Narasi

Pesan Persaudaraan di Bulan Ramadhan

“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (Al-Baqarah : 183).” Riwayat Ibnu Jarir dan Muadz bin Jabal menyebutkan jika asbabun nuzul dari ayat ini berkenaan dengan Rasulullah yang menjalankan puasa Asy Syura (puasa tanggal 8, 9, 10 Muharram) sebelumnya. Saat Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau melihat orang Yahudi berpuasa di tanggal 10 Muharram. Maka tahun 2 Hijriyah Allah menurunkan Q.S. Al Baqarah ayat 183 sebagai perintah wajib puasa di Bulan Ramadhan.

Asbabun nuzul tersebut menyiratkan informasi jika puasa sudah umum dilakukan oleh orang-orang dari agama selain Islam. Agama-agama yang lahir sebelum Islam seperti Yahudi dan Nasrani sudah terlebih dahulu mempraktikkan ibadah puasa. Dalam agama Nasrani, ajaran puasa disebutkan dalam Matius 6: 16. Kemudian dalam agama Yahudi, Diego D. Sausa dalam Kippur- the Final Judgment: Apocalyptic Secrets of the Hebrew Sanctuary mengatakan jika perintah puasa umat Yahudi terdapat dalam Leviticus 23: 26-32.

Hal ini menandakan jika puasa bisa dijadikan sebagai kalimatun sawa ataupun titik temu antar agama. Terdapat ibadah sama yang dilakukan oleh banyak agama. Maka puasa, bisa merekatkan kembali nilai persaudaraan antar manusia atau yang sering disebut ukhuwah insaniah. Tidak hanya dimaknai ritual ibadah semata, namun bisa juga dimaknai ritual kemanusiaan.

Bahasa sansekerta, puasa menganut kata upawasa yang berarti masuk ke Yang Ilahi. Setidaknya ada dua proses yang harus dilalui manusia untuk masuk ke Sang Ilahi. Pertama, penguatan spiritual. Bisa dilakukan melalui ibadah wajib dan sunnah. Ibadah ini akan mempengaruhi ketenteraman batin, yang mengantarkan pada penjalanan ritual kewajiban lainnya.

Kedua, penguatan sosial. Dimana pelaku puasa harus bisa menghubungkan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Peka terhadap permasalahan yang ada, kemudian ikut campur dalam menjalankan solusi dari permasalahan itu. Karena walau bagaimanapun, manusia tidak akan mampu menjalankan hidupnya tanpa manusia lainnya. Dan Allah swt juga mengikatkan keridhaan serta keberkahan dalam hubungan sosial.

Jika dua proses tersebut telah terpenuhi, maka makna ibadah puasa telah tercapai. Hal ini sesuai dengan cita-cita Nabi yang ingin menjadikan Islam sebagai rahmat seluruh alam. Maka seluruh ritual yang ada, termasuk puasa akan ditujukan pada cita-cita tersebut. Dan benar, Allah swt akan terus melimpahi keberkahan kepada manusia selama melakoni dua proses tersebut.

Oleh karena itu, segala tindakan kejahatan termasuk yang mengatasnamakan agama harus segera dihilangkan. Pengeboman dan penyerangan bersenjata yang menjadi rentetan kasus terorisme dan kekerasan harus secepatnya dihentikan. Tidak akan ada ganjaran untuk segala bentuk kerusakan yang diatasnamakan agama.

Selain itu, kekerasan yang dilakukan selama bulan Ramadhan akan merusak makna puasa itu sendiri. Dimana unsur yang harus dipenuhi, termasuk dalam unsur sosial itu sendiri. Islam adalah sebuah agama, bukan pemahaman (al-fahmu). Dimana agama sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “a” artinya tidak dan “gama” berarti kacau. Untuk menuju ketidakkacauan tersebut, diperlukan prinsip keseimbangan, yang salah satunya menandaskan keseimbangan antara ibadah dan sosial.

Memang benar, terorisme selalu dikaitkan dengan unsur spiritual. Namun yang menjadi permasalahan, prinsip-prinsip spiritual yang dijalankan dalam terorisme, menyinggung prinsip sosial. Sehingga makna agama tidak bisa diperoleh dengan cara demikian. Keseimbangan hilang dalam proses terorisme, karena hilangnya sisi kemanusiaan disana.

Oleh karena itu, puasa melatih seseorang untuk menahan (al-imsak). Memikirkan masak-masak segala sesuatunya sebelum bertindak. Tidak tergesa karena limpahan ganjaran yang dipahami dari salah penafsiran. Puasa mengajak kita untuk lebih sabar. Terhadap apapun, termasuk pemahaman-pemahaman yang belum jelas asal-usulnya. Mengajak kita untuk lebih mendalami apa makna sebenarnya dari perbuatan yang dilakukan.

Kemudian mengajak bertafakur dalam sistem keseimbangan. Menegaskan segala sesuatu atas dasar sosial dan spiritual. Karena dengan begitu, tindakan terorisme dan kekerasan akan bisa digugurkan melalui masa tafakur dan proses kesabaran. Dan pada akhirnya, puasa mengajak seluruh manusia untuk bersama membangun persatuan. Membangun sistem utuh dengan penuh kerjasama dari semua manusia tanpa memandang agama ataupun perbedaan yang lainnya.

This post was last modified on 13 April 2021 6:38 PM

Nur Faizi

Recent Posts

Penguatan Literasi Digital untuk Ketahanan Pemuda Masa Kini

Kita hidup di zaman yang oleh sosiolog Manuel Castells disebut sebagai Network Society, sebuah jejaring…

21 jam ago

Kontra-Terorisme dan Urgensi Mengembangkan Machine Learning Digital Bagi Pemuda

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi, ancaman radikalisme tidak lagi terbatas pada ruang fisik, tetapi…

24 jam ago

Dari Jong ke Jaringan: Aktualisasi Sumpah Pemuda dalam Membangun Ketahanan Digital

Sembilan puluh tujuh tahun silam, para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul, mengukir sejarah dengan…

24 jam ago

Revitalisasi Sumpah Pemuda dalam Ketahanan Digital

Di tengah gelombang perubahan global yang tak terelakkan, yang dihadirkan oleh revolusi industri 4.0 dan…

2 hari ago

Digitalisasi Sumpah Pemuda; Menjadikan TikTok Sebagai Aparatus Ideologi

Jika ditanya, apa media sosial paling populer bagi gen Z dan gen Alpha, maka jawabannya…

2 hari ago

Ketika Eks Napi Teroris Membumikan Semangat Sumpah Pemuda

  Bagi para eks napi teroris di Republik ini, Sumpah Pemuda bukanlah ikrar pertama mereka.…

2 hari ago