Narasi

(Re)-Aktualisasi Rohis sebagai Media Toleransi di Sekolah

Rohis (Rohani Islam) di setiap sekolah menengah sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan sebagai penunjang kegiatan siswa. Rohis merupakan kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang dakwah yang cukup banyak peminatnya di sekolah. Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan, bahwa Rohis di banyak sekolah menjadi pusat penyemaian intoleransi dan menjadi media penyebaran paham keagamaan radikal-konservatif di sekolah.

Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian dari PPIM UIN Jakarta dan UNDP Indonesia (2018), dalam ranah sikap sekitar 51 persen siswa/pelajar (aktivis rohis) dan mahasiswa menyatakan setuju pemerintah melarang aliran keagamaan yang dianggap menyimpang. Sementara itu, 34 persen dari mereka bersikap intoleran terhadap pemeluk agama lain. Serta laporan Wahid Foundation (2016) bahwa sekitar 60 persen 1.626 aktivis rohis SMA di Indonesia menyatakan bersedia jihad ke wilayah konflik (timur tengah) jika memiliki kesempatan.

Kondisi saat ini pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah masih bersifat monolitik dan satu arah, dan tidak ada pemahaman keagamaan yang holistik. Selain itu, pengalaman keberagaman juga masih menjadi pekerjaan rumah ‘kementrian pendidikan’ untuk mendesign kurikulum pendidikan keberagaman di sekolah. Rohis perlu menjadi salah satu media alternasi siswa untuk mempelajari agama islam yang toleran.

Melihat laporan di atas, kita harus melihat rohis secara bijak dan perlunya upaya reaktualisasi dan revitalisasi rohis sekaligus yang ada di sekolah-sekolah menengah. Meskipun lingkup rohis kecil di sekolah, tetapi jika diabaikan rohis bisa menjadi fenomena bola salju intoleransi di Indonesia. Untuk itu kedepannya kegiatan Rohis harus mampu mengakomodir keberagamaan, sehingga memunculkan kegiatan dakwah yang inklusif  dan toleran. Karena sejatinya, dakwah rohis bukan hanya untuk yang satu agama atau aliran saja, tetapi harus mampu mendakwahkan nilai-nilai islam yang inklusif kepada agama yang lain.

Baca Juga : Menyoal Tepuk Pramuka ‘Islam Yes, Kafir No’

Rohis hingga saat ini masih banyak disusupi oleh paham ekstrimisme, sehingga banyak menelurkan sikap yang tidak akomodatif terhadap keberagaman. Kegiatan dakwah rohis ini kemudian banyak menyebabkan ekslusifisme dan tidak menerima yang berbeda. Rohis memunculkan sikap-sikap intoleransi kepada siswa yang lain yang berbeda secara madzhab dan agama.

Dalam konteks ini, kemunculan Intoleransi di sekolah karena adanya perbedaan persepsi individual dan komunal dalam menyikapi realitas keagamaan. Praktik intoleransi adalah upaya pemaksaan kesamaan dalam bertindak dan pemahaman keagamaan, dan juga upaya membangun sekat bagi identitas yang berbeda terutama dalam persoalan politik dan agama. Kurangnya upaya membangun titik temu dalam berbagai arus perbedaan.

Praktik intoleransi tidak dapat dibenarkan, apalagi kita mengabaikannya sebagai suatu realitas yang biasa. Karena praktik tersebut mampu merusak tatanan dan membangun sekat-sekat primordial di sekolah bahkan di tengah-tengah masyarakat. Yang kemudian menelurkan sikap anti-keramahan pada yang lian. Padahal keramahan merupakan identitas bangsa kita Indonesia.

Melihat fenomena diatas, perlunya upaya reaktualisasi terhadap Rohis untuk menguatkan spirit keberagaman di sekolah. Setidaknya ada dua upaya yang bisa diupayakan bersama. Pertama, melakukan penguatan kajian keagamaan yang moderat dalam lingkup rohis. Rohis jangan hanya dipupuk dengan satu pedoman madzhab keagamaan, yang seringkali memunculkan sikap fanatisme, perlunya kajian moderasi untuk menguatkan rohis sebagai media toleransi di sekolah

Kedua, melakukan traveling keberagaman. Aktivis Rohis perlu melakukan kunjungan tempat ibadah agama lain disertai dialog antar agama untuk saling mengetahui dan memahami sebagai penguatan literasi keberagaman. Munculnya intoleransi ini salah satu faktornya yakni minimnya traveling keberagaman dan aktualisasi sekolah damai, yang manfaatnya dapat mencari titik temu agar mampu mereduksi bias intoleransi.

Dengan demikian, Rohis akan mampu menjadi sarana penyemai toleransi serta media untuk meningkatkan skill dan penguatan karakter keberagaman. Rohis harus mampu menjadi media alternative untuk belajar islam yang ramah bukan islam yang marah.

Ferdiansah Jy

View Comments

Recent Posts

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

10 jam ago

Membaca Narasi Zero Terrorist Attack Secara Konstruktif

Harian Kompas pada tanggal 27 Mei 2025 lalu memuat tulisan opini berjudul "Narasi Zero Attack…

12 jam ago

Merespon Zero Attack dengan Menghancurkan Sekat-sekat Sektarian

Bagi sebagian orang, kata “saudara” sering kali dipahami sempit, hanya terbatas pada mereka yang seagama,…

12 jam ago

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

1 hari ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

1 hari ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

2 hari ago