Narasi

Politik Gaya Khawarij : Membela Agama Kedok Halus Politisasi Agama

Politik identitas bukanlah hal baru di Indonesia. Sebut saja, dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019 lalu juga terendus banyaknya praktek politik identitas sebagai lanjutan success story dari kontestasi politik di Pilgub DKI.  Isu penistaan agama terus digoreng secara massif oleh kelompok tertentu dengan target kepentingan politik. Tidak murnia persoalan membela agama, tetapi memang dikapitalisasi untuk kepentingan politik.

Membela agama terkadang menjadi kedok dalam permainan narasi politisasi agama atau politik identitas. Tampil seolah membela agama, tetapi tujuan akhirnya adalah politik. Posisi agama dalam politik identitas hanya diperalat untuk mengeksploitasi emosi dan sentiment keagamaan.

Gaya Khawarij: Beda Politik Diperlakukan Beda Keyakinan

Pertanyaannya, apakah politik identitas berarti memperjuangkan identitas agama dalam politik? Tidak, agama hanya dijadikan alat legitimasi untuk meraih kepentingan politik. Praktek ini mempunyai preseden buruk dari sejarah masa lalu. 


Kemunculan Khawarij dalam Islam yang dengan mudah memperalat ayat Tuhan untuk menghukumi yang berbeda pandangan politik telah menjadi tragedi besar. Khawarij merupakan prototipe dari politik identitas dengan ciri mempolitisasi agama demi tujuan politik.

Apa yang berbahaya dalam hal ini? Politisasi agama membuahkan pandangan politik yang sakral. Berbeda pilihan bukan hanya persoalan dunia, tetapi persoalan yang memiliki implikasi terhadap status keagamaan dan keimanan seseorang.

Karena itulah, bukan hal yang mengejutkan jika dalam pertarungan politik muncul kebencian sesama muslim. Bahkan terkadang sesama muslim tidak mau menshalatkan jenazahnya karena perbedaan pandangan politik. Pandangan ini sudah masuk dalam ranah melakukan sakralisasi pilihan politik yang berimbas kepada keyakinan seseorang.

5 Ciri Politik Khawarij

Dengan penjabaran di atas bisa disimpulkan secara garis besarnya bahwa kaum Khawarij memiliki ciri-ciri yang jadi patokannya.

Pertama, mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun sama-sama menganut Islam. Karena pandangan politik yang berbeda bisa saja tidak segan mengkafirkan.
Kedua, menurut mereka, Islam yang benar adalah yang diamalkan kelompoknya. Islam lainnya dianggap tidak benar.
Ketiga, orang-orang Islam yang tersesat dan kafir perlu dikembalikan ke jalan yang benar, namun yang sesuai pemikiran kaum khawrij.
Keempat, karena tidak sepaham dengan lingkungan sekitar, kaum khawarij mengangkat imam dari golongannya sendiri.
Kelima, kaum khawarij bersikap fanatik dan tidak segan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Dan pada akhirnya pemikiran-pemikiran seperti inilah yang pada akhirnya melahirkan radikalisme di dalam sebuah negara. Seperti apapun keadaannya, mereka akan merasa benar dengan apa yang telah diyakini dengan penegakan syariat agama yang menjadi kedok mereka dalam kepentingan politik.

Praktek dari gaya politik Khawarij ini menjelma dalam pendekatan politik identitas. Cara mereka seolah membela agama hanyalah bungkus untuk kepentingan politik kekuasaan. Pada akhirnya, mereka tidak pernah memikirkan dampak dari politisasi agama.

This post was last modified on 26 Februari 2023 7:15 PM

Imam Santoso

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

13 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

13 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

13 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago