Bulan Ramadan yang dinantikan umat Islam seluruh dunia kembali tiba. Kita bersuka-cita menyambutnya. Sederet resolusi telah kita siapkan. Meluangkan waktu lebih banyak untuk beribadah kiranya menjadi prioritas sebagian besar muslim. Dalam konteks ini, menikmati kajian agama kiranya merupakan aktivitas yang tidak boleh alpa bagi sebagian muslim. Jika melihat kecenderungan yang mengemuka dalam beberapa tahun terakhir ini, Ramadan selalu semarak oleh dakwah Islam yang dilakukan secara daring alias virtual.
Kemajuan teknologi internet memang mengubah cara umat Islam dalam mencari informasi dan pengetahuan agama. Kini, umat Islam tidak harus belajar agama melalui pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan formal. Internet dan media sosial telah menyediakan ragam informasi dan pengetahuan keagamaan yang bisa diakses dengan menggunakan gawai pintar. Fenomena dakwah virtual ini dalam banyak hal telah menggeser otoritas keagamaan yang sebelumnya dipegang oleh para kiai atau ustaz dengan penguasaan ilmu keislaman yang mumpuni.
Pergeseran otoritas itu bukan tanpa meninggalkan residu persoalan. Maraknya dakwah keislaman yang mengumbar kebencian pada kelompok lain bahkan menjurus pada anjuran kekerasan merupakan salah satu wujudnya. Di luar bulan Ramadan, corak dakwah bercorak konservatif-radikal ini bisa dibilang telah menjadi arusutama dalam dunia dakwah virtual kita. Dan, di bulan Ramadan intensitasnya kian meningkat seiring dengan naiknya kebutuhan umat Islam akan kajian Islam secara virtual.
Di titik inilah kita perlu mewaspadai merebaknya dakwah virtual yang mengarah pada kecenderungan radikal. Bulan Ramadan identik dengan bulan suci dan penuh rahmat. Alangkah ironisnya jika bulan Ramadan justru dinodai oleh maraknya dakwah virtual radikal yang menebarkan kebencian dan memecah belah umat atau bangsa. Maka dari itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk memastikan Ramadan bebas dari dakwah virtual radikal.
Di satu sisi, pemerintah wajib memastikan dakwah virtual bercorak radikal tidak mendapat tempat di dunia maya kita. Perlu upaya serius untuk memberangus akun-akun media sosial yang memproduksi dan mendistribusikan konten dakwah virtual yang bercorak radikal. Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan jeli, kritis dan bijak dalam memilih konten dakwah virtual. Masyarakat idealnya memiliki mekanisme dalam menyeleksi mana konten dakwah yang pantas dikonsumsi dan mana yang tidak.
Umat Islam memiliki banyak pilihan untuk mengakses konten dakwah yang mencerdaskan sekaligus mencerahkan. Sejak beberapa tahun belakangan, sejumlah intelektual Islam berhaluan moderat rutin menggelar kajian Islam secara virtual di bulan Ramadan. Melalui akun media sosialnya, sejumlah kiai dan intelektual Islam mendedah kitab-kitab klasik dari beragam perspektif keilmuan, mulai dari fiqih sampai tasawuf. Konten dakwah yang demikian inilah yang kiranya bisa menjadi antitesis dari dakwah virtual radikal yang sebelumnya mendominasi kanal dunia maya kita.
Sebagaimana diketahui, Allah menjanjikan pahala berlipat bagi umat Islam yang mau mendalami agama di bulan Ramadan. Janji pahala berlipat itu tentu diberikan pada umat Islam yang mendalami agama melalui perantara yang tepat, yakni para kiai atau ustaz yang otoritatif sekaligus berpandangan moderat. Tentunya, mengarusutamakan dakwah virtual moderat, khususnya di bulan Ramadan ini tidak mudah. Kanal dunia maya selama ini harus diakui telah didominasi oleh corak dakwah yang digaungkan oleh kaum konservatif radikal.
Disinilah tantangan para kiai atau intelektual Islam moderat untuk mengemas kajian keislamannya agar menarik dan relevan dengan kebutuhan umat Islam awam. Kajian kitab-kitab klasik yang identik dengan pembahasan yang berat dan njelimet perlu dikemas ulang dan disampaikan dengan bahasa yang ringan dan pembawaan yang populer. Intisari para ulama klasik perlu disajikan dengan pendekatan kekinian yang mudah dipahami bagi seluruh lapisan umat. Jika tidak, maka dakwah virtual moderat itu hanya akan digandrungi oleh segmen tertentu saja.
Bulan Ramadan tidak diragukan akan menjadi semacam medan pertarungan wacana keagamaan yang akan menentukan corak keberagamaan umat Islam ke depan. Di bulan Ramadan, ruang-ruang virtual kita akan penuh sesak oleh dakwah keagamaan. Disinilah diperlukan sikap kewaspadaan bersama untuk membendung model dakwah virtual bercorak radikal. Umat diharapkan selektif dalam memilih konten dakwah virtual agar tidak terjerumus pada narasi kebencian dan radikalisasi yang digaungkan pihak tertentu.
This post was last modified on 13 April 2021 1:36 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…