Dalam konteks penyebaran radikalisme, kampus bak dua sisi. Pertama, kampus dengan segala dinamika dan komponennya, bisa menjadi garda terdepan dalam upaya menangkal radikalisme dan terorisme di Indonesia. Hal ini terjadi karena kampus lazimnya dihuni oleh mereka yang memiliki tingkat literasi tinggi, minimal di atas rata-rata orang awam. Bahkan keberadaan lembaga kampus seperti Lembaga Dakwah Kampus bisa menjadi benteng tangguh radikalisme dan terorisme.
Pada posisi pertama ini, kampus bisa menjadi penangkal radikalisme sekaligus menjadi ketahanan terhadap infiltrasi paham radikalisme dan terorisme yang selalu menyusup ke lembah belantara kampus melalui berbagai cara dan celah. Bahkan, kampus juga bisa menjadi garda terdepan dalam melakukan kontra-narasi, dan kontra-ideologi dengan cara meluruskan pemahaman-pemahaman keliru yang sengaja dipelintir oleh kelompok radikal.
Namun di sisi yang lain, kampus sangat berpotensi menjadi ranah yang paling rentan terhadap penyebaran radikalisme. Hal ini bisa dilihat dari berbagai hal. Pertama, kampus merupakan area yang menjunjung tinggi kebebasan berpikir. Kemerdekaan berpikir yang menjadi salah satu ciri kampus dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok radikal untuk memperluas lahan perjuangan dan menggait simpatisan dengan cara melakukan infiltrasi ideologi kepada para mahasiswa.
Pada saat yang sama, secara psikologis, banyak mahasiswa dari kampung yang baru mengenal dunia ‘luar’, dan kemudian ia mengandaikan suatu tatanan baru, ambisius, dan sedang dalam masa puber ilmu. Dari sinilah, kelompok radikalis melakukan aksinya dengan membangun narasi-narasi yang memantik emosi mahasiswa yang sedang dalam pencarian jati diri itu. Walhasil, banyak mahasiswa, terutama mahasiswa baru, yang terpapar dan ikut dalam barisan gerakan radikal.
Lebih dari itu, kelompok radikalis juga mengetahui peta dan medan kampus sehingga ia paham ke mana langkah mereka. Sebagai contoh, mereka menawarkan agama kepada kepada mahasiswa yang notabene tidak memiliki basis agama yang kuat, seperti mahasiswa jurusan sains, teknik, kedokteran dan ilmu-ilmu yang tidak bersentuhan secara langsung dengan materi agama (esak). Bagi mahasiswa ini, mereka seolah bagaikan oase.
Kedua, masuk melalui ‘oknum’ civitas akademik. Telah beredar luas di masyarakat bahwa radikalisme bisa masuk melalui perseorang atau dalam hal ini oknum dosen. Modus ancaman tidak akan mendapatkan nilai bagus adalah salah satunya. Bahkan oknum tersebut juga mensyarakatkan kepada sejumlah mahasiswanya untuk mengikuti kelompok atau organisasi si oknum dosen. Diketahui bahwa organisasi tersebut berhaluan radikal.
Ketiga, menguasai beberapa aspek penting lingkungan kampus. Gerakan kelompok radikalis memang sudah melakukan perencanaan yang matang berdasarkan penelitian yang tepat juga. Mereka mengetahui betul bahwa kelompok moderat sedang ‘terlena’ oleh kesibukan masing-masing sehingga lupa melakukan pembinaan yang intensif terhadap kader baru.
Kelengahan tersebut dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk memuluskan cita-citanya. Mereka mulai menguasasi lingkungan kampus. Dimulai dari penguasaan terhadap organisasi intra-kampus, masjid besar kampus, mushalla fakultas, UKM kampus hingga asrama mahasiswa (Syaiful Arif, 2019).
LDK Garda Terdepan Penangkal Radikalisme Kampus
Melihat kerentanan kampus terhadap infiltrasi radikalisme dan terorisme, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) harus dioptimalkan untuk menangkal radikalisme kampus yang semakin ke sini semakin memprihatinkan.
Selain kerentahan sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, ada aspek lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam konteks kampus rentang terhadap radikalis adalah kegiatan-kegiatan intra-kampus tidak terbuka terhadap kelompok dan agama lain yang berbeda. Jika yang demikian terjadi, maka virus radikalisme akan tumbuh subur. Karena poin ini termasuk tolok ukur kerentanan itu sendiri.
Persemaian ideologi radikal banyak ditempuh dengan cara menguasai lembaga dakwah kampus. Oleh sebab itu, kelompok moderat harus bangun dari tidur panjangnya agar LDK benar-benar bisa memainkan peran yang sangat urgen, yakni sebagai garda terdepan penangkal radikalisme di kampus.
Kita memiliki harapan besar terhadap kelompok moderat agar mereka merebut kembali aspek-aspek strategis lingkungan kampus yang selama ini dikuasai oleh kelompok radikal. Selain merebut dan menguasasi LDK (kembali), diantara cara lain untuk menangkal paham radikal dan menjaga ketahanan mahasiswa terhadap ideologi radikal adalah mendirikan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Pembinaan Ideologi Pancasila.
Cara-cara di atas merupakan sebuah keniscayaan jika kampus hendak bebas dari dominasi kelompok radikal. Kolaborasi antara LDK dengan UKM Pembinaan Ideologi Pancasila akan menguatkan imunitas para mahasiswa dari serangan virus radikalisme yang kian membabi buta.
This post was last modified on 23 September 2020 4:33 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…