Pewartaan kita ramai mengekspos pendapat Ustadz Khalid Basalamah yang menganjurkan agar siswa-siswi tidak ikut menyanyikan Lagu Kebangsaan. Pendapatan tersebut, secara tersirat, memposisikan Lagu Kebangsaan sebagai sesuatu yang tak bernilai dalam Islam Indonesia, terutama jika dibandingkan (tepatnya dibenturkan) dengan Al-Qur’an.
Berangkat dari sinilah, mau atau tidak, saya perlu urun komentar atas peristiwa tersebut. Mengingat, saya yang dididik ketat oleh orang tua dan guru untuk mencintai tanah air dan menghargai setiap jasa para pahlawan nasional tentu saja, saya tidak sependapat dengan anjuran Ustadz Khalid Basalamah tersebut.
Tak sependapat dengan pandangan Ustadz Wahabi itu, bukan berarti saya akan mengomentari pendapatnya dari ruang kosong, melainkan berangkat dari dua perspektif yakni, konstitusi (hukum negara Indonesia) dan Islam Indonesia.
Sebelum mengomentari pendapat Ustadz Wahabi itu, ada hal yang mesti dipahami bahwa, menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya bukanlah hal yang tabu, melainkan ia musti dinyanyikan setiap saat terutama di hari-hari bersejarah seperti: di Hari Pancasila dan di Hari Kemerdekaan.
Sejauh ini, tak ada orang atau pihak manapun yang menganjurkan untuk tidak menyanyikan Lagu Kebangsaan, apalagi sampai membandingkannya dengan salah satu surah dalam Al-Qur’an. Hal ini karena, menyanyikan Lagu Kebangsaan akan berimplikasi pada meningkatnya semangat nasionalisme seseorang bukan malah sebaliknya.
Oleh karenanya, maka jangan heran, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini mendapat porsi yang riil dalam konstitusi Indonesia, yakni diatur dalam Pasal 36B UUD NRI Tahun 1945. Bahkan, dalam tataran praksisnya, terdapat beberapa aturan yang harus kita patuhi dalam menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1958 Tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Dalam PP tersebut tidak saja dijelaskan tujuan penggunaan Lagu Kebangsaan, akan tetapi mengenai tatatertib penggunaannya seperti; Lagu Kebangsaan tidak boleh diperdengarkan/dinyanyikan pada waktu dan tempat menurut sesuka-sukanya sendiri. Juga, tidak boleh diperdengarkan dan/atau dinyanyikan dengan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan gubahan-gubahan lain. Serta, orang yang hadir berdiri tegak di tempat masing-masing.
Dengan demikian, dalam perspektif konstitusi Indonesia, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan lagu wajib nasional yang dalam menyanyikannya harus merujuk pada aturan yang berlaku.
Berangkat dari pandangan tersebut, jika ada pihak yang membanding-bandingkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dengan Al-Qur’an maka sejatinya, tindakannya tersebut termasuk dalam kategori yang tak etis, bahkan secara tidak langsung, sikapnya itu menunjukkan dirinya tak memiliki jiwa nasionalisme terhadap Indonesia.
Oleh karena itu, mari kita sepakati bahwa seruan agar tidak menyanyikan Lagu Kebangsaan itu adalah upaya melucuti patriotisme kita dan secara tidak langsung, ia telah berupaya merongrong kedaulatan negara ini. Dengan kata lain, seseorang yang menganjurkan untuk tidak menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan musuh bersama, termasuk Ustadz Khalid Basalamah.
Akan tetapi, Ustaz Wahabi itu justru berkilah bahwa pendapatnya bukan berarti dirinya melawan negara. Alibinya, dalam video ceramahnya, ia menyarankan kepada jamaahnya apabila diminta menyanyikan lagu Indonesia Raya maka sebaiknya melafalkan Surah Al-Falaq atau An-Nas.
Tentu alasan tersebut tidaklah elok dalam bingkai berbangsa dan bernegara. Pasalnya, Islam Indonesia yang kita kenal adalah Islam yang moderat. Bahkan, menurut KH. Afifuddin Muhajir (2016), watak Islam wasathiyyah atau moderat sudah bertahun-tahun menjadi cita rasa penerapan ajaran Islam agama di tanah air yang berasaskan Pancasila.
Atas dasar itu, dalam perspektif Islam Indonesia, sungguh aneh bin ajaib, sikap Ustadz Khalid Basalamah yang membandingkan (lebih tepatnya, membenturkan) salah satu surah dalam Al-Qur’an dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Dengan demikian, posisi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dalam Islam Indonesia merupakan suatu hal yang tak bisa dipisahkan dan tak bisa dipertentangkan. Karena, keduanya saling berkelindan.
This post was last modified on 31 Mei 2021 4:00 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…