Stephen Crown, Wakil Presiden Microsoft Corporation, dalam debat di Dewan Keamanan PBB tentang kontra-terorisme, dengan nada sedikit pesimistis mengungkapkan “tidak ada senjata pamungkas yang akan menghentikan teroris menggunakan internet, seandainya ada penyelesaian yang mantap, industri tentu telah memanfaatkannya”, sebagaimana dikutip Xinhua.
Pernyataan Crown ini seakan menggambarkan bahwa negara-negara di dunia sedang menghadapi potensi ancaman serius yang tidak ada langkah yang cukup efektif dalam menekan apalagi menghentikan terorisme di dunia maya. Tentu saja hal itu sangat mustahil. Internet yang menyediakan ruang maya yang tidak terbatas merupakan area bebas nilai yang bisa dimanfaatkan baik untuk kepentingan positif maupun negatif.
Persoalannya bukan terletak apakah kita bisa menghentikan kelompok teror menggunakan internet, tetapi bagaimana membendungnya untuk tidak memiliki dampak terhadap masyarakat dunia maya. Imbas dari aktifitas terorisme di dunia maya patut menjadi kekhawatiran bersama.
Amerika baru saja mendapatkan pengalaman pahit melalui kejadian teror di Orlando bagaimana seseorang mengalami radikalisasi melalui dunia maya (online radicalization). Tidak hanya Amerika, beberapa negara Eropa telah mengalami mimpi buruk dari imbas terorisme di dunia maya yang menghasilkan serigala tunggal (lone wolver) yang beraksi brutal di tengah masyarakat. Saya kira inilah titik persoalan yang layak didiskusikan yakni bagaimana membendung arus radikalisasi di dunia maya, sembari mencari cara rekayasa teknologis yang ampuh untuk mengentikan aktifitas terorisme di dunia maya.
Indonesia mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan dengan pendekatan rekayasa teknologis dalam mematikan terorisme di dunia maya. Pemblokiran situs radikal tidak serta merta mengurangi aktifitas terorisme di dunia maya. Kebijakan tersebut hanya menghasilkan efek kejut sesaat yang tidak berdampak signifikan dalam meminimalisasi terorisme di dunia maya.
Atas dasar itulah, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencari formula baru dalam membendung arus radikalisme di dunia maya. Fomula baru ini adalah menggabungkan pendekatan rekayasa teknologi dengan rekayasa sosial. Prakteknya, pada tahun 2015 BNPT mencanangkan program Tahun damai di Dunia Maya. Program ini mengajak seluruh komunitas, organisasi dan seluruh lapisan masyarakat untuk menjadikan teknologi sebagai ruang silaturrahmi bukan sarana menebar kebencian, hasutan dan kekerasan.
Program tersebut telah berhasil merangkul ribuan komunitas untuk bergabung dalam portal damai dengan tujuan menyemarakkan dunia maya dengan konten damai. Melawan radikalisme di dunia maya ternyata tidak efektif dengan memblok situs-situs radikal, tetapi dengan menumbuhkan ribuan komunitas damai yang dapat meminimalisir pengaruh kekerasan dan terorisme di dunia maya. Apakah cukup berhenti di situ?
Sebagai program yang berkelanjutan, pada tahun 2016 BNPT mengkampanyekan gerakan “Cerdas di Dunia Maya”. Selain tetap membangun jejaring komunitas damai di dunia maya, gerakan Cerdas di Dunia Maya merupakan bentuk edukasi dan penyadaran publik untuk menggunakan dan menfaatkan teknologi internet secara cerdas. Banyak hal yang bisa didapatkan dari dunia maya, tetapi banyak pula konten negatif yang patut diwaspadai. Cerdas berarti para nitizen harus mempunyai sikap kritis dan tidak asal menelan berbagai informasi yang disuguhkan baik oleh website, media sosial maupun social messenger.
Pesan apapun yang terbingkai dalam media tidak hanya sebagai gambaran realitas tetapi juga konstruksi terhadap realitas. Karena itulah, dalam setiap informasi ada pesan dan kepentingan yang akan disampaikan oleh penyampai terhadap pembaca. Bersikap cerdas adalah mengedepankan kehati-hatian dalam menerima berbagai informasi. Tidak ada rumus yang paling ampuh dalam menerima informasi kecuali pertahanan diri (self defense)
Karena itulah, paling tidak ada empat langkah yang semestinya kita miliki dalam bergaul secara cerdas dengan berbagai konten di dunia maya:
Ayo Cerdas di Dunia Maya..!
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…