hablum min Allah” terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 163, yang sesuai dengan sila pertama tadi, “hablum min al-nas” terdapat dalam surat Al-Maa’idah ayat 8, yang sesuai dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan “ukhuwah islamiah dan ukhuwah insaniah” terdapat dalam firman Allah SWT  dalam surat Ali Imran ayat 103, yang sesuai dengan konsep persatuan indonesia.

Amiruddin Mb

Recent Posts

Emansipasi Damai dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sejatinya tidak pernah pincang di dalam memosisikan status laki-laki dan perempuan. Di dalam banyak…

2 hari ago

Langkah-langkah Menjadi Kartini Kekinian

Dalam era modern yang dipenuhi dengan dinamika dan tantangan baru sebelum era-era sebelumnya, menjadi sosok…

2 hari ago

Aisyiyah dan Muslimat NU: Wadah bagi Para Kartini Memperjuangkan Perdamaian

Aisyiyah dan Muslimat NU merupakan dua organisasi perempuan yang memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat…

2 hari ago

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan…

3 hari ago

Kisah Audery Yu Jia Hui: Sang Kartini “Modern” Pejuang Perdamaian

Setiap masa, akan ada “Kartini” berikutnya dengan konteks perjuangan yang berbeda. Sebagimana di masa lalu,…

3 hari ago

Bu Nyai; Katalisator Pendidikan Islam Washatiyah bagi Santriwati

Dalam struktur lembaga pesantren, posisi bu nyai terbilang unik. Ia adalah sosok multiperan yang tidak…

3 hari ago