Banyak orang yang salah kaprah memahami, bahwa perilaku “pembangkangan” itu dianggap jalan menuju keadilan/kebaikan sebuah bangsa. Padahal, Islam sangat melarang perilaku pembangkangan. Karena membawa dampak sosial-kebangsaan yang buruk.
Imam Syafi’I pernah memerintahkan secara hukum untuk memerangi pelaku bughat/pembangkangan. Sebab, sepanjang sejarah umat Islam, perilaku yang semacam itu “buta fungsi” dan hanya berpotensi membangun kehancuran sosial. Pembangkangan adalah akar dari konflik berkepanjangan dan membawa disentergritas akut.
Radikalisme adalah Bughat Masa Kini yang Harus Kita Cegah
Secara orientasi, kita tidak bisa melepaskan keberadaan radikalisme sebagai bughat masa kini. Mengapa? karena peran/keberadaan mereka selalu membangkang, menantang dan ingin menghancurkan sistem bernegara. Ingin merobohkan pemimpin yang sah dan membawa berbagai macam fitnah/tuduhan untuk memecah-belah tatanan.
Karena, keberadaan radikalisme bukan berkaitan dengan kebaikan bangsa ini. Kehadiran mereka seolah-olah peduli atas tanah air kita. Dengan membawa berbagai macam dalil kesejahteraan sebuah bangsa jika menegakkan negara khilafah/syariat Islam. Lalu diajak untuk menghancurkan tatanan bangsanya.
Berbagai macam fitnah/tuduhan atas bangsa ini terus didengungkan oleh kelompok radikal. Seperti praktik ketidakadilan yang terjadi karena tidak melaksanakan ajaran Islam. Bahkan, segala bentuk kebijakan pemerintah dimanfaatkan sebagai alat agar membangun ketidakpercayaan umat atas pemerintah dan bangsanya.
Kondisi yang semacam ini akan membangun semacam pola-pikir bahwa bangsa ini perlu dihancurkan. Semakin perlahan kita digiring ke dalam berbagai macam opini agar untuk membenci bangsanya, pemimpin yang sah dan bahkan diajak untuk memberontak. Ini adalah cara bughat masa kini yaitu (radikalisme) yang sebetulnya harus kita perangi.
3 Hal dalam Memerangi Bughat Masa Kini di Media Sosial
Ada 3 hal yang harus kita lakukan untuk mencegah/memerangi bughat masa kini (radikalisme) yang sering-kali tersebar di media sosial. Tentu, ketiganya akan membebaskan kita dari efek buruk yang akan menjerat kita sendiri dan pengaruhnya atas masa depan bangsa ini.
Pertama, jangan mudah terpengaruh dengan iming-iming sebuah jalan keadilan dengan cara membangkang/membenci pemerintah. Di sosial media, kita tentu begitu banyak melihat berbagai macam narasi-narasi yang mengajak untuk menegakkan keadilan dengan cara membangkang atau membenci pemerintah.
Sikap-sikap yang semacam ini tentu di luar kepentingan atau tujuan untuk keadilan itu. Sebab, kelompok radikal hanya ingin mengajak kita agar membenci pemerintah dan membangkang. Ini akan melahirkan semacam keretakan hubungan antara pemerintah dan masyarakat sehingga melahirkan semacam civil distrust.
Tujuan penting dari gerakan ini akan melahirkan semacam kesadaran untuk enggan untuk mencintai tanah air. Bahkan, ini akan jauh lebih mudah untuk diajak menghancurkan tanah airnya sendiri. Maka, ketika menemukan narasi demikian di sosial media segeralah kita untuk hindari hal yang semacam itu.
Kedua, hindari narasi yang mengajak kita untuk merusak tatanan demi kesejahteraan. Tentu, tidak ada nilai kesejahteraan dengan cara merusak sistem yang ada. Sebab, jalan etis yang harus dibangun adalah memperbaiki bukan merusak. Sehingga, ketika ada narasi yang semacam itu tentu kita harus menyadari dampak bahaya dari pola-pola yang demikian.
Ketiga, tidak ada ajaran untuk membangkang di dalam agama. Sebagaimana di dalam Islam, tidak ada satu ajaran-pun yang kokoh atas umat untuk melakukan pembangkangan. Ini merupakan hal yang sangat dilarang karena akan berdampak ke dalam tatanan sosial yang berujung ke dalam keretakan masyarakat atas ruh kebangsaan-nya.
Maka, dari tiga hal tadi ini, tentu kita harus jadikan semacam basis fundamental untuk mencegah kaum bughat perusak bangsa di masa kini. Yaitu penjelmaan dari radikalisme yang selalu membawa narasi pembangkangan, ketidakpercayaan atas pemerintah dan ingin menghancurkan tatanan yang harus kita cegah.
This post was last modified on 13 Januari 2023 2:38 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…