Categories: Narasi

Paradigm Shift: Melihat Islam Secara Benar

Islam kerap dipandang seara salah sebagai agama kekerasan bukan lantaran Islam membenarkan, apalagi mendukung perilaku semacam itu. Pandangan tersebut muncul lantaran paradigma yang digunakan dalam memandang Islam salah. Oleh karenanya diperlukan usaha nyata untuk merubah paradigma tersebut. Demikian disampaikan oleh dr Haidar Bagir dalam sambutannya di festival Islam Cinta yang diselenggarakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Akibat dari kesalahan paradigma tersebut, Islam kerap dipandag sebagai agama ‘marah’ , bukan Islam yang ramah.

Dalam studi fenomemologi agama, agama dipandang dalam dua aliran utama, yakni; agama yang berorientasi pada hukum dan agama yang berorientasi pada cinta kasih. Ketika disandingkan dengan agama Islam, banyak tokoh agama (terutama yang berasal dari Barat) yang langsung memasukkan Islam dalam kelompok agama yang berorientasi pada hukum; terlalu sibuk untuk membahas boleh tidak boleh, dosa tidak dosa, dst. Adalah sebuah fakta, meski sangat menyakitkan, bahwa Islam terlalu kerap dipandag sebagai agama keras, padahal jika ditilik lebih dalam, Islam adalah agama yang penuh sesak dengan semangat dan ajaran cinta kasih.

Alfa Omega Islam adalah cinta. Dalam hadis disebutkan bahwa “agama adalah cinta, cinta itu agama”. Semangat cinta dalam Islam adalah pembebasan manusia dari keterpurukan. Perang, yang terjadi di masa lalu kerap dipandang sebagai kekerasan brutal, padahal hal itu adalah salah satu manifestais dari upaya pembebasan tersebut. Meski harus pula dipahami bahwa perang hanya boleh dilakukan dalam konteks masa lalu, seiring dengan kemajuan jaman, perjuangan dapat dilakukan dengan cara-cara lain selain perang. Kalaupun ada ayat agama yang dipaksakan untuk terorisme, maka hal itu adalah hasil dari penafsiran yang salah dari ayat yang sebenarnya bermakna cinta. Semangat dan ajaran utama dari islam adalah cinta.

Acara Fesitival Islam Cinta diharapkan menjadi gelombang baru yang dapat membantu mengembalikan paradigma yang benar tentang Islam, yakni Islam sebagai agama cinta. Acara ini dikemas dengan begitu menarik, dimana pantia menyediakan empat slot. Pengunjung festival dimanjakan dengan sajian-sajian bermutu di main stage, bazzar, workshop, dan movie corner. Festival Islam cinta dibuka langsung oleh salah satu deklarator Islam Cinta, Prof. Alwi Shihab.

Dalam sambutan pembukaannya, beliau menyampaikan kegelisahannya tentang semakin banyaknya orang atau kelompok yang mengklaim sebagai perwakilan Islam padahal apa yang mereka lakukan sangat jauh dari semangat Islam, yakni Cinta. Apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini, dimana kekerasan dalam bentuk radikalisme dan terorisme sangat mencoreng nama Islam, karena apa yang mereka lakukan sangat bertentangan dengan Islam.

Beliau melanjutkan, radikalisme muncul karena kegagalan sebagian muslim dalam menterjemahkan suatu ajaran dan terlalu silau pada salah satu tokoh besar islam yang hidup jauh di masa lalu. Kegagalan terbesar terletak pada kemandekan dialektika berfikir dalam memahami perubahan masa dan tuntutan jaman: Apa yang benar di masa lalu belum tentu pas untuk diterapkan kembali di masa sekarang. Oleh karenanya belajar agama harus dibarengi pula dengan semangat untuk belajar sejarah.

Gerakan Islam Cinta muncul karena banyak orang yang sudah mulai lupa bahwa Islam adalah cinta. Rasul adalah contoh keteladan bagi cinta dan kasih itu. Dalam Islam diajarkan bahwa muslim yang sesungguhnya adalah mereka yang mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Harapan utama dari gerakan ini adalah membentengi muslim, khususnya di Indonesia, dari virus-virus agama, yakni kecenderungan untuk membenarkan pengkafiran, permusuhan dan perpecahan. Islam adalah agama cinta, oleh karenanya lakukan, sebarkan, dan ajarkan cinta kepada banyak orang.!!!

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

6 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

6 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago