“Jatuh bangunnya negara ini. Sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” (Mohammad Hatta)
Apa yang telah diungkapkan oleh Wakil Presiden Pertama Indonesia dan juga Pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia itu seharusnya dapat kita resapi betul sebagai penerus perjuangan para pendiri bangsa ini. Karena benar jika jatuh bangunnya negara ini sangat tergantung dari bangsa ini sendiri dari masyarakatnya sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian kita terhadap sesama, maka Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian gambar di peta.
Cita-cita persatuan sudah sejak lama digaungkan bahkan sebelum negara ini merdeka. Para pejuang bersatu dari berbagai latar belakang dan perbedaan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada zaman modern ini persatuan harus selalu di jaga tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia maya. Banyaknya berita hoax dan ujaran kebencian dengan membawa isu SARA di jagad maya membuat masyarakat mudah tersulut emosianya. Karena isu yang berkaitan dengan SARA amat sensitif di negara yang kaya akan perbedaan ini.
Perbedaan di Indonesia adalah suatu keniscayaan yang harus disyukuri dan diterima dengan lapang dada. Bangsa yang multikultural ini sangatlah memungkinkan untuk terjadi perbedaan karena memiliki suku, agama, ras dan antar golongan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat berbahaya ketika dimanfaatkan oleh kelompok yang ingin memecah belah bangsa. Mengadu domba satu dengan yang lain demi kepentingan kelompoknya sendiri.
Era keterbukaan dalam teknologi informasi ini sangat membantu berhubungan antar sesama masyarakat. Namun jika tidak menggunakan kemajuan teknologi dengan hati-hati maka dapat membawa sengsara perpecahan antar sesama masyarakat. Untuk selalu mencegah terjadinya perpecahan yang diakibatkan dari penyalah gunaan isu SARA dalam media sosial maka direrbitkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di dalam UU ITE tersebut tercatat pada Pasal 28 ayat(2), perbuatan yang dilarang adalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Diterbitkannya UU ITE ini bertujuan tidak lain adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Sehingga dapat mengganggu kestabilitasan keamanan nasional Indonesia.
Adapun Ancaman pidana untuk pelanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 (2) UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Efektivitas pasal tersebut tentunya dapat dilihat dari dua sisi, yakni pengaturan dan penerapan/penegakan (law enforcement) untuk mengetahui apakah penerapan pasal tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan atau tidak.
Sadar dan Hati-hati
Mungkin Sadar dan hati-hati menjadi dua kata yang perlu ditanamkan dalam memanfaatkan serta menikmati kemajuan teknologi informasi, terlebih di dunia maya yakni media sosial. Ketika sedang mengakses media sosial yang pertama harus kita lakukan adalah sadar. Sadar tentang pentingnya menjaga persatuan dalam bermedia sosial, bermedia sosial dengan sehat yakni menyebarkan perdamaian antar sesama, bukan isu SARA yang menyebabkan perpecahan.
Selain itu yang kedua harus dilakukan dalam bermedia sosial adalah harus berhati-hati. Karena jika kita tidak berhati-hati dalam bermedia sosial dan terbukti melakukan ujaran kebencian apalagi dengan menggunakan isu SARA maka kita dapat terjerat dengan UU ITE. Oleh karena itu dua kata tersebut harus dapat mengembalikan fungsi media sosial yakni untuk mempermudah interaksi antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Mari bersama kita perkuat persatuan tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia maya. Jangan biarkan dunia maya terlebih khusus dalam media sosial dikuasai oleh Isu-isu SARA yang dapat memicu permusuhan dan perpecahan antar sesama masyarakat Indonesia.
This post was last modified on 24 Januari 2018 12:00 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…